Narasi Sesat Jalan Tengah Negara Islami



 Oleh: Anggun Permatasari

Pemahaman terhadap Islam ternyata memunculkan persepsi berbeda di kalangan umat Islam. Fakta bahwa saat ini terjadi arus moderasi ajaran Islam adalah nyata. Hal tersebut tentu merupakan upaya kelompok pembenci Islam untuk mengaburkan pandangan umat Islam terhadap ajaran Islam yang sesungguhnya. Kalau sebelumnya ajaran jihad, bahasa Arab dan Khilafah dipersoalkan, saat ini yang dipermasalahkan adalah negara Islam.

Baru-baru ini, laman SindoNews.com, 27/9/2020, mewartakan bahwa Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengajak Pemuda Muhammadiyah untuk membangun Indonesia sebagai negara Islami. Islami yang dimaksud adalah akhlak seperti jujur, demokratis, toleran, dan egaliter. Hal itu disampaikan Mahfud dalam sambutannya pada acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemuda Muhammadiyah yang digelar secara daring. 

Menurut Mahfud, negara Indonesia adalah inklusif, di mana semua perbedaan primordial digabung menjadi satu kesatuan Bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dia mengatakan Pemuda Muhammadiyah dalam level apapun dalam kehidupan bernegara harus terus berdakwah jalan tengah, tidak menjadi Islam yang ekstrem. Dia mengajak membangun Indonesia sebagai negara Islami. Bukan negara Islam, agar semua umat Islam di Indonesia dapat berkontribusi, masuk dari berbagai pintu. Jangan ekslusif," (SindoNews.com, 27/9/2020)

Pernyataan Menko Polhukam itu secara tersirat menegaskan bahwa sebenarnya sah-sah saja apapun bentuk sistem pemerintahannya, asalkan rakyatnya mengamalkan nilai-nilai Islam. Memiliki pemimpin non-muslim pun tidak masalah selama umat Islam masih bisa melakukan ibadah fardiyah seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Faktanya, ibu kota negara pernah dipimpin gubernur non-muslim. Akhlak yang baik, sifat jujur, demokratis dan menjunjung tinggi toleransi dianggap sudah mewakili nilai-nilai yang diajarkan Islam. 

Yang sangat disayangkan, pendapat tersebut sejalan dengan pengajar  International Business and International Affairs di George Washington University, Hossein Askari. Dia menobatkan Irlandia dan Selandia Baru sebagai negara paling Islami. Kedua negara tersebut dinilai dapat menerapkan ajaran Islam secara nyata sesuai pedoman Al Quran dan Hadist. Sementara pada tahun 2014 predikat serupa diraih oleh Irlandia dan berturut diikuti oleh negara non-Muslim lainnya seperti Kanada, Inggris, Australia bahkan Amerika Serikat.

Menyedihkan! Lalu di mana posisi negara Islam dengan populasi penduduk mayoritas Muslim? Pasalnya tidak ada satupun negara Islam yang menempati posisi 30 besar. Hanya Malaysia yang mampu berada pada posisi ke-33. Negara Timur Tengah yang menempati peringkat 48 adalah kuwait, sedangkan Arab Saudi ada posisi ke-91. Indonesia? Meski menjadi negara dengan populasi Muslim terbesar dunia, namun nyatanya Tanah Air hanya berada pada peringkat 140.

Wacana mengenai negara Islami bagi Indonesia kembali disuarakan. Sayangnya, yang melempar pemahaman sesat itu ke publik justru datang dari cendekiawan muslim. Menurut mereka ide tersebut merupakan jalan tengah. Pilihan negara Islami dipandang paling cocok untuk Indonesia yang plural.

Bagi kaum sekuler, ketidakselarasan pandangan terhadap agama dapat melahirkan kesalahan konsepsi sehingga berpotensi merusak demokrasi. Mereka sombong karena berpikir bahwa politik identitas berbasis agama tidak akan memenangkan kekuasaan politik di berbagai negara terutama Indonesia. Mereka menilai Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya. Oleh karena itu, harus menjunjung tinggi keberagaman dan pluralisme.

Memang, menghadapi orang-orang yang pikirannya terasuki paham sekuler haruslah sabar, telaten dan elegan. Karena mereka sangat egois, tutup mata dan telinga terhadap kebenaran. Padahal, pertimbangan seorang muslim mestinya bukan rasionalitas/hawa nafsu. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seorang muslim sejatinya menjadikan agama sebagai navigasi.

Kesalahan fatal mereka yang menafikan ayat-ayat Allah Swt. dan Hadis membuat mereka tidak paham bahwa Islam bukan sekadar agama, melainkan sistem hidup. Andai mereka mau merenungi nash-nash syariat, baik Al Quran maupun assunnah, mereka kelak akan mengerti bahwa Allah Swt. mewajibkan kaum Muslim membangun sebuah negara seperti yang dicontohkan Nabi Saw., yakni Kekhilafahan.

Walau dalam praktiknya setiap masa memiliki cara perjuangan yang berbeda, namunn metode yang digunakan sama. Yaitu sesuai thoriqoh dakwah nabi Saw. Rasulullah Saw. bersabda, yang artinya: “Akan ada masa kenabian di tengah-tengah kalian, atas kehendak Allah, ia akan tetap ada. Kemudian Dia mengakhirinya jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti metode kenabian.” (HR Ahmad).

Sejatinya aturan Islam harus diterapkan secara kaffah, bukan parsial seperti saat ini. Saat ini di belahan bumi manapun, tidak ada negeri yang menerapkan sistem Islam. Sehingga, umat seenaknya memilih syariat yang dianggap sesuai dengan keinginannya dan dirasa tidak memberatkan.

Namun sejarah membuktikan, ketika negara Islam tegak dalam bingkai syariat Islam, seluruh aturan Allah Swt. dan Rasul-Nya secara riil dan nyata diterapkan dan dilaksanakan secara sempurna tanpa terkecuali. Akhlakhul karimah dan kepribadian Islam mustahil terbentuk tanpa adanya peran negara yang menaungi dan mengontrol dengan kebijakan dan aturan hukum.

Jika kaum sekuler khawatir dengan eksistensi keberagaman yang ada di Indonesia. Sungguh, mereka buta sejarah. Faktanya, pada masa keemasan Khilafah saat itu, daulah melindungi semua warga negara tanpa terkecuali, baik yang muslim maupun non-muslim. Semua fasilitas kesehatan, pendidikan dan semua fasilitas umum diberikan gratis tanpa terkecuali. Penerapan Islam yang sempurna secara otomatis mendatangkan keberkahan, sehingga tidak perlu embel-embel "Islami", atmosfer kehidupan di sana aman  dan sejahtera.

Allah Swt. berfirman dalam Al Quran surat Al A'raf ayat 96, yang artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Jadi, poin utama dari perjuangan menegakan negara Islam bukanlah kemaslahatan. Melainkan, konsekuensi keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Sikap taat sebagai seorang Muslim dengan sendirinya menghadirkan sifat ikhlas dalam melaksanakan semua perintah Allah Swt. Apapun yang diberikan Allah Swt. akan senantiasa disyukuri. Pada akhirnya, tidak perlu lagi menghabiskan waktu dan tenaga untuk berdebat negara Islam atau negara Islami. Wallahualam

Posting Komentar untuk "Narasi Sesat Jalan Tengah Negara Islami"