Lestari Moerdijat: Pemerintah Harus Ringankan Biaya Penderita Kanker Di Masa Pandemik Corona
Jakarta, Visi Muslim- Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah membuat skema pelayanan dan pembiayaan yang meringankan, agar hak penyintas kanker memperoleh pengobatan tidak terganggu di masa pandemik virus corona baru (Covid-19).
"Wabah Covid-19 ini mengkhawatirkan bagi para penyintas kanker. Ruang gerak penyintas semakin sempit, selain ancaman kanker juga menghadapi ancaman penularan virus dan ada beban dari sisi ekonomi untuk membiayai pengobatan," kata Lestari Moerdijat dalam diskusi online yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 dan DPP Partai Nasdem bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis, Rabu (24/6).
Dengan sejumlah kendala pada masa pandemik Covid-19 saat ini, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, para penyintas kanker menghadapi masalah nonteknis dan psikologis.
Pelaksana Harian Drektur Utama RS Kanker Dharmais, Nina Kemala Sari mengungkapkan RS Kanker Dharmais sudah melakukan upaya ekstra dalam melayani para pasien dengan menerapkan sejumlah langkah pencegahan sesuai protokol kesehatan saat pandemi Covid-19.
"Kami membagi menjadi tiga prioritas pelayanan untuk pasien kanker. Prioritas tinggi, medium dan rendah. Untuk penderita kanker yang masuk prioritas rendah dan bisa diatasi dengan berobat jalan, tidak perlu datang ke rumah sakit dulu di masa pandemi ini untuk mengurangi risiko," ujar Nina.
Tetapi sejak Juni 2020 ini, tambahnya, kedatangan para pederita kanker ke rumah sakit untuk berobat cenderung meningkat.
"Pasien yang beberapa bulan lalu jadwal pemeriksaannya tertunda mulai berdatangan bulan ini. Jadi kami meningkatkan kewaspadaan agar para pasien tidak tertular Covid-19, selama pengobatan," jelasnya.
Ketua Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (Perhomedin) cabang Jakarta, Ronald A Hukom mengungkapkan, data GLOBOCAN 2018 mencatat setiap tahun penderita kanker di Indonesia bertambah 348.859 orang.
"Di Indonesia kebanyakan pasien datang berobat pada stadium lanjut. Tetapi sejak ada layanan BPJS, pengobatan kanker pada stadium awal malah ada indikasi berlebihan. Sehingga perlu ada sistem audit dalam tata laksana pemberian obat agar pengobatannya sesuai mutu yang diharapkan," jelasnya.
Kondisi tersebut, tambah Ronald, menyebabkan terjadi pemborosan dalam pembiayaan obat yang semakin besar.
Selain itu, ungkap Ronald, data dari salah satu perusahaan asuransi kesehatan setiap tahun penyintas kanker Indonesia menghabiskan Rp155 triliun untuk berobat ke luar negeri.
"Bila 3-5 persen dari dana berobat ke luar negeri itu bisa untuk membangun pusat-pusat pengobatan kanker di dalam negeri. Kita bisa mencegah triliunan rupiah tidak terbang keluar negeri."
Asisten Deputi Bidang Pelayanan Kesehatan BPJS, Medianti Allya mengungkapkan biaya pengobatan penyakit kanker menempati peringkat kedua terbesar (17,40 persen) pembiayaan penyakit oleh BPJS pada 2019.
Sedangkan alokasi pembiayaan terbesar BPJS pada 2019 untuk penyakit jantung yaitu 50,68 persen.
"Negara semakin hadir dalam menjamin kesehatan masyarakatnya. Tingkat kepuasan peserta BPJS pada 2019 mencapai 80,1 persen," ujat Medianti.
Ketua Cancer Information and Support Center, Aryanti Baramuli Putri meminta suara penderita kanker dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan di masa pandemik.
Kepastian ketersediaan obat, kekhawatiran penyintas saat menjalani pengobatan yang mengharuskan ke luar rumah, menurut Aryanti, merupakan sebagian kendala yang dihadapi para penyintas kanker.
Diskusi bertema Perlindungan Hak Pasien Kanker atas Akses Pelayanan Berkualitas dalam Kenormalan Baru Covid-19 diikuti oleh beberapa narsum dar audiens dari berbagai daerah. [] Rmol
Posting Komentar untuk "Lestari Moerdijat: Pemerintah Harus Ringankan Biaya Penderita Kanker Di Masa Pandemik Corona"