Lihat Ganasnya Corona Di Indonesia WHO Aja Gemeteran



Jakarta, Visi Muslim-  Meroketnya kasus Covid-19 di Indonesia saat ini mendapat sorotan langsung Organisasi Kesehatan Dunia alias World Health Organization (WHO). WHO ikut cemas, waswas, khawatir dan gemeteran melihat begitu banyaknya pasien yang terpapar. Agar lonjakan kasus bisa ditangani, WHO meminta Pemerintah Indonesia segera memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kekhawatiran WHO terhadap kondisi Corona di Indonesia disampaikan dalam sebuah laporan khusus. Laporan WHO kemudian dikutip Associated Press, kemarin. Dalam laporan itu, WHO mengulas lonjakan kasus Covid-19 di berbagai daerah dalam sepuluh hari terakhir, terutama lonjakan yang paling tinggi di Kudus, Bangkalan, dan DKI Jakarta.

Menurut WHO, penambahan kasus Covid-19 secara nasional yang naik rata-rata 23 persen ini harus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi ditemukan 3 virus Corona varian baru, termasuk varian Delta, di sejumlah daerah. Varian Delta yang pertama kali ditemukan di India ini menambah kekhawatiran, soalnya lebih cepat menular dan lebih mematikan.

"Dengan meningkatnya penularan karena variant of concern (varian yang perlu diwaspadai), diperlukan tindakan segera untuk mengatasi situasi di banyak provinsi,” tulis WHO.

Menghadapi situasi ini, WHO mengingatkan, yang harus jadi perhatian utama pemerintah adalah mengatasi lonjakan keterisian tempat tidur alias Bed Occupancy Ratio (BOR) bagi pasien Covid-19.

"Peningkatan drastis tingkat hunian tempat tidur di Indonesia menjadi perhatian utama dan memerlukan penerapan langkah-langkah kesehatan dan sosial masyarakat yang lebih ketat, termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar," WHO kasih saran.

Kekhawatiran WHO atas kondisi di Indonesia itu tampaknya tak berlebihan. Dalam sepuluh hari terakhir ini, penyebaran virus Corona di Tanah Air sudah genting. Kenaikannya berkali-kali lipat. Kemarin, jumlah kasus positif bertambah 12.990 orang. Dengan tambahan itu, total kasus Covid-19 sudah menyentuh 1.963.266 kasus. Dari angka tersebut, kasus aktif sebanyak 130.096.

Ada yang lebih genting dari penambahan kasus positif, yaitu tingkat BOR yang naik drastis. Tanda-tanda fasilitas kesehatan akan kolaps semakin nyata. Antrean pasien mengular masuk RS, belum lagi pasien yang ditolak karena RS penuh.

Di banyak daerah, seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat, tingkat BOR sudah menunjukkan sinyal bahaya. Di Jawa Barat, secara umum tingkat BOR sudah mencapai 79,34 persen alias telah terisi 11.526 pasien inap dari total 14.528 tempat.

Kalau dilihat lebih detail, angkanya lebih memprihatinkan. Soalnya, menurut data Pusat Koordinasi dan Informasi Covid-19 Jabar (Pikobar), tingkat keterisian 45 rumah sakit rujukan Covid-19 sudah tembus 100 persen. Bahkan, enam rumah sakit di antaranya sudah lebih dari 100 persen.

Melihat kondisi ini, wajar banyak pihak meminta pemerintah segera memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Teranyar, permintaan itu disampaikan lima organisasi profesi kedokteran, yaitu Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN). Mereka meminta pemerintah bertindak cepat mengatasi lonjakan Covid-19, sebab rumah sakit sudah menuju kolaps.

Ketua PDPI, Agus Dwi Susanto menilai, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tidak mampu mengendalikan lonjakan kasus Covid-19. Ia pun meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan itu.

"PPKM Mikro, saya rasa kurang tepat. Lebih pas PPKM seperti awal Januari lalu, atau bahkan PSBB seperti tahun lalu. Itu akan lebih kuat dampaknya mengurangi transmisi di populasi," kata Agus, dalam jumpa pers virtual, kemarin.

Ratusan orang yang tergabung dalam Lapor Covid-19 dan segenap kelompok masyarakat sipil lain, ikut menyerukan permintaan serupa, melalui petisi online. Sampai tadi malam, petisi itu sudah diteken lebih dari 200 orang. Mereka meminta pemerintah fokus pada aspek kesehatan sebelum sistem kesehatan dan rakyat kolaps.

Lalu, bagaimana tanggapan pemerintah? Sampai kemarin, pemerintah belum mau menarik rem darurat. Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, mengatakan, Presiden Jokowi lebih memilih menerapkan PPKM Mikro untuk menekan dan mengatasi kenaikan kasus di beberapa daerah. "PPKM Mikro lebih efektif secara empiris. Pilihannya, PPKM Mikro," tegas Fadjroel, kemarin.

Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry B Harmadi khawatir kebijakan PSBB berdampak buruk pada ekonomi. “Jangan seperti kita mau menangkap tikus, tapi lumbung padinya dibom, itu bisa berdampak semua,” kata Harry. [] rm.id

Posting Komentar untuk "Lihat Ganasnya Corona Di Indonesia WHO Aja Gemeteran"