Retorika Kosong Membela Palestina



Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 


Pada Rabu (12/5), Presiden Erdogan mengajak Presiden Rusia, Vladimir Putin, untuk memberikan 'tindakan keras' kepada Israel atas tindakannya terhadap Palestina. Lebih lanjut, Erdogan melalui sambungan telepon meminta agar Dewan Keamanan PBB menurunkan pasukan khusus guna melindungi Palestina. PBB harus memberikan resolusi yang keras pada Israel, imbuhnya. 

Sebagaimana diberitakan bahwa Israel melakukan penyerangan terhadap warga Palestina. Hingga tanggal 13/5, tercatat korban sipil Palestina adalah sekitar 80 orang lebih menjadi korban meninggal dunia oleh serangan Israel. Sementara itu ada sekitar 480 orang mengalami luka-luka.

Tentunya sepak terjang Israel sedemikian tidak dapat dibiarkan. Hanya saja yang menjadi pertanyaan, mengapa Erdogan justru berharap kepada penguasa negara Kafir seperti Putin, apalagi berharap kepada PBB?

Secara logika hal demikian bukanlah solusi bagi krisis Palestina. Apakah penguasa-penguasa yang ada saat ini mampu untuk tidak hanya mencukupkan diri dengan kecaman? Tidak, mereka tidak mampu. Mereka hanya bisa mengecam. Dan aksi brutal Israel terus berlanjut dan berulang. Mereka memenjarakan tentaranya agar tidak menolong saudara muslimnya. Jika penguasa muslim saja demikian, di mana logikanya penguasa kafir akan menolong kaum muslimin?? 

Turki sendiri di tahun 1949, mengakui Israel sebagai sebuah negara. Walaupun hubungan Turki-Israel mengalami pasang surut. Pernah putus hubungan diplomatik Turki-Israel pasca serangan Israel yang menewaskan 10 awak kapal Turki. Setelah itu Erdogan dan Netanyahu seringkali saling melemparkan pernyataan-pernyataan pedas. 

Tahun kemarin, Turki berniat memperbaiki hubungannya dengan Israel. Bahkan hubungan perdagangan ekonomi Turki-Israel mengalami peningkatan.

Pada Desember 2020, volume ekspor Turki ke Israel meroket mencapai Rp 6,9 Trilyun. Meningkat lagi pada Februari 2021, nilai ekspor Turki mencapai Rp 6,1 trilyun. Artinya belum genap setahun, peningkatan ekspor Turki sedemikian besar. Hal demikian lantas menjadikan Israel sebagai mitra bisnis terbesar Turki mengalahkan Indonesia dan Arab Saudi.

Coba kita memperhatikan, di tengah aksi brutal Israel kepada Palestina, Turki tetap melakukan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Israel. Bisnis tetap berjalan di tengah derita dan air mata kaum muslimin Palestina. Bahkan The Jerusalem Post melangsir bahwa volume ekspor Turki ke Israel mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir.

Presiden Erdogan dan penguasa-penguasa muslim lainnya tidak pernah serius membela Palestina. Mereka tidak pernah mengirimkan tentara guna menghentikan Israel. Retorika mereka kosong dari pembelaan nyata kepada kaum muslimin.

Anehnya, justru para penguasa tersebut meminta bantuan pada PBB. Berbagai macam resolusi PBB tidak pernah diindahkan oleh Israel. Israel terus membabi buta. Negara-negara pemegang hak veto tidak pernah menurunkan tentara guna menghukum Israel. PBB tidak layak menjadi sandaran nasib kaum muslimin. Mereka justru berpesta pora di atas penderitaan kaum muslimin. Di manakah itu solusi 2 negara yang hidup berdampingan? Yang ada Israel terus merampas tanah-tanah Palestina hingga tidak tersisa lagi tanah Palestina kecuali semuanya dikuasai Israel.

Oleh karena itu, tidak patut bagi kaum muslimin meminta pertolongan dari bangsa-bangsa kafir serta semua komunitas internasional yang didirikannya. Semuanya menginginkan kaum muslimin tetap dalam kendalinya. Mereka sadar bila Khilafah itu berhasil ditegakkan, tentunya imperialismenya di dunia Islam akan segera berakhir. Israel adalah penyakit yang dicangkokan di jantung umat Islam guna menyibukkan umat Islam dengan solusi-solusi kemanusiaan berupa bantuan obat-obatan dan makanan. Kaum muslimin teralienasi dari solusi hakiki atas krisis Palestina yakni Khilafah. 

Allah SWT sudah mengingatkan dalam firman-Nya berikut ini. 

ياايها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى اولياء بعضهم اولياء بعض.. 

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai penolong. Sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian lainnya (QS al-maidah ayat 51).

Bukankah para penguasa muslim itu sudah menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong? Bahkan mereka semua bekerjasama dalam menjaga Demokrasi. Mereka tidak pernah mengambil solusi Islam dengan menghancurkan entitas Israel. Bukankah ini semua termasuk pengkhianatan kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin?

Menyelesaikan krisis Palestina membutuhkan sosok-sosok penguasa seperti Sultan Abdul Hamid II. Di depan pentolan Zionis, Hertzl, Sultan menegaskan bahwa selama beliau masih hidup, Israel tidak akan bisa menguasai tanah Palestina barang sejengkalpun. Selanjutnya, beliau menyatakan bahwa Israel akan bisa menguasai Palestina tatkala mereka berhasil menghapus keKhilafahan.

Jadi solusi tuntas atas krisis Palestina-Israel adalah dengan tegaknya Khilafah. Khilafah untuk kedua kalinya akan menghukum keras Israel. Pasukan Islam akan menghancurkan entitas Israel. 

Walhasil retorika yang dibangun guna menyelesaikan krisis Palestina adalah seruan agar kaum muslimin bersegera bahu-membahu membangun kembali institusi Khilafah Islamiyyah. Di bawah komando Sang Kholifah, api jihad menjadi berkobar-kobar menghanguskan Israel. 

Posting Komentar untuk "Retorika Kosong Membela Palestina"