Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rasisme: Melihat Dibalik Warna




Oleh: Okay Pala (Perwakilan Media Hizbut Tahrir Belanda)

Dalam beberapa pekan terakhir banyak pembicaraan tentang rasisme. Tak ragu lagi dibicarakan, fokus pembicaraannya diletakkan pada warna kulit, sebagai realitas yang dialami masyarakat.

Diskriminasi berdasarkan warna kulit seseorang hanyalah bentuk rasisme yang bukan menjadi alasan atau motivasi dibaliknya. Faktanya, rasisme bukan masalah warna, tetapi tentang kesombongan, keserakahan, dominasi dan eksploitasi satu negara terhadap negara lain.

Orang-orang yang sama yang memimipin rombongan rasisme zaman sekarang biasanya memperbudak, orang-orang "kulit putih"  dari abad pertengahan di Eropa. Kata "slave (budak atau memperbudak)" sebenarnya berasal dari istilah ethnonim (nama etnis), bangsa slav.

Pada abad ke 15 Gereja yang kuat memberikan wewenang keputusan untuk memperbudak kaum "pagan" dan "orang-orang dari agama lain". Kemudian, para pendeta seperti Juan Gines de Sepulveda beragumen bahwa orang Indian berkulit "kuning" tidak punya jiwa dan mereka bukan manusia. Ini membuat jalan untuk memperbudak orang Koloni Spanyol tak berdaya di Amerika Tengah dan Amerika Selatan, dan juga menghilangkan kekuasaan mereka.

Jadi latar belakang etnis dan perbedaan warna kulit hanyalah alasan untuk kesombongan dan keserakahan bangsa-bangsa untuk mendapatkan legitimasi untuk mendominasi dan mengeksploitasi "bangsa lain".

Juga, zaman sekarang retorika semacam ini masih ada. Orang asli Amerika atau orang-orang dengan campuran darah nenek moyang asli Amerika disebut dengan istilah "red niggers". Hal yang sama untuk menyebut orang Arab sebagai "sand niggers:. Istilah ini tidak berarti apa-apa selain menghilangkan sisi kemanusiaan orang-orang Arab, untuk menjustifikasi pendudukan tanah mereka, membunuh tanpa pilih wanita dan anak-anak mereka, menghancurkan semua infrastruktur mereka dan menjarah kekayaan mereka, serta merampok wibawa dan kehormatan mereka.

Pada masa lalu, kerajaan dan kekaisaran berkuasa dan mengeksploitasi negara lain berdasarkan pandangan dunia kala itu. Pada zaman sekarang kapitalisme dan negara kapitalis yang mendominasi dan mengeksploitasi negara-negara lainnya. Tidak jauh berbeda untuk mengatakan bahwa inilah bentuk kesombongan dan dan keserakahan, dominasi serta eksploitasi yang sangat besar dalam sejarah manusia, karena landasannya atas karakteristik tersebut. Jadi, ini menghasilkan sikap individual dan negara-negara, dan mempertahankan ide-ide yang menjadi dasar pertahanan, seperti sebuah parasit.

Kapitalisme, mengabaikan Pencipta dan meletakkan manusia dalam posisi Tuhan, sehingga membuat manusia sombong. Ide ini mengagungkan individualisme yang menyebabkan ego dan mementingkan diri sendiri. Lebih mencari kesenangan dalam materi yang mengarah kepada kerakusan. Dibangun atas dasar nasionalisme dan patriotisme, yang menuju pada diskriminasi terhadap yang lain dan menyebabkan dominasi dan eksploitasi.

Jadi jika motivasi di belakang rasisme tidak diatasi, yang merupakan pandangan kapitalis,kita tak akan mampu mengatasinya hanya dengan melawan gejalanya saja. Alternatif satu-satunya adalah Islam yang melawan kesombongan, mengarahkan pada kesederhanaan dan membuat orang takut Tuhan. Islam memandang individualistik sebagai dosa dan menolong orang lain berpahala. Menolak mencari materi semata dan membahagiakan manusia dengan taat kepada Tuhan yang telah menciptakan kekayaan dan membagikannya diantara manusia. Islam menolak ide negara bangsa dan menawarkan ide satu Umat yang meliputi kemaanusiaan. Dan pada akhirnya, Islam mengumumkan perang terhadap eksploitasi manusia berdasarkan perbedaan warna kulit, etnis, dan jenis kelamin dan menolak memakai perbedaan ini untuk melawan kemanusiaan dan menganggap provokasi ini sebagai tirani. []

Posting Komentar untuk "Rasisme: Melihat Dibalik Warna"

close