Demokrasi Menyengsarakan Rakyat



 

Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)

Pascareformasi, demokrasi semakin  melejit di seantero negeri. Demokrasi menjadi pilihan atas praktek pemerintahan yang ada. Perjalanan demokrasi yang diharapkan dapat menjadi jalan bagi rakyat untuk sejahtera, justru membawa kesengsaraan.

Malapetaka besar ketika menyandarkan kesejahteraan rakyat pada demokrasi. Sejak awal tahun, hadiah naiknya harga ataupun tarif layanan pemerintah semisal listrik atau BPJS sudah mencekik rakyat. Belum lagi resesi ekonomi menghantui negeri ini akibat panjangnya pandemi.

Sebagaimana diberitakan CNBC Indonesia bahwa Indonesia diprediksi akan menyusul negara lain yang sudah lebih dulu masuk ke jurang resesi (17/09/2020).

Di tengah pandemi yang melanda, kebijakan yang ada lebih condong pada pengusaha atau korporasi. Munculnya wacana wisata medis dari pemerintah cukup membuat heran masyarakat. Namun, wisata medis yang dicanangkan diharapkan ada dukungan investasi asing. Menurut Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi, wisata medis ini bisa berdampak positif, salah satunya menarik investasi luar negeri (Kompas.com, 18/08).

Jalan yang ditempuh justru berorientasi pada keuntungan finansial. Demokrasi yang dipandang akan menyejahterakan, justru menyengsarakan. Kecendrungan sikap penguasa pada pengusaha semakin membuat rakyat gigit jari.

Pasalnya dalam demokrasi, prosedur pengangkatan penguasa memerlukan dana segar yang super besar. Biaya besar dalam demokrasi diperlukan untuk kampanye, bakti sosial atas nama partai, hingga urusan suap menyuap.

Win win solution untuk biaya tersebut dijalinlah kerjasama antara penguasa dan pengusaha. Sehingga, saat penguasa meraih kembali jabatannya, akan berpihak pada pengusaha yang menopang dananya.

Akhirnya demokarsi mengaburkan amanah penguasa dalam pemerintahan. Penguasa atau pemimpin yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, akan rela menjadi pelayan korporasi. Urusan kesejahteraan rakyat terabaikan dengan sempurna. Rakyat justru hanya akan diperas melalui iuran kesehatan dan aneka pajak.

Syariat untuk Kepentingan Rakyat

Syariat Islam berbeda dengan demokrasi. Dalam ranah individu, Islam akan mendorong dan mendidik individu untuk bertaqwa. Keinginan untuk melakukan pelanggaran syariat akan dimininalkan dengan nilai-nilai ketaqwaan. Suasana keimanan akan terjaga sehingga pribadi yang sholih terbentuk kuat. 

Dalam ranah sistem, Islam sebagai wahyu Ilahi akan menjamin rahmat bagi seluruh rakyat bahkan seluruh alam.

Dalam ranah komunal, Islam akan menjamin kebutuhan pokok individu rakyat. Kesejahteraan akan diupayakan sedemikian hingga bisa dirasakan seluruh rakyat.

Dalam ranah ekonomi, Islam membagi karunia Allah di bumi dengan kepemilikan individu, masyarakat (umum) dan negara. Kepemilikan ini sesuai dengan alurnya. Terutama kepemilikan umum (masyarakat) haram dieksploitasi  swasta, individu atau asing. Dengan demikian, kebutuhan pokok tiap individu bisa terjamin. Penyelenggaraan kehidupan masyarakat yang menjamin hajat hidup orang banyak dijamin oleh negara.

Sementara pengangkatan kholifah tidak membutuhkan biaya besar. Mekanisme pencalonan dilaksanakan melalui mahkamah madzolim yang kandidatnya bisa berasal dari mejelis ummat. Tak sepeser pun biaya yang dikeluarkan.

Begitu pula dengan pengangkatan wali (gubernur) dan amil (bupati) tak memerlukan dana. Pasalnya, kholifah yang mengangkat mereka tanpa biaya sepeser pun.

Jadi, kesalahan fatal penguasa muslim menggunakan demokrasi. Harapan demokrasi bisa menyejahterakan sebatas ilusi belaka. Justru sebaliknya, demokrasi menyengsarakan rakyat. Saatnya kembali pada syariat Islam dalam bingkai khilafah.


Wallahu a'lam bish showab

Posting Komentar untuk "Demokrasi Menyengsarakan Rakyat"