Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menyoal Biaya Vaksinasi Covid-19



 

Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)


Hampir setahun pandemi menyapa dunia, termasuk negeri plus enam dua. Berbagai kebijakan untuk memutus rantai penyebaran sudah dilakukan, sayang kasus yang bertambah tak bisa dikendalikan. Apalagi saat new normal mulai diberlakukan, rakyat semakin abai dengan protokol kesehatan.

Sepanjang kasus positif yang terus melaju, harapan pada vaksin kian menderu. Baru-baru ini tersiar kabar vaksin sudah siap didistribusikan. Namun sayang, negara maju sudah mendahului memborong vaksin dengan harga cukup mahal.

Di negeri ini sudah ada wacana vaksinasi. Sesuai kepentingan sistem yang dijalani, ada kompensasi untuk vaksinasi. Namun masih dikaji karena ada gelombang protes dari sejumlah pihak agar tidak mengomersialkan vaksinasi.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebut 32 juta orang akan mendapat vaksinasi secara gratis dari pemerintah. Sementara 75 juta orang diminta melakukan vaksinasi lewat jalur mandiri alias berbayar.

Gagasan vaksinasi berbayar dan gratis ini kemudian mendapat penolakan dari sejumlah pakar dan publik. Mereka menilai bahwa negara harusnya memberikan vaksin gratis kepada semua warga karena dalam kondisi pandemi (CNNIndonesia.com, 16/12/2020).

Sudah jatuh tertimpa tangga pula, benar adanya pepatah itu. Saat ini rakyat sudah mengalaminya. Pandemi yang melanda cukup membuat rakyat menderita, kini sebagian besar rakyat diminta vaksinasi mandiri. Jika nanti jadi diterapkan, maka vaksin benar-benar barang komersial.

Hal wajar sebenarnya jika vaksin dijadikan barang komersial, mengingat sistem ekonomi dalam kehidupan menggunakan sistem kapitalisme, dimana konsep mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan meraih untung yang sebanyak-banyaknya.

Selain itu, sistem kapitalisme menggiring negara penganutnya untuk melepas tanggung jawab terhadap rakyat. Bahkan jika perlu subsidi untuk rakyat ditiadakan agar tidak merugikan negara. Rakyat jangan sampai menjadi beban negara agar negara tidak merugi.

Naas memang hidup di bawah sistem kapitalisme. Dimana hubungan negara dan rakyat dipandang layaknya hubungan dagang. Maka aktivitas urusan negara terhadap rakyat harus mendatangkan keuntungan, yakni dengan cara memberikan pelayanan pada rakyat ditukar dengan kompensasi harga atau tarif yang ditentukan. Jika demikian, jangan harap kebutuhan pokok rakyat akan dipenuhi, termasuk kebutuhan akan vaksin covid-19.

Pandangan kapitalisme ini bertentangan dengan sistem Islam yang berasal dari Allah Pencipta semesta alam. Negara yang menerapkan sistem Islam, yakni Khilafah Islamiyah akan menjamin kebutuhan pokok individu rakyat, termasuk urusan kesehatan. Apalagi di saat bencana melanda.

Alat kesehatan dan alat pelindung diri para medis menjadi tanggung jawab negara. Penelitian dan pengadaan obat juga dibiayai negara. Itu semua di luar gaji yang diberikan pada para medis.

Pelayanan cepat, mudah dan profesional akan diberikan secara optimal. Kholifah benar-benar akan memelihara urusan rakyat, terlebih saat ada bencana atau wabah. Kebutuhan pokok individu rakyat dipenuhi, muslim ataupun kafir dzimmi. 

Kebijakan saat terjadi wabah adalah karantina wilayah total. Tidak boleh ada warga keluar masuk secara bebas dari wilayah terdampak wabah agar mata rantai penyebaran tidak meluas. Rakyat baru diperbolehkan beraktivitas seperti sedia kala jika wabah benar-benar reda.

Rosulullah SAW sebagai kepala negara pernah melakukan karantina wilayah total saat terjadi wabah thoun. Beliau melarang warga terdampak wabah keluar wilayah dan melarang warga dari luar wilayah terdampak wabah untuk masuk. Sehingga dengan demikian penyebaran benar-benar bisa terpantau.

Selain itu, saat terjadi wabah, khilafah akan menyediakan obat-obatan, tabib terbaik dipekerjakan untuk mengatasi wabah. Semua dibiayai oleh negara. Biaya obat dan rumah sakit atau tenaga kesehatan tidak dibebankan kepada rakyat.

Adapun sumber dana yang digunakan khilafah untuk membiayai urusan rakyat bisa diambilkan di baitul mal. Dana bisa diambilkan dari pos pemasukan harta milik negara berasal dari fai', khoroj, jizyah, luqothoh, khumus, himma, dan zakat (hanya untuk 8 ashnaf). Sementara di baitul mal juga ada pos pemasukan harta milik umum, ini juga bisa diambil untuk fasilitas umum seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Jika dana di baitul mal tidak mencukupi atau kosong melompong, maka kholifah meminta para wali untuk mengirimkan bantuan. Jika masih belum mencukupi, kholifah boleh meminta sedekah kepada kaum muslim prioritas yang kaya. Jika belum juga mencukupi, kholifah bisa menerapkan pajak hanya pada kaum muslim yang kaya saja, pajak yang ditarik hanya sesuai jumlah yang dibutuhkan. Jika belum juga mencukupi, kholifah boleh berutang kepada kaum muslim yang kaya tanpa aqod riba, ini pun sesuai kebutuhan.

Demikianlah tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat, terutama saat terjadi kondisi wabah. Mekanisme pembiayaan ala khilafah tidak akan menyeret rakyat pada jurang derita yang berkepanjangan. Saatnya kaum muslim dan penguasa muslim kembali pada sistem Islam yang mulia.

Wallahu a'lam bish showab

Posting Komentar untuk "Menyoal Biaya Vaksinasi Covid-19"

close