Hagia Sophia dan Kemenangan Kaum Muslimin



Oleh: Nur Syamsiyah (Aktivis Muslimah)

Hagia Sophia atau Aya Sofya adalah sebuah bangunan katedral Ortodoks yang dibangun pada tahun 537 Masehi. Bangunan ini telah menjadi katedral terbesar di dunia selama hampir seribu tahun. Bangunan ini diubah menjadi masjid setelah Turki ditaklukkan oleh sang Penakluk Konstantinopel, Muhammad al-Fatih pada tahun 1453 Masehi pada masa Daulah Utsmaniyah. Hagia Sophia tetap bertahan sebagai masjid sampai tahun 1931 Masehi. Kemudian bangunan ini ditutup bagi umum dan dibuka kembali sebagai museum pada tahun 1934 Masehi oleh pemerintah Republik Turki, di bawah pimpinan Mustafa Kemal Ataturk.

Sejarah Hagia Sophia kembali jadi sorotan dunia hari ini setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menetapkan fungsi bangunan itu kembali menjadi masjid, Jum’at (10/7/2020). Erdogan menyambutnya dengan langsung mendeklarasikan bangunan itu sebagai masjid dan shalat pertama umat Islam di bangunan itu bisa dimulai pada 24 Juli 2020 mendatang.

Dibalik Penaklukan Konstantinopel

Siapa yang tak mengenal sang Penakluk Konstantinopel? Sultan Muhammad al-Fatih yang memiliki ketangguhan dan kecerdasan yang luar biasa, memiliki strategi perang yang mengejutkan orang-orang yang belum pernah dikenal oleh panglima militer manapun dalam sejarah.

Pada musim semi tahun 857 H (1453 M), serangan penaklukan Konstantinopel dimulai. Muhammad al-Fatih menghimpun 20 ribu prajurit dalam 400 perahu besar, serta 80 ribu prajurit kavaleri dan invanteri. Jumlah kekuatannya mencapai 100 ribu prajurit didukung 200 meriam yang memiliki berat berton-ton, berat peluru meriam ini adalah 500 kg.

Konstantinopel dikepung dari darat dan laut sebagai persiapan penyerangan. Muhammad al-Fatih memerintahkan para komandan perang untuk memindahkan perahu-perahu melalui jalur darat melalui puncak-puncak perbukitan tinggi, melintas di atas papan-papan kayu yang telah dilumuri minyak, melintas wilayah Galata. Aksi ini dilaksanakan pada malam hari. Para prajurit memperlihatkan kekuatan dan tekad luar biasa, hingga 67 kapal berhasil diturunkan ke perairan teluk Golden Horn.

Pada waktu fajar, 28 Mei dan selepas shalat, Muhammad al-Fatih menuju lokasi-lokasi serangan. Meriam-meriam besar membidikkan peluru berupa bongkahan batu bulat menggempur benteng. Meriam ini ditarik oleh 80 ekor lembu dan menggunakan tenaga 400 prajurit; 200 di kanan dan 200 di kiri. Jangkauan meriam ini bisa mencapai sekitar 1,5 km dan suara meriam bisa terdengar hingga radius 60 km.

Peluru-peluru meriam mendobrak benteng-benteng Konstantinopel, membuat banyak lubang di dinding benteng, hingga para prajurit Utsmaniyah maju dengan tekad dan keberanian tiada tara. Pasukan Utsmaniyah terus bergerak masuk ke dalam kota dan sejumlah pintu gerbang kota berhasil dibuka melalui celah-celah benteng yang tembus akibat serangan peluru-peluru meriam.

Hagia Sophia

Muhammad al-Fatih memasuki kota Konstantinopel setelah gerakan perlawanan lumpuh. Ia masuk dengan mengendarai kuda putihnya sambil membacakan ayat-ayat al-Qur’an, al-Fatih turun dari kudanya, berjalan kaki dan bersujud kepada Allah sebagai ungkapan syukur atas kemenangan dan keberhasilannya. Kemudian al-Fatih menuju gereja Hagia Sophia yang dipenuhi orang; kaum tua, muda, anak-anak, wanita, pendeta, dan rahib.

Saat melihatnya, mereka bersungkur sujud, menangis, sambil berteriak dan memohon. Al-Fatih berkata, “Berdirilah kalian semua, aku ini Sultan Muhammad. Aku katakan kepada kalian semua, untuk seluruh saudara-saudara kalian, dan siapa pun yang ada di sini, ‘Sesungguhnya sejak hari ini, nyawa dan kebebasan kalian aman’.” Al-Fatih juga memberikan perintah untuk tidak menyakiti rakyat Bizantium sedikit pun.

Sebagai bangunan gereja tersebesar di dunia pada masa itu dan bangunan keagamaan paling tua di seluruh Eropa, Muhammad al-Fatih memerintahkan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, untuk digunakan shalat Jum’at pertama di sana setelah penaklukan.

Menara-menara dibangun di atas bangunan Hagia Sophia, adzan dikumandangkan dan kota tersebut diberi nama Islam Bul yang berarti kota Islam, menggantikan nama Konstantinopel. Setelah itu, Islam Bul diubah menjadi Istanbul, setelah namanya juga diubah menjadi Estonia.

Kemenangan Kaum Muslim

الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ وَلَنِعْمَ أَمِيرُهَا الْأَمِيرُ فَلَنِعْمَ الْقُسْطَنْطِينِيَّةُ لَتُفْتَحَنَّ

“Sungguh Konstantinopel pasti ditaklukkan, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin penaklukkan itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu”.

Sungguh di dalam sejarah umat-umat ada hari-hari yang bersinar. Itu merupakan kebanggaan untuk umat-umat itu. Lalu bagaimana jika hari-hari itu adalah hari terealisasinya kabar gembira Rasulullah saw? Sungguh tidak diragukan lagi, hari itu laksana matahari yang menyinari dunia.

Maka, cukuplah kebanggan dan kemuliaan baginya (panglima dan prajuritnya) bahwa pemberitaan Rasulullah terwujud pada dirinya. Begitu pula, rasa haru yang dialami kaum Muslimin saat ini tak bisa terbendung ketika adzan pertama kali berkumandang setelah 86 tahun lamanya tak terdengar dari masjid Hagia Sophia ini.

Semoga peristiwa ini memberikan sinyal-sinyal kemenangan pada kaum Muslimin untuk terwujudnya kabar gembira dari Rasulullah akan kemenangan Islam di muka bumi ini. Insyaallah, tidak lama lagi.

Posting Komentar untuk "Hagia Sophia dan Kemenangan Kaum Muslimin"