Ust. Ismail Yusanto: Omnibus Law Wujud Kebijakan Salah Diagnosis, Salah Terapi, Dobel Kesalahan



Jakarta, Visi Muslim- Ustadz Ismail Yusanto mengkritisi tujuan dan sejumlah dampak dari Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang belakangan ini mengundang banyak kontroversi dan demonstrasi penolakan dari masyarakat luas. “Omnibus law ini terapi dari salah diagnosis, jadi diagnosisnya salah, terapinya juga salah, dobel kesalahan”, ujar Ustadz Ismail Yusanto pada acara webinar Diskusi Tokoh yang diselenggarakan oleh Rumah Inspirasi Perubahan, Senin malam 12 Oktober 2020.

“Kita sudah melihat bahwa undang-undang ini, ini hari sudah ditempatkan sebagai problem. Mustinya undang-undang itu sebagai salah satu solusi. Jadi undang-undang yang lahir kemudian menjadi problem itu menunjukkan adanya masalah”, kata Ustadz Ismail.

Beliau juga menilai seharusnya kebijakan yang dikeluarkan penguasa ditujukan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Khususnya para pekerja, pemerintah harus dapat mengayomi dan memberikan kesejahteraan pada mereka.

“Memang betul juga bahwa salah satu cara menciptakan lapangan pekerjaan adalah dengan membuka peluang usaha seluas mungkin. Karena kita tahu sederhananya setiap kali ada pembukaan usaha pasti butuh tenaga kerja, makin banyak usaha dibuka maka makin banyak tenaga kerja diperlukan. Tapi saya ingin mengingatkan bahwa kita semua punya kepentingan bukan hanya berhenti sampai di situ, bahwa orang itu bekerja. Lebih daripada itu, dia bekerja tapi apa pekerjaannya, diperlakukan seperti apa, apakah di sana ada kesejahteraan, perlakuan yang baik, atau tidak dan sebagainya”, lanjut Ustadz Ismail.

Ustadz Ismail juga mengingatkan masalah utama dalam dunia investasi di Indonesia adalah suburnya korupsi. Sayangnya penanganan terhadap budaya korupsi ini tidak ada peningkatan yang signifikan.

“Ada problem besar di negeri kita, dan problem itu bukan soal-soal yang diaddress oleh omnibus. Apa problem utamanya? Nomor satu korupsi, korupsi inilah yang membuat investasi itu kemudian jatuh menjadi investasi kualitas rendah, low quality. Low quality itu maksudnya investasinya besar tapi efek terhadap pertumbuhan itu kecil”, kata beliau.

“Kalau kita ingin investasi, investasi tidak ada masalah, buruh juga nggak ada masalah. Buruh itu kalau di dalam analisis hambatan investasi kenapa kok itu nomor problem 10. Artinya selama ini buruh kita selama ini tidak ada soal. Jadi kenapa kemudian yang diattack itu soal itu dalam omnibus law. Jadi jelas ini salah diagnosis, salah terapi, sementara yang membuat investasi tidak berjalan, tidak memberikan efek pertumbuhan ekonomi yaitu korupsi malah justru tidak ditangani secara semestinya”, sambung penuturan Ustadz Ismail.

Sudah saatnya umat kembali pada sistem dan hukum yang lahir dari akidah Islam, bukan dari sudut pandang kapitalisme yang rusak menurut Ustadz Ismail. “Ciri utama dari kapitalisme itu adalah greeding, seperti yang dikatakan Nabi kalau orang itu punya dua lembah emas maka dia ingin yang ketiga. Di situlah dengan optimasi sumber daya modal sedikit mungkin mencari untung sebanyaknya. Itu kan doktri ekonomi konvensional. Ini hari yang berjalan, kalau ini terus berjalan dan dibiarkan apalagi diperkuat dengan undang-undang.. Karena itu maka tidak boleh peraturan itu dikembalikan pada manusia, kalau menyangkut halal haram, benar salah, boleh dan tidak boleh itu secara syar’i itu harus dikembalikan pada ketentuan syariah, kepada wahyu. Sebab kalau tidak akan menjadi obyek permainan manusia. Peraturan dan undang-undang itu akan menjadi obyek jual beli“, tegas Ustadz Ismail di penghujung acara. []

Posting Komentar untuk "Ust. Ismail Yusanto: Omnibus Law Wujud Kebijakan Salah Diagnosis, Salah Terapi, Dobel Kesalahan"