Indonesia Warkop (Warung Korupsi)?




Oleh: Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Indonesia tercinta negeri yang kaya raya. Sumber Daya Alamnya melimpah. Sumber Daya Manusia nya tak bisa dipandang sebelah mata.

Namun sayang negeri ini dilanda banyak kasus korupsi. Sebuah media pernah menanyangkan bahwa jumlah kepala daerah yang tersangkut korupsi sebanyak 392 orang. “Tahun 2004–2017 terdapat 392 Kepala Daerah tersangkut hukum, jumlah terbesar adalah korupsi sejumlah 313 kasus,” kata Tjahjo (Mendagri kala itu) dalam Acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (JawaPos.com11/12/2017).

Miris! Selain itu, dari sisi ranking [peringkat], Indonesia ada di peringkat 3 sebagai negara terkorup di Asia. Menurut Jerry Massie, seorang peneliti pada Political and Public Policy dalam artikelnya berani memprediksi, Indonesia bisa berada di peringkat 1 di Asia pada 2021 atau 2022 jika negara tetap tidak mau turun tangan. (Rmol.id, 30/11/2020). Koruptor semakin banyak dan merasa nikmat terus memakan uang hasil keringat rakyat.

Sangat disayangkan negeri yang memiliki banyak kekayaan alam ini seharusnya mampu memakmurkan rakyatnya dan bisa mencegah bertambahnya kasus korupsi. Faktanya, korupsi sudah seperti atmosfer yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Di kantor, sekolah, dinas, perusahaan bahkan Ormas banyak ditemukan kasus korupsi.

Banyaknya kasus korupsi ini seolah-olah berhasil membuat opini umum bagi banyak kalangan bahwa korupsi sudah menjadi tradisi. Hal yang lumrah. Padahal semestinya korupsi dianggap setara dengan aksi terorisme tingkat tinggi.

Mengapa demikian? Karena kerusakan yang disebabkan oleh kejahatan korupsi sungguh besar. Salahsatu penyebab menderitanya rakyat adalah kasus korupsi.

Total uang yang dikorupsi sebenarnya jika diambil alih oleh negara sudah mencukupi untuk membayar utang luar negeri, membuka lapangan pekerjaan, dan memberikan layanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi rakyat.

Korupsi BLBI 2.000 T, Century 6,7 T, E-KTP 2,3T, dan masih banyak lagi. Kasus terbaru adalah ditangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi ekspor benih lobster.

Edy Prabowo diduga menerima suap Rp. 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS terkait izin ekspor benih lobster. Wakil ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, uang Rp. 3,4 miliar itu diterima Edhy dari pemegang PT Aero Citra Kargo Amri dan Ahmad Bahtiar melalui Ainul Faqih, Staf istri Edhy (Kompas.com, 26 November 2020).

Uang haram itu diduga digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis berbelanja pada 21 hingga 23 November 2020 di Honolulu, Amerika Serikat. Bahkan uang sejumlah Rp.750 juta diterimanya berupa barang seperti jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.

Kasus ini menggambarkan bahwa sekelas menteri pun bisa tergiur dengan kasus korupsi. Apalagi profesi yang lainnya. Koruptor semakin banyak dan merajalela karena sistem hukum demokrasi yang lemah.

Sanksi hukum yang ringan dan kontrol pencegahan yang lemah menunjukkan berapa lemahnya demokrasi dalam melindungi rakyat kecil. Ketika rakyat biasa yang melakukan aksi kriminal cepat diproses sedangkan para koruptor malah banyak yang bebas dari sentuhan hukum.

Misalnya Harun Masiku, Koruptor yang merupakan politisi asal partai Banteng hingga saat ini belum diketahui dimana rimbanya. Dia contoh koruptor yang dibekingi oleh kekuasaan dan dilindungi dalam alam demokrasi. Sudah melakukan kesalahan namun tidak dicari-cari lagi.

Ini berbeda dengan Ulama yang banyak dikriminalisasi. Jika sudah begini, korupsi menggunung, apa yang harus semua pihak lakukan?

Pemberantasan korupsi hanya bisa dilakukan dengan menegakkan sistem Islam Khilafah. Khilafah satu-satunya sistem yang teruji dan terbaik dalam memberantas korupsi.

Khalifah Umar bin Khattab ra pernah menerapkan perhitungan kekayaan awal dan akhir pejabat yang berhasil mencegah pejabat untuk melakukan korupsi. Jika ada kelebihan harta yang tidak wajar, pejabat yang bersangkutan akan dipanggil dan diinvestigasi.

Jika korupsi akan ditindak dengan sistem hukum Islam. Selain itu, pencegahan korupsi dilakukan dengan pemerataan ekonomi negara. Kekayaan dibagi secara merata, tidak dikuasai oleh kapitalis tertentu.

Rakyat pun makmur. Khalifah Umar bin Khattab ra mencontohkan hidup sederhana mengikuti jalan hidup Rasulullah SAW. Hasilnya para pejabat negara yang berada di bawah Khalifah pun hidup sederhana dan menjauhi korupsi.

Indonesia pun bisa makmur seperti Khilafah. Rakyatnya bisa bebas dari korupsi dan kemiskinan dengan catatan menginstal kembali sistem terbaik itu dalam segala sendi kehidupan negeri ini agar Allah SWT menurunkan anugerah-Nya di bumi pertiwi ini. []

Bumi Allah SWT, 3 Desember 2020



Posting Komentar untuk "Indonesia Warkop (Warung Korupsi)?"