Balada Limbah Batu Bara
Oleh: Afiyah Rasyad
Negeri penuh balada, arus kebijakan datang bergelombang tiada hentinya. UU Ciptaker yang menuai protes di mana-mana, kini berjalan sebagaimana tabiatnya. Kali ini turunan UU Cipta Kerja mengorbitkan penghapusan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar jenis limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Kategori FABA baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU Cipta Kerja. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Detiknews.com, 12/03/2021).
Sebagaimana keputusan investasi miras, keputusan tersebut juga menuai pro kontra. Wajar jika banyak masyarakat yang kecewa dan tidak rida dengan keputusan tersebut. Apalagi tingkat bahaya limbah batu bara bagi lingkungan dan masyarakat yang berada disekitaran PLTU batu bara sangat besar, bahkan berpotensi mencemari sungai dan laut yang menjadi pusat kehidupan masyarakat pesisir. Hal ini tentu akan merugikan para nelayan ataupun warga sekitar.
Keputusan yang diluncurkan melalui Perpres ini dikoreksi oleh sejumlah organisasi. Salah satunya Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang memberikan komentar terkait penghapusan FABA sebagai limbah B3. Koordinator Jatam Nasional Merah Johansyah dalam konferensi pers secara virtual Jumat (12/3/2021) mengatakan penghapusan FABA dari daftar B3 ini semakin banyak dampak negatif bagi masyarakat sekitar tambang maupun pembangkit listrik menggunakan energi batubara.
FABA memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan karena mengandung arsenik, merkuri, kromium, timbal, dan logam berat lainnya. Bahkan ahli kesehatan paru juga menyebut abu batu bara dapat menyebabkan penyakit disebut coal workers pneumoconiosis yang beresiko menimbulkan kematian. Jatam menilai, kebijakan Presiden Joko Widodo mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan kejahatan sistematis untuk masyarakat pesisir.
Adapun peneliti dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan "jalan pintas" yang diambil untuk melepaskan tanggung jawab pengolahan limbah FABA demi efisiensi biaya (BBC.com, 12/03/2021).
Jika memang demikian adanya, maka pemerintah mengorbitkan kebijakan yang terkesan condong pada investor. Sementara lingkungan dan keselamatan masyarakat tidak menjadi perhatian utama. Sungguh, aroma kapitalisme menguar dalam kebijakan tersebut. Penghapusan FABA tentu akan menggenjot produktivitas perusahaan listrik yang menggunakan batu bara. Perusahaan tersebut mendapat angin segar untuk ugal-ugalan produksi tanpa memperhatikan pembuangan limbahnya.
Keuntungan materi menjadi fokus perhatian pengusaha dan penguasa yang bertekuk lutut pada sistem ekonomi kapitalisme. Hal apa pun akan dilakukan demi mencapai keuntungan finansial yang fenomenal. Benarlah kiranya, kebijakan yang diberikan penguasa merupakan kompensasi atas biaya-biaya saat mereka akan meraih singgasana.
Hal itu bertentangan dengan sistem ekonomi Islam. Dalam kacapata syariat, batu bara merupakan barang tambang yang masuk dalam kategori api. Baginda Nabi Muhammad saw. menegaskan bahwa manusia berserikat dalam tiga hal: api, air, dan padang gembala. Maka, batu bara menjadi hak milik umum yang harus dikelola oleh negara. Sementara hasilnya didistribusikan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.
Dalam proses pengolahannya, mulai dari pengeboran hingga pendistribusian menjadi tanggung jawab khalifah. Negara mewajibkan khalifah untuk memperhatikan kelestarian lingkungan dan keselamatan nyawa manusia.
Islam menjadikan kepemimpinan (khalifah) sebagai junnah atau perisai dan raa’in pengurus rakyat yang melindungi dan melayani umat. Rasulullah saw. bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Nabi Muhammad saw. bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Oleh karena itu, pendirian perusahaan harus jauh dari pemukiman, saluran limbahnya tak melewati atau menyentuh lingkungan yang menjadi tempat penduduk beraktivitas. Selain itu, industri yang dikelola tidak ugal-ugalan semata mengejar keuntungan finansial, namun keamanan dan keselamatan rakyat menjadi prioritas utama.
Wallahu’alam bishowab
Posting Komentar untuk "Balada Limbah Batu Bara"