Latah Main Avatar, Lupa Hukum Taswir
Oleh: Nazril Firaz Al-Farizi
Entah mengapa awal September ini Facebook menawarkan kepada seluruh penggunanya untuk membuat Avatar dirinya sendiri alias karakter yang bisa dibuat sendiri dengan berbagai pilihan tertentu.
Fakta (waqi) Avatar ini berbeda dengan fakta (waqi) aplikasi FaceApp yang menggunakan teknologi jenis algoritma tertentu untuk memprediksi bentuk wajah saat kecil, remaja, dewasa, tua bahkan berlawanan jenis, maka FaceApp bukan aktivitas menggambar atau mengedit makhluk hidup (taswir) atau mengandung bohong (kadzib) maupun manipulasi (ghisy), tetapi hanya algoritma prediksi terhadap foto objek semata.
Namun Avatar ini setelah dilihat ternyata sudah disediakan banyak pilihan bentuk wajah, warna kulit, bentuk dan warna mata, bentuk hidung, gaya dan warna rambut, gaya dan warna alis, bentuk dagu, gaya dan warna jenggot/brewok, jenis kerutan dan aksesoris lainnya. Intinya semua sudah disediakan pihak penyedia, para pemilik akun hanya tinggal memilih jenis sesuai selera dan dianggap itu adalah Avatar dirinya sendiri.
Mungkin pada kasus Avatar ini bisa dilihat 2 hal:
1. Memodifikasi gambar dan mengeditnya
2. Menggunakan gambar yang sudah didesain oleh pihak lain
Pada poin pertama berkaitan dengan sesuatu yang memiliki nyawa (ruh), dalam Avatar ini jelas objek gambarnya manusia. Memodifikasi gambar dan mengeditnya ini tidak melulu berkaitan dengan sekedar kuas, pensil, pulpen, krayon di atas kanvas atau kertas, tapi mouse pada komputer atau jari sendiri pada gadget pun sama selama di situ ada usaha manusia (al juhd al basyari) terhadap makhluq bernyawa yang dia modifikasi atau edit. Pada Avatar ini terdapat aktivitas usaha para pengguna akun untuk menentukan Avatarnya sendiri dengan memilih berbagai item bentuk wajah, warna kulit, warna mata, bentuk hidung, dsbnya. Maka hukumnya haram. [Lihat: Soal Jawab Al-'Alim Al-Jalil Syaikh 'Atha Abu Rasytah, 12 Syawwal 1431 H / 21 September 2010]
Sebagaimana dalil berikut:
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa melukis suatu gambar maka Allah akan mengadzabnya sampai dia mampu meniupkan ruh ke dalam gambar itu, padahal sampai kapan pun dia tidak akan mampu meniupkan ruh ke dalamnya” [HR. Bukhari no. 5963]
"Sesungguhnya orang yang telah membuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka “coba hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan!” [HR. Bukhari no. 5951]
Pada poin kedua berkaitan dengan menggunakan gambar yang sudah didesain pihak lain karena Avatar ini sudah disediakan pihak Facebook untuk bisa digunakan oleh para pemilik akun agar bisa membuat Avatarnya sendiri sesuai selera.
Syaikh 'Atha Abu Rasytah sendiri memberi 3 penjelasannya hukum atas poin kedua ini:
A. Hukumnya Haram jika menggunakan atau meletakkan gambar menyerupai makhluk itu di tempat-tempat ibadah. Dalilnya: "Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka'bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus." [HR. Ahmad 1/365]
B. Hukumnya Makruh jika menggunakan atau meletakkan gambar menyerupai makhluk itu di tempat selain ibadah namun di tempat "terhormat" seperti kantor, sekolah, rumah, kaos/pakaian, media-media informasi. [Lihat: Soal Jawab Al-'Alim Al-Jalil Syaikh 'Atha Abu Rasytah, idem]
C. Hukumnya Mubah jika menggunakan atau meletakkan gambar menyerupai makhluk itu di tempat-tempat yang "tidak terhormat" seperti di keset, karpet, sprei, sarung bantal dan tempat-tempat diinjak atau ditindih lainnya. Dalilnya:
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pulang dari safar. Ketika itu aku menutup jendela rumah dengan qaram (tirai) yang bergambar (makhluk bernyawa). Ketika melihatnya, wajah Rasulullah berubah. Beliau bersabda: “wahai Aisyah orang yang paling keras adzabnya di hari kiamat adalah yang menandingi ciptaan Allah“. Lalu aku (Aisyah) memotong-motong tirai tersebut dan menjadikannya satu atau dua bantal” [HR. Bukhari no. 5954; Muslim no. 2107]
Maka untuk kasus Avatar ini ada aktivitas/usaha para pengguna akun untuk melakukan modifikasi atau editing terhadap objek animasi berbentuk manusia (menyerupai makhluk bernyawa) mulai dari memilih bentuk wajah, warna kulit, bentuk hidung, alis dsbnya, maka haram. Serta menggunakan hasil Avatar ini untuk diposting di media informasi adalah makruh.
Satu hal yang perlu diingat agar tidak disebut "muqalid rasa mujtahid", al-faqir yang menulis ini hanyalah sekedar usaha untuk memastikan keberadaan suatu alasan pada suatu kasus (tahqiqul manath) dan mengetahui hukum syaranya, bukan menggalinya. Karena bukankah setiap pengemban dakwah harus mampu mencermati fakta? Meski tidak mampu di bagian menggali hukum syaranya, tapi hanya mengetahui hukum syara dengan mengumpulkan berbagai referensi pendapat berbagai ulama yang dianggap rajih oleh ulama tertentu.
Hukum syara yang diketahui pun diambil dari soal jawab Amir HT dan Amir HT pun mengambil banyak referensi ulama termasuk dari Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani sendiri. Mengetahui hukum syara berbeda dengan menggali hukum syara. Mengetahui hukum syara tidak perlu menguasai ilmu nahwu, sharaf, balaghah, ushul fiqih dan sebagainya. Namun cukup bacaan berbahasa Arab meski tidak mengetahui tata cara penulisannya, lalu cukup mengetahui informasi terdahulu (ma'lumat tsabiqoh) serta cukup mengetahui hukum syara' tertentu untuk menghukumi fakta tertentu. [Lihat: Taqiyuddin An-Nabhani, At-Tafkir (terjemah), hal. 171-172].
Oleh karena itu kita semua harus selalu menjadikan segala kejadian yang terjadi sebagai pelajaran agar bisa membuat kita lebih wara' dalam bertindak. Tidak selalu reaktif ketika muncul sesuatu yang baru, namun selalu kita cermati terlebih dahulu agar kita tidak latah ikut arus viral yang berjenis unfaedah bahkan melanggar syara.
Wallahu alam bishowab.
Posting Komentar untuk "Latah Main Avatar, Lupa Hukum Taswir"