Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Baliho yang Tak Menuai Simpati



Oleh : Emmy Emmalya (Sahabat Visi Muslim Media) 


Pemilu 2024 masih jauh tapi perang baliho sudah terjadi dan marak, mulai dari Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Demokrat AHY, Ketum PKB Muhaimin Iskandar hingga Ketum Ketua DPR Puan Maharani berlomba pasang baliho.

Mereka berlomba-lomba untuk menarik perhatian rakyat agar di pemilu 2024 nanti rakyat memilih mereka. Lalu yang menjadi pertanyaan apakah dengan memasang baliho otomatis rakyat akan memilih mereka ? Di tengah kondisi saat ini, dimana banyak kasus melibatkan penjabat negara yang melukai hati rakyat dengan berbagai kebijakan yang diberlakukan.

Dari segi komunikasi massa, baliho memang memiliki keunggulan tersendiri dalam menyampaikan pesan, apalagi jika baliho itu diletakkan di tempat strategis yang banyak dilalui orang.

Menurut Pakar Komunikasi UI Firman Kurniawan Sujono, jika terjadi perang baliho antar politikus maka yang akan terjadi adalah kejenuhan pada masyarakat. Pesan yang ingin disampaikan malah tidak sampai dan masyarakat malah menolak pesan yang disampaikan (detiknews, 5/8/21).

Terlepas dari itu semua, yang harus dijadikan fokus perhatian, adalah apakah kerja partai politik hanya menebar pesona dan janji manis saja tanpa ada satupun yang terealisasi. 

Di tengah masyarakat sedang diuji dengan dampak yang ditimbulkan pandemi covid-19, para politisi ini seakan tak peka dan tak tahu malu berebut simpati rakyat demi memperebutkan kursi kekuasaan. 

Bukan simpati yang didapat malah cacian dan protes dari rakyat karena mereka menilai sosok politisi itu tak memiliki kepekaan dan empati sama sekali. 

Rakyat mulai jenuh dan bosan dengan kebijakan yang terus menerus berubah. jenuh dibohongi dengan janji-janji manis yang hingga saat ini tak ada satupun yang menjadi kenyataan.

Inilah potret partai politik dalam sistem demokrasi kapitalis, mereka berlomba-lomba ingin menjadi anggota partai agar bisa mendulang kekayaan dan ketenaran. Tak ada satupun tujuannya untuk mensejahterakan rakyat. 

Mereka yang ingin menjadi anggota partai yang nantinya akan menduduki kursi kekuasaan akan rela mengeluarkan dana besar untuk mencapai tujuan tersebut.

Inilah yang menyebabkan munculnya politik balas budi yang nantinya akan mempengaruhi arah kebijakan politik negara dalam menetapkan kebijakan-kebijakannya. 

Berbeda dengan sistem Islam, keberadaan partai politik itu adalah untuk mengontrol negara dalam pelaksanaan hukum-hukum syariat dan melakukan muhasabah terhadap penguasa ketika terjadi pelanggaran dalam hukum syara. Bukan menjadi patner dalam menyengsarakan kehidupan rakyat. 

Keberadaan Partai politik dalam Islam itu sendiri dalam rangka menyambut seruan Allah dalam Al-Qur'an surat Ali-Imran ayat 104 ;

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."

(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 104)

Ayat yang mulia ini merupakan seruan yang sangat jelas kepada umat Islam untuk membentuk suatu jama’ah, kelompok dakwah atau sebuah partai politik Islam, sekaligus membatasi aktivitasnya ke dalam dua kegiatan:

Pertama, berdakwah kepada Islam (terhadap pengikut agama lain)

Kedua, melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar di tengah-tengah kaum Muslimin.

Islam mengharuskan adanya kelompok atau jama'ah dan partai politik sepanjang masa. Partai politik ini akan bertugas untuk mengingatkan penguasa ketika terjadi penerapan kebijakan yang bertentangan dengan hukum syara. 

Jika tidak ada institusi negara Islam seperti halnya saat ini, maka dalam hal ini terdapat dalil lain yang tetap mewajibkan adanya partai politik. Hal ini berdasarkan pada kaidah syara’ yang mengatakan:

“Apabila suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan itu menjadi wajib hukumnya”.

(Al Muwafaqaat, Imam Asy Syathibi, Jilid II, hal. 394).

Karena negara Islam tidak mungkin bisa tegak tanpa adanya suatu gerakan Islam atau partai politik yang berjuang untuk menegakkannya.

Oleh karena itu keberadaan kelompok dakwah berupa partai politik sangat penting karena berfungsi sebagai wadah yang akan memperjuangkan tegaknya syariat Islam di muka bumi ini. Wallahu’alam bishowab. 

Posting Komentar untuk "Baliho yang Tak Menuai Simpati"

close