E-KTP bagi Tr4ns63nde3r Bikin Blunder
Oleh : Habiba Mufida (Paktisi Kesehatan dan Pemerhati Kebijakan Publik)
Gerakan L687 (Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender) di Indonesia nampak terus mengalami perkembangan. Bahkan gerakan ini mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan, baik dari organisasi pemerintahan ataupun organisasi masyarakat. Dukungan media pun sudah sejak lama diketahui cukup besar, mulai dari Facebook, WhatsApp, Line, dll. Termasuk lembaga internasional semisal USAID, AusAID, UNAIDS, dan UNFPA yang cukup memberikan dana besar bagi gerakan ini.
Hal tersebut sebagaimana disebutkan di dalam 64 laporan Hidup sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional Indonesia), yang merupakan hasil dialog dan dokumentasi Komunitas LGBT Nasional Indonesia pada tanggal 13-14 Juni 2013 di Bali sebagai bagian dari prakarsa “Being LGBT in Asia” oleh UNDP dan USAID. Perjuangan untuk bisa diterima oleh masyarakat dan legal di mata hukum pun terus diupayakan. Sebagaimana di berbagai negara barat sudah melegalkan pernikahan sesama jenis bahkan hal tersebut sudah dianggap hal yang biasa.
Bagaimana di Indonesia? Terakhir, Ada wacana dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang pembuatan KTP elektronik (e-KTP) untuk tr4ns6ender. Hal tersebut disampaikan melalui rapat virtual Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri dengan Perkumpulan Suara Kita. Setelah sebelumnya Kemendagri telah melakukan keterangan Pers Pusat Penerangan kementrian Dalam Negeri pada Sabtu 24 April 2021. ( tempo.com, 25/04/2021)
Tentu saja wacana ini menyebabkan paradoks di tengah masyarakat. Mereka yang pro menyatakan bahwa kebijakan ini sangat penting untuk meminimalisir adanya diskriminasi bagi kaum tr4ns6ender. Sebagaimana dinyatakan oleh Direktur Riset Setara Institute, Halili Hasan, menilai pembuatan e-KTP bagi tr4ns6ender dapat meminimalisasi diskriminasi terhadap mereka, terutama dalam pelayanan hak dan akses mereka terhadap layanan publik. Untuk jangka panjang, pilihan gender pada e-KTP perlu terobosan lain. Misalnya, dengan opsi-opsi yang juga digunakan di negara lain seperti “Tidak Disebutkan”. (tempo.co, 26/04/2021)
Di sisi lain, muncul berbagai kritikan. Antara lain dari Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdul Rachman Thaha. Menurutnya, rencana itu akan berdampak besar bagi masyarakat karena berpotensi mengarah kepada upaya pengesahan gender nonbiner bagi kaum L98T. Selain itu, bisa saja dimanfaatkan para pelakunya sebagai bahan pengakuan dan alat propaganda ide-ide L98T hingga alat kampanye, bahwa menjadi tr4ns6ender di Indonesia sudah dianggap bukan lagi masalah. (tempo.co, 27/04/2021)
Secara jelas, negara ini hanya mengakui dua jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan, sebagaimana kodrat penciptaan manusia. Di sisi lain, dalam Pasal 64 UU Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Di dalam pasal ini menyatakan bahwa semua warga Negara Indonesia (WNI) harus didata, sehingga mereka semua memiliki E-KTP dan Kartu Keluarga (KK). Dengan demikian, mereka akan bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik. Hal ini sudah menjadi kewajiban negara di dalam hal administrasi kependudukan dan pendataan rakyat sipil. Maka seharusnya, bukan menjadi masalah baru bagi siapa saja untuk mendapatkan e-KTP, termasuk bagi mereka tr4ns9ender.
Per definisi, tr4ns9ender adalah seseorang yang identitas gendernya berbeda dari jenis kelamin biologisnya. Secara fakta, jenis kelamin biologis manusia tetaplah laki-laki dan perempuan. Bahkan dalam kondisi tertentu, ketika ada bayi yang terlahir dengan memiliki dua alat kelamin, di mana hal ini disebabkan oleh faktor kongenital. Pada perkembangan-nya para ahli medis bisa menentukan mereka secara kuat ke satu jenis kelamin. Hal ini berdasarkan, kecenderungan berbagai faktor dalam tubuh yang lebih dominan mengarah ke mana. Jadi, sebenarnya manusia itu hanya ada perempuan dan laki-laki. Pastinya, yang diakui adalah yang sesuai dengan kondisi biologis ketika dia dilahirkan.
Maka, bagi mereka tr4ns9ender juga bisa dilakukan pendataan dengan baik sesuai dengan jenis kelaminnya. Hanya saja, yang menjadi catatan adalah, bagaimana bisa negeri yang mayoritas muslim ini semakin lama, justru semakin berkembang perilaku tr4ns9ender yang menjadi bagian dari ide L98T. Padahal sejatinya L98T tidak sesuai dengan ajaran agama. Dahulu perilaku ini dianggap tabu, kenapa sekarang justru ingin dilegalkan. Padahal berbagai kisah menggambarkan secara nyata akibat perilaku menyimpang ini. Sebagaimana kaum Nabi Luth yang telah dihancurkan oleh Allah SWT akibat perilaku keji dan dosa ini.
Allah Swt. berfirman, “(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’” (QS Al-A’raf: 80). Di ayat selanjutnya, Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS Al-A’raf: 81)
Selain disebut fahisyah, perilaku kaum Nabi Luth as. juga disebut sebagai khaba’its, bentuk jamak dari khabitsah. “Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan-perbuatan khabits (khaba’its). Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik.” (QS Al-Anbiya’ [21]: 74)
Maka sejatinya, L68T termasuk di dalamnya adalah tr4ns9ender bukanlah hal yang dibenarkan, bahkan sangat mengkhawatirkan akan datangnya azab Allah SWT. Na'udzubillahi min dzalik. Namun telah menjadi blunder. Kini atas nama hak asasi manusia, perilaku ini justru dianggap biasa bahkan dilegalkan dan diberikan fasilitas. Padahal telah nyata kerusakan yang diakibatkan. Mulai dari rusaknya tatanan sosial hingga merebaknya penyakit menular seksual yang mematikan.
Bahkan, berdasarkan data terbaru "94y" kini telah menyumbang porsi terbesar bagi penambahan prevalensi HIV/AIDS. Beginilah kerusakan yang terjadi akibat agama telah dibuang karena penerapan kapitalisme-sekuler. Kerusakan demi kerusakan pun tak bisa dihindarkan. Seharusnya umat muslim menyadari dan berupaya mencegah berkembangnya gerakan ini. Sangat dikhawatirkan, jika perilaku fasik dan dosa ini menyebabkan datangnya azab Allah SWT. Na'udzubillahi min dzalik. RasulullahSAW bersabda: “Allah telah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth”. (HR Ahmad).
Sacara faktual, kondisi mereka sebenarnya juga bisa diberikan terapi. Tentunya terapi ini membutuhkan sebuah sistem yang komprehensif. Islam memiliki solusi tersebut untuk mencegah merebaknya L68T ini. Baik yang bersifat preventif (pencegahan) ataupun kuratif(terapi/pengobatan). Secara preventif, negara memiliki kewajiban untuk membina rakyatnya dengan keimanan dan ketakwaan sehingga mereka senantiasa menjaga diri dari segala bentuk kemaksiatan.
Negara akan memahamkan umat agar senantiasa terikat dengan hukum syara’. Serta menjadikan standar perbuatan bukan manfaat dan kebebasan melainkan halal dan haram. Di samping itu negara harus menerapkan aturan yang mampu melindungi akal, jiwa dan harta rakyatnya. Serta menjaga akidah umat Islam agar senantiasa berada dalam bingkai aturan Islam. Semuanya termaktub di dalam sistem pendidikan, sistem sosial, sistem media, dan sistem politik-ekonomi yang semua terlahir dari asas aqidah Islam. Berikut pembinaan keluarga untuk bisa mendidik anak-anak sesuai dengan kodratnya. Bukan menelantarkan anak sebagaimana terjadi pada keluarga di era kapitalisme sekuler saat ini.
Secara kuratif, adanya aturan yang jelas dan tegas akan membuat efek jera bagi para pelaku kemaksiatan. Hukuman mati bagi pelaku L68T akan membuat masyarakat jera. Sehingga mampu menghilangkan dan memutus mata rantai L68T di tengah-tengah masyarakat. Di sinilah pentingnya penerapan hukum-hukum Allah secara menyeluruh. Hadits riwayat Ibn Abbas : “Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelakunya (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi)”. (HR Abu Dawud, Ibn Majah, At Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi).
Adapun jika pelaku masih tergolong awal dan belum sampai pada tahap hubungan seksual, maka pencegahannya dengan cara pembinaan secara intensif. Karena sejatinya dari sisi medis, gangguan kecenderungan seksual adalah gangguan yang bisa diterapi dan disembuhkan secara total. Dengan mengarahkah pola pikir dan pola sikap mereka berdasar aqidah mereka. Sehingga mereka akan memahami hakikat kehidupan. Demikianlah solusi komprehensif yang ditawarkan syariat Islam. Wallahu a’lam bish-shawab. []
Posting Komentar untuk "E-KTP bagi Tr4ns63nde3r Bikin Blunder"