Iuran BPJS: Naik Pas Lagi Sedih-sedihnya



Oleh Ragil Rahayu, SE

Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah corona, tertimpa kenaikan iuran BPJS pula. Inilah nasib malang rakyat Indonesia. Saat ini wabah corona masih terus memakan korban. Setiap hari peti mati berisi korban covid-19 keluar dari rumah sakit. Sementara jumlah penderita terus meningkat. Rakyat sedang sedih, tak hanya karena corona, tapi juga karena dampaknya.  Ekonomi lesu, pekerjaan sulit, PHK marak dan bahaya kelaparan mengancam. Saat sedang sedih-sedihnya begini, tiba-tiba iuran BPJS Kesehatan dinaikkan. Sungguh menyakitkan hati. 

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meneken Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020. Beleid tersebut salah satunya menetapkan perubahan tarif iuran BPJS Kesehatan untuk peserta bukan penerima upah atau peserta mandiri. Berdasarkan beleid tersebut, tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas mandiri antara lain Kelas I sebesar Rp 150.000 per orang per bulan, Kelas II Rp 100.000, Kelas III Rp 25.500 dan menjadi Rp 35.000 pada 2021. Tarif tersebut berlaku mulai Juli 2020.

Dinaikkan, Dibatalkan lalu Dinaikkan Lagi
Pemerintah menyampaikan alasan kenaikan iuran adalah untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyebut BPJS Kesehatan tengah mengalami defisit kronis yang berdampak terhadap ketersediaan pelayanan (cnnindonesia, 19/5/2020).

Padahal menurut Mahkamah Agung, defisit BPJS Kesehatan disebabkan salah satunya karena kesalahan dan kecurangan (fraud) dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial. Oleh karenanya, menurut MA, defisit BPJS tidak boleh dibebankan kepada masyarakat, dengan menaikan iuran bagi Peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan Peserta BP (Bukan Pekerja). Haruslah dicarikan jalan keluar yang baik dan bijaksana dengan memperbaiki kesalahan dan kecurangan yang telah terjadi tanpa harus membebankan masyarakat untuk menanggung kerugian yang ditimbulkan (cnnindonesia, 14/5/2020).

Kenaikan iuran BPJS juga melanggar keputusan Mahkamah Agung (MA). Sebelumnya MA telah memutuskan untuk membatalkan keputusan Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Jokowi pernah menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri sebesar 100 persen mulai awal tahun ini. Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Jaminan Kesehatan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, pasal tersebut juga dinyatakan bertentangan dengan sejumlah undang-undang (detik.com, 14/5/2020). 

Jelaslah bahwa pemerintah tak punya empati pada rakyat. Padahal rakyat telah dibebani dengan pajak, retribusi dan berbagai pungutan lain. Seolah-olah semua aspek kehidupan ada pungutannya. Sementara kualitas layanan BPJS banyak mendapatkan keluhan masyarakat. BPJS kesehatan hakekatnya adalah asuransi, hanya saja diwajibkan oleh negara. Rakyat dipaksa ikut BPJS, tapi kualitasnya buruk dan iurannya bisa naik sekonyong-konyong. 

Islam Memberi Jaminan Kesehatan Hakiki
Dalam Islam, kesehatan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara. Khilafah menyediakan jaminan layanan kesehatan secara gratis yang dananya bersumber dari baitul maal, yakni dari hasil pengelolaan kepemilikan umum. Misalnya pengelolaan barang tambang.Yaitu mulai dari tambang batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya, yang jumlahnya berlimpah.

Jika dana dari pengelolaan kepemilikan umum tidak mencukupi, khilafah bisa membiayai pos kesehatan dari pajak temporer yang dipungut dari orang kaya saja. Jika mendesak, khilafah bisa melakukan pinjaman non-ribawi pada rakyat yang kaya. Namun patut diingat, kekayaan alam di negeri muslim sangat melimpah. Khilafah juga mewujudkan kemakmuran sehingga akan banyak orang kaya. Mereka bisa memberikan wakaf dari hartanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan rakyat. Sehingga pos kesehatan dalam khilafah tak akan pernah kekurangan dana. Inilah rahasia di balik tingginya kualitas layanan kesehatan dalam khilafah. 

Salah satu bukti bagusnya layanan kesehatan dalam khilafah dipaparkan sejarawan berkebangsaan Amerika, Will Durant, rumah sakit Al Manshuri (683 H/1284 M) Kairo, sebagai berikut, “…Pengobatan diberikan secara gratis bagi pria dan wanita, kaya dan miskin, budak dan merdeka; dan sejumlah uang diberikan pada tiap pasien yang sudah bisa pulang, agar tidak perlu segera bekerja…“(W. Durant: The Age of Faith). Inilah jaminan kesehatan yang hakiki. Rakyat tak dipungut apa-apa, tapi mendapatkan layanan kesehatan yang terbaik. Begitu bagusnya kualitas rumah sakit khilafah, hingga ada pelancong asing yang pura-pura sakit karena ingin mencicipi kemewahan rumah sakit khilafah.  Namun, pada hari keempat, bila terbukti mereka tidak sakit, mereka akan disuruh pergi, karena kewajiban menjamu musafir hanya tiga hari (al-waie.id, 5/2/2020).

Inilah hasil dari penerapan syariah kaffah dalam negara khilafah. Nyawa manusia dimuliakan, kebutuhan mereka dipenuhi, hati pun menjadi bahagia. Sungguh berbanding terbalik dengan penguasa saat ini. Sudahlah abai dalam penanganan wabah, rakyat masih dicekik dengan pungutan pula. Semoga khilafah segera terwujud dan kita bisa menikmati keindahan penerapan Islam. Wallahu a'lam bishshawab. []

Posting Komentar untuk "Iuran BPJS: Naik Pas Lagi Sedih-sedihnya"