Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kapitalisasi food Estate, Merusak Ekologi Gambut



Oleh: Alfisyah S.Pd (Guru dan Pegiat Literasi Islam)


Sebuah program food estate kini disoroti para ahli. Sudahlah aroma kapitalisasinya kental menimbulkan mudarat pula. Inilah jika solusi yang diambil untuk atasi masalah tidak bersumber dari pemilik alam. Nampak bocor sana sini selayaknya solusi yang tambal sulam. Berlubang terus dan menimbulkan masalah baru.

Lahan proyek food estate yang berada di Kalimantan Tengah untuk penanaman singkong sebagai produk andalan menuai kontroversi para ahli tanah. Pasalnya lahan gambut itu bukanlah lahan yang baik untuk tanaman pangan. Gambut dengan kondisi sangat asam dan berisikan asam sulfat yang tinggi sudah terbukti gagal untuk dijadikan lahan tanaman padi. Jika bisa hasilnya hanya  2 ton per hektare. Untuk padi saja sangat sedikit apalagi jika yang ditanami itu singkong. Ekosistem gambut pun akan rusak sebab alih fungsi lahan yang tidak tepat karena gambut cendrung rusak tidak bisa menahan air jika ditanami pangan. Bahkan gambut rentan terbakar karena kering setelah ditanami pangan. Jadi benarlah jika sang pencipta itu menciptakan sesuatu sesuai dengan kadar nya (khasiat) benda masing-masing).Jika dia dialihfungsikan tanpa mengetahui khasiatnya tentu kerusakan alamlah yang terjadi. Peluang kebakaran hutan melebar dan banjir sampai di pemukiman tak terelakkan.

Pendapat lahan gambut ini tidak cocok untuk tanaman pangan diutarakan oleh guru besar IPB 

Prof. Dwi Andreas Santoso. Beliau menganggapnya sebagai program food estate yang mengabaikan Kaidah ilmiah Alam (republika.co.id, 20/09/20)

Terbayanglah oleh kita lahan seluas 30 ribu hektare pada 2021 ini sangat luas. Keluasan lahan ini jika dibiarkan untuk lahan pertanian akan menimbulkan bahaya yang amat besar.Tentu pemetaan tanah dan lahan sangat penting untuk menjadi pertimbangan. Pendapat para ahli harus didengar kali ini jika ingin menghindari bahsya yang lebih besar lagi. Pemetaan lahan yang tidak mengindahkan struktur dan ekologi tanah akibat dari sistem kapitalis yang mengedepankan manfaat untuk para cukong. Bukan kemaslahatan rakyat yang menjadi pertimbangan. Wajarlah sistem kapitalis ini memang diperuntukkan untuk para kapital yang telah mensponsori penguasa dalam pemilihan mereka. 

Padahal sistem yang benar itu ada dalam urusan ketahanan pangan. 

Sistem itu sangat solutif karena menempatkan kemaslahatan masyarakat di atas kepentingan golongan. Dalam konsep syariah misalnya 

 Upaya ketahanan pangan dilakukan dengan jalan pemanfaatan seluruh lahan berdasarkan proses intensifikasi,ekstensifikasi,pemetaan lahan yang tepat dan sesuai dampak  ekologinya dan berbasis pelayanan. Artinya secanggih apapun alat,teknologi, dan benih serta pupuk jika tidak ditopang oleh negara akan menghantarkan pada kapitalisasi pertanian. Mindset negara sebagai pelayan masyarakat itulah yang mencirikan khasnya pertanian berbasis syariah. 

Bagaimanapun baiknya pertanian yg berbasis kapital arahnya menuju pada terkumpulnya hasil pertanian  di tangan pemilik modal. Food estate yang diperuntukkan untuk masyarakat pun rentan dikuasai kapital. Tetap petani tidak sejahtera juga. Sumatera Utara misalnya, itu ada 8 perusahan bidang pertanian yang tertarik untuk investasi menanam kentang,bawang merah dan bawang putih. Lagi- lagi bukan masyarakat yang sejahtera, sebab keuntungan dari program ini pun dikuasai para investor itu. Tentu tak ada makan siang yang gratis dari proyek manapun di dalam negara yang berbasis kapitalis sekuler. 

Jika ingin pemerintah mandiri dan tanpa dominasi kapital berkecimpung dalam proyek apapun di suatu negara, tentu sistemnya bukanlah sistem kapitalis. Hanya politik pertanian berbasis syariah sajslah yang menjadikan pemerintah sebagai satu-satunya pengelola pertanian tanpa campur tangan pihak lain. 

Jadi pengelolaan kepemilikan negara yang berupa lahan terlantar tetap harus memperhatikan dampak ekologisnya pada lingkungan sekitarnya.Pengaturan lahan pertanian yang tidak boleh diberikan konsensinya pada korporasi hanya ada dalam syariah Islam. Semua itu agar masyarakat memiliki pekerjaan(mengurangi pengangguran) dan agar tanah terkelola merata. Tidak dikuasai oleh sekelompok orang yang mendapatkan ijin secara curang. 

Dalam hal ini jika seseorang yang punya lahan namun tidak punya dana untuk mengelola akan dibantu oleh negara melalui dewan pos atho'(subsidi) agar mampu memiliki benih,pupuk,alat pertanian tercanggih hingga pemasarannya. Harga hasil pertanian pun tidak akan anjlok karena hasil panen melimpah ruah. 

Distribusi hasil pertanian oleh negara menjadi sesuatu yang penting agar komoditas psngan tidak mahal dan langka di satu wilayah. Infrastruktur juga tetap harus satu dan disiapkan agar  proses pengiriman hasil pertanian tiba tepat pada waktunya sehingga tidak busuk.

Harga komoditipun terkontrol stabil meskipun wilayah itu tidak panen komoditi tersebut. 

Kebijakan memotong hewan milik negara untuk dibagikan gratis pada masyarakat sangat perlu di saat yang benar- benar kekurangan. Ini pernah dilakukan umar saat menjabat sebagai kepala negara Penangkapan ikan besar di laut untuk masyarakat juga sangat dibutuhkan sebab terjadi malnutrisi protein saat masyarakat kelaparan karena harga  ikan yang mahal melambung. Artinya komoditas yang disiapkan bukan hanya karbohidrat, tetapi juga sumber lemak,protein dan mineral. Ketersediaan pangan yang cukup secara kualitas dan kuantitas mesti dipertimbangkan sehingga tidak kekurangan gizi, malnutrisi dan kurang gizi yang menyebabkan stunting. Kasus kelaparan dunia pun tak harus dengan solusi food estate yang kapitalistik, cukup dengan mengganti sistem politik pertaniannya yang membela masyarakat agar sehat jiwa dan raganya.

Oleh karena itu kebijakan food estate ini hanya gawean yang gagal. Aroma kapitalistiknya sungguh terasa dari jarak terjauh sekalipun.

 Aroma busuk perselingkuhan penguasa dan pengusaha. Sudah saatnya kembali pada politik pertanian yang manusiawi yakni yang berbasis syariah Islam.wallahu a'lam.

Posting Komentar untuk "Kapitalisasi food Estate, Merusak Ekologi Gambut"

close