Halal bi halal Tokoh Muslimah Malang Raya : "Meraih Taqwa Hakiki dalam Menghadapi Tantangan New Normal"



Malang, Visi Muslim- Pada hari Ahad tanggal 7 Juni 2020, seratus lebih tokoh muslimah Malang raya mengadakan halal bi halal dengan tajuk "Meraih Taqwa Hakiki dalam Menghadapi Tantangan New Normal. Halal Bi halal kali ini dilaksanakan melalui media "zoom cloud meeting" dan terhubung dengan beberapa grup whatsApp. Cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana bisa bertatap muka. 

Namun demikian, tidak mengurangi semangat dan antusiasme peserta untuk mengikuti acara. Terbukti jumlah peserta yang hadir cukup banyak. Mereka berasal dari berbagai daerah kota Malang raya. Peserta terdiri dari tokoh masyarakat, mubalighah, penggerak PKK, dosen, dan praktisi kesehatan.

Halal bi halal dibuka dengan doa dan pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi yang pertama, kedua dan diakhiri dengan diskusi. Pada materi pertama, pemateri menjelaskan fakta berkenaan dengan insiden rate (IR) atau kasus baru covid-19 di dunia, Indonesia, dan Malang pada khususnya. Dari data tersebut, terlihat bahwa kondisi dunia, meskipun di awal Wuhan sebagai episentrum, namun satu bulan terakhir justru Eropa dan Amerika menjadi negara yang mengantongi kasus terbanyak.

Sedang di Indonesia, kondisi kurva epidemi sesungguhnya masih dalam kondisi terus naik, bahkan belum sampai di puncak. Terbukti pada tanggal 6 Juni kemaren, dilaporkan ada 993 kasus baru. Dimana jumlah ini meningkat dari kasus beberapa hari sebelumnya. Di kala kurva pandemi yang belum melandai tersebut, ternyata pemerintah justru sudah mencanangkan skenario "new normal".

"New normal Life" merupakan kehidupan normal yang akan diberlakukan dengan menyesuaikan protokol baru di lingkungan untuk pencegahan penularan virus. Skenario tersebut pun sudah dirilis untuk pekerja (PNS, BUMN, dan perusahaan). Jika dirunut, sejatinya skenario ini sudah dapat dilihat dari beberapa pernyataan dari Pak presiden sebelumnya berkenaan dengan himbauan untuk berdamai dengan virus corona  ketika belum ditemukan vaksin untuk covid-19.

Terlebih roda perekonomian Indonesia dikatakan macet ketika diberlakukan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dikatakan bahwa di kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi anjlok hanya 2,97 persen. Tentunya hal ini akan sangat mengkhawatirkan bagi pengusaha besar. Maka bisa dipastikan, juga ada desakan dari para kapital untuk segera memberlakukan "new normal" tersebut.

Padahal Indonesia belum sama sekali memenuhi persyaratan dari WHO untuk memberlakukan skenario. WHO menetapkan "new normal" bisa diterapkan jika ada dua syarat yang sudah terpenuhi. Syarat pertama, bahwa kasus covid-19 telah terkontrol berdasarkan data saintifik. Yang kedua, tersedianya kapasitas yang memadai untuk melakukan identifikasi, testing, isolasi, penelusuran kontak, dan karantina. Syarat pertama jelas Indonesia belum terpenuhi karena kondisi kurva epidemi justru masih menuju puncak.  Sedang syarat kedua, juga nampak kurangnya kesiapan di Indonesia, bahkan beberapa Rumah Sakit sudah "over load" dan tidak bisa menerima pasien.

Sunggah sangat memprihatikan jika dalam kondisi yang masih merah tersebut, pemerintah justru memaksakan untuk melonggarkan social distancing. Seharusnya Indonesia belajar, bagaimana flue Spanyol telah melumpuhkan dunia akibat adanya sikap yang meremehkan. Bahkan ada gelombang kedua epidemi  yang justru lebih memakan banyak korban.  Pemberlakukan "new normal" tersebut juga menunjukkan betapa buruknya penghargaan pemerintah kepada sains dan ahli epidemiologi. 

Para ahli sudah mengingatkan bahwa keputusan "new normal" dalam kondisi seperti ini tidaklah tepat. Bahkan, hal tersebut adalah skenario pintas untuk bisa mencapai "herd imunity" dimana rakyat yang harus dipertaruhkan. Terlebih, mereka yang memiliki faktor resiko. Bahkan, di Indonesia banyak kasus kematian terjadi kepada mereka yang tidak memiliki "underliying desease" (penyakit bawaan).

Semua kebijakan rusak tersebut sejatinya adalah akibat sistem kapitalisme-sekuler yang berlaku di negeri ini. Kapitalisme-sekuler senantiasa mengutamakan keberlanjutan ekonomi kapital dibandingkan dengan faktor apapun, termasuk nyawa rakyat. Penguasa sejatinya hanya sebagai pelayan korporasi dan pelaksana agenda barat. Tak sedikitpun, mereka berfikir untuk menyelamatkan nyawa masyarakat.

Materi pertama diakhiri dengan hadist Rasulullah Saw, "Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada dibunuhnya seorang muslim"  (HR. An-nasa'i, At-Tirmidzi, Al-Baihaqi). Hadist tersebut menjelaskan betapa Islam menjunjung tinggi nyawa seseorang terlebih nyawa banyak orang. Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme-sekuler yang begitu murah menghargai nyawa manusia. 

Sesi selanjutnya adalah penayangan video dilanjutkan dengan  pemaparan materi yang kedua. Materi kedua ini mengambil judul, "Meraih Takwa Hakiki pasca Ramadan di Tengah Pandemi". Sebagai pembuka, pemateri menjelaskan makna takwa berdasarkan penjelasan Ali bin Abi Thalib. Menurut Ali, takwa itu bisa dimaknai 4 hal, yaitu: takut kepada Allah SWT, beramal sesuai dengan Al-Qur'an Hadist, bersyukur walau diberi sedikit, dan menyiapkan diri bertemu dengan hari pembalasan.

Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan Q.S Al-Baqarah ayat 208, yang berisi seruan kepada umat yang beriman untuk masuk kepada Islam secara kaffah. Ayat ini menjelaskan bahwa seharusnya umat Islam mau mengambil dan menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Syariat tersebut meliputi syariat yang mengatur diri sendiri, syariat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, serta syariat yang mengatur hubungan manusia dengan manusia. 

Dalam kondisi saat ini, ternyata justru sebagian besar syariat belum bisa terlaksana. Hal tersebut terjadi karena syariat tersebut hanya bisa diterapkan oleh institusi negara. Sedangkan sistem kapitalisme-sekuler, justru menjadikan demokrasi sebagai pembuat hukum di antara manusia. Negara mengambil hukum buatan manusia. Hal inilah yang menjadikan kerusakan demi kerusakan terjadi di masyarakat, bahkan di dalam negara. Termasuk rusaknya negara ketika menangani penyakit yang telah menjadi pandemi.

Dengan mengetahui kerusakan yang ada, maka sejatinya "new normal life" bagi seorang muslim adalah kembali kepada kehidupan Islam di bawah naungan khilafah. Hal ini lah perwujudan hakikat kesempurnaan takwa yang sesungguhnya. Dimana buah dari keimanan dan ketakwaan adalah Allah SWT akan memberikan keberkahan, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-A'raf: 96. Khilafah adalah mahkota kewajiban yang harus ditegakkan umat Islam karena hanya dengan khilafah semua syariat Islam akan bisa sempurna diterapkan. Khilafah, juga menjadi kebutuhan yang mendesak bagi umat Islam karena saat ini kerusakan akibat kapitalisme-sekuler sudah tak tertahankan.

Pandemi covid-19 seharusnya bisa membuka mata kita. Betapa Allah SWT telah membuka aib kapitalisme yang gagap bahkan gagal mengatasi pandemi ini bahkan merusak kehidupan manusia. Bukan hanya gagal menyelamatkan nyawa, tetapi kapitalisme juga gagal mengatasi kekacauan politik-ekonomi. Sesungguhnya kapitalisme telah bergerak menuju "the great Lockdown" yang lebih parah dari the great depression 1930. Bahkan, mereka tidak tahu bagaimana bisa mengakhiri pandemi. Juga tidak punya alternatif untuk menyelamatkan ekonomi global dari resesi.

Kerusakan yang sedemikian parah, harusnya membuat kita tersadar. Sudah saatnya kita kembali kepada aturan Allah SWT. Sudah saatnya kita campakkan kapitalisme dan kembali kepada pangkuan Islam kaffah. Hanya Islamlah yang bisa menyelesaikan setiap problematika, termasuk bagaimana  upaya mengakhiri pandemi yang ada. Pemateri juga menjelaskan secara detail, bagaimana sikap seorang muslim menghadapi wabah. 

Pada sesi diskusi, semakin memantapkan peserta bahwa memang telah nyata kerusakan yang ada. Betapa penerapan syariat Islam dalam bingkai  khilafah adalah kebutuhan mendesak bagi umat Islam. Kemudian, juga semakin tergambar betapa pentingnya dakwah dan kesatuan umat Islam untuk mewujudkan kembalinya khilafah. [] Ifa Mufidah

Posting Komentar untuk "Halal bi halal Tokoh Muslimah Malang Raya : "Meraih Taqwa Hakiki dalam Menghadapi Tantangan New Normal""