Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mantra Moderasi Berujung Monsterisasi



Oleh: Ragil Rahayu, SE

Apa kabar para siswa di tahun ajaran baru 2020/2021? Beberapa hari ini para orangtua ramai memposting foto atau video sang anak yang "sekolah" di rumah . Meski belajar lewat daring, semua orangtua pasti berharap anak-anak mendapatkan materi pendidikan yang mampu mencetak mereka menjadi pribadi yang cerdas, bertaqwa dan berakhlaq mulia. Namun, bisakah hal tersebut terwujud melalui kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang baru? 

Mungkin tak banyak orangtua yang tahu bahwa memasuki tahun ajaran 2020/2021, madrasah menggunakan kurikulum PAI dan Bahasa Arab yang baru. Kurikulum tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Agama atau KMA 183 tahun 2019 yang menggantikan KMA 165 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah. Nantinya madrasah akan menggunakan buku yang sebelumnya telah dinilai Tim Penilai Puslibang Lektur dan Khazanah Keagamaan. Sebanyak 155 buku telah disiapkan, termasuk untuk PAI (detik, 11/7/2020).

Khilafah Hanya Dianggap Sejarah

Kurikulum baru ini merupakan bagian dari program moderasi yang dirancang pemerintah sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) IV tahun 2020-2024. Kemenag telah menjabarkan moderasi beragama dalam Rencana Strategis (renstra) pembangunan di bidang keagamaan lima tahun mendatang. Program tersebut antara lain review 155 buku pendidikan agama, pendirian Rumah Moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), dan penguatan bimbingan perkawinan.

Nilai-nilai moderasi beragama juga diinternalisasikan oleh Kemenag melalui program ToT guru dan dosen, penyusunan modul membangun karakter moderat, serta madrasah ramah anak. Menag mengaku sedang mematangkan ide menggelar lomba ceramah toleransi, menulis cerita pendek tentang toleransi, hingga lomba karikatur toleransi dan kerukunan umat beragama (viva.co.id 3/7/2020)

Salah satu wujud konkret dari moderasi kurikulum madrasah adalah disajikannya pembelajaran khilafah hanya sebagai sejarah. Bukan sebagai hukum Islam (fikih) yang wajib diperjuangkan karena diperintahkan Allah Swt dan Rasul-Nya dalam Al Qur'an dan sunah. Khilafah hanya diposisikan sebagai fakta masa lalu yang tidak perlu diwujudkan kembali. Sedangkan jihad lebih dimaknai sebagai spirit atau semangat semata. Bukan kewajiban berperang untuk menghilangkan kezaliman di muka bumi di bawah komando khalifah. 

Sebagaimana diberitakan cnnindonesia (8/12/2019), Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin menjelaskan bahwa pelajaran khilafah dan jihad tidak akan lagi diajarkan pada mata pelajaran Fikih. Dua konten itu akan masuk dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, namun perlu ada penyesuaian mengikuti perkembangan zaman.

"Khilafah misalnya adalah fakta sejarah yang pernah ada dalam pelataran sejarah peradaban Islam, tetapi tak cocok lagi untuk konteks negara bangsa Indonesia yang telah memiliki konstitusi (Pancasila dan UUD 45, NKRI dan Bhineka tunggal ika)," tulis Kamaruddin dalam pesan singkat pada cnnindonesia.

Monsterisasi Ajaran Islam

Pengarusan moderasi Islam dilatarbelakangi kekhawatiran pemerintah pada merebaknya radikalisme. Moderasi dianggap sebagai mantra yang ampuh untuk menghentikan laju paham radikal ke benak umat. Sebelumnya, radikalisme dianggap sebagai paham yang melegitimasi dan menginspirasi terorisme. Atas nama perang melawan terorisme dan radikalisme, ajaran agama Islam dimoderasi. Pertanyaannya, mengapa ajaran agama Islam harus dimoderasi? 

Upaya pemerintah untuk melakukan moderasi Islam menunjukkan bahwa pemerintah termakan stigma yang dilekatkan barat terhadap Islam. Barat memberi label negatif pada Islam dengan sebutan teroris dan radikalis. Islam dianggap oleh barat bertanggungjawab terhadap aneka kekerasan yang terjadi di dunia akhir-akhir ini. Pengeboman gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat menjadi contoh kasus terorisme yang dituduhkan pada Islam. Barat terus membangun opini bahwa Islam mengajarkan kekerasan pada umatnya. 

Barat yang dipimpin Amerika seolah lupa fakta sejarah, bahwa selama ribuan tahun khilafah berdiri, justru dunia diselimuti kedamaian dan rasa aman. Barat juga pura-pura lupa bahwa begitu banyak konflik berdarah terjadi bukan karena terorisme atau radikalisme. Pendudukan Iraq, konflik Suriah, pendudukan Palestina, konflik Yaman dan masih banyak konflik berdarah lainnya terjadi karena kerakusan barat dalam memperebutkan minyak dan kekayaan di bumi kaum muslimin. Sementara korban terbesar dari aneka konflik tersebut justru adalah kaum muslim. Lalu mengapa Islam yang disalahkan? Mengapa Islam yang harus dibelokkan sesuai mau barat? 

Moderasi Islam hakikatnya adalah monsterisasi ajaran Islam. Umat Islam dibuat takut dengan Islam kaffah yang berwujud khilafah. Umat Islam dipaksa menjauhi ajaran agamanya sendiri. Padahal ajaran agama itulah yang telah memuliakan kaum muslimin terdahulu selama ribuan tahun. Ajaran Islam kaffah itu pulalah yang kelak akan ditanyakan pada setiap muslim di hari akhir, apakah mereka dulu di dunia menaatinya atau mengingkarinya. Namun kini umat dijauhkan dari agamanya sendiri. Padahal ajaran agama yang lurus itulah kunci keselamatan di dunia dan akhirat. 

Khilafah Ajaran Islam 

Kita tak boleh menjauhi ajaran Islam kaffah, hanya karena barat tak menyukainya. Al wala' (loyalitas) kita adalah pada Islam, bukan yang lain. Barat yang kafir tak layak menilai Islam. Ke-Maha Esa-an Allah SWT saja mereka tolak, apalagi ajaran Islam lainnya. 

Umat Islam tidak boleh termakan fitnah barat. Biarlah mereka terus memfitnah dengan istilah terorisme dan radikalisme, tapi kita umat Islam yakin, Islam adalah satu-satunya agama yang lurus dan diridhai Allah Swt. Anak-anak kita juga harus mendapatkan pemahaman yang benar tentang Islam. Yakni Islam yang asli, menurut Al Qur'an dan As Sunah. Bukan Islam yang dimoderasi mengikuti kemauan barat yang kafir. 

Terkait khilafah, para ulama sudah sepakat bahwa khilafah adalah ajaran Islam dan wajib bagi kaum muslimin untuk mewujudkannya. Imam empat mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali) sepakat bahwa adanya khilafah dan menegakkannya ketika tidak ada, hukumnya wajib. 

Syeikh Abdurrahman al-Jaziri (w. 1360 H) menuturkan, “Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib…” [Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, Juz V/416].

Hal senada ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal.” [Ibn Hajar, Fath al-Bâri, Juz XII/205].

Pendapat para ulama terdahulu tersebut juga diamini oleh para ulama muta’akhirîn. Ulama Nusantara, Syeikh Sulaiman Rasyid, dalam kitab fikih yang terbilang sederhana namun sangat terkenal berjudul Fiqih Islam, juga mencantumkan bab tentang kewajiban menegakkan khilafah. Para ulama nan lurus inilah yang harus kita ikuti, bukan orang-orang yang sudah termakan fitnah barat. Wallahu a'lam bishshawab.(*)

Posting Komentar untuk "Mantra Moderasi Berujung Monsterisasi"

close