Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ingin Merdeka Tanpa Tapi




Oleh: Aji Salam (ASSALIM Jatim)


Negeri ini sudah 76 tahun merdeka. Namun faktanya, negeri ini masih terjajah. Pada masa penjajahan dulu kekayaan negeri ini dieksploitasi untuk kesejahteraan penjajah. Hal yang sama masih terjadi saat ini. Kekayaan negeri ini dikuras untuk kemakmuran pihak asing. 

Penjajahan secara bebas bisa diartikan sebagai upaya sebuah bangsa menguasai bangsa lain untuk kepentingan sendiri. Menguasai di sini tidak mesti harus seperti penjajahan gaya lama, yaitu menduduki sebuah wilayah bangsa lain secara fisik; bisa juga menguasai secara non fisik. Inilah strategi penjajahan gaya baru saat ini, misalnya dengan kekuatan ekonomi, ideologi, dan sebagainya. Jadi, kalau kita mau menganalisis apakah sebuah negara masih terjajah atau sudah merdeka, lihat saja apakah negara tersebut memiliki kemandirian untuk memutuskan apa yang menjadi kebijakannya, atau terpaksa masih harus tunduk pada kepentingan kapitalis.

Pendudukan fisik seperti yang dulu pernah dilakukan Belanda dan Jepang itu bisa disebut penjajahan gaya lama. Mereka mengunakan kekuatan militernya untuk menguasai bangsa lain. Secara fisik, pasukannya memang ada di negara yang dijajahnya.

Adapun penjajahan gaya baru tidak mesti memerlukan kekuatan militer. Bahkan mungkin tidak memerlukan sebutir peluru pun. Penjajahan ini dilakukan secara non fisik, bisa melalui penjajahan ekonomi, dominasi politik, atau pengaruh sosial budaya. Indonesia sekarang sedang berada dalam situasi ini. Banyak sekali kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia sebenarnya adalah karena adanya tekanan asing yang sangat kuat. 

Jika ditanyakan lebih bahaya mana, penjajahan gaya lama dan gaya baru itu? Tentu lebih bahaya penjajahan gaya baru. Penjajahan gaya lama mengandalkan kekuatan militer untuk menduduki sebuah wilayah. Ini rentan mendapatkan perlawanan. Rakyat pasti mudah dibangkitkan untuk melawan, karena fisik musuh terlihat jelas ada di depan matanya.

Sebaliknya, dengan strategi penjajahan gaya baru atau neo imperialisme, penjajah bisa lebih leluasa menguasai negeri-negeri Muslim hampir tanpa perlawanan. Bahkan kepandaian penjajah menutupi strateginya yang busuk membuat banyak kaum Muslim tertipu. Alih-alih mencegah kehadiran penjajah, penguasa negeri Muslim justru mengundang mereka. Contohnya utang luar negeri. Hizbut Tahrir jauh hari sudah memberikan warning melalui tulisan Syaikh Abdurrahman al-Maliki dalam Kitab As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla, bahwa pinjaman dan bantuan luar negeri itu merupakan salah satu alat penjajahan gaya baru. Namun, penguasa negeri Muslim dan juga pakar-pakar ekonominya mengabaikan bahaya itu. Mereka masuk perangkap utang luar negeri dari IMF, Bank Dunia, dan lembaga sejenis. Akibatnya, hari ini kita menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa peringatan Hizbut Tahrir Indonesia dahulu itu benar: utang luar negeri telah menjadi jalan mudah bagi penjajah untuk menguasai sebuah negara. Bayangkan saja, sekarang ini tiap tahun hampir 373 T dihabiskan hanya untuk membayar cicilan pokok dan bunganya. Setiap tahun lho! Itu jumlah yang sangat besar sekali. Kalau digunakan untuk membiayai pembangunan, hasilnya pasti bisa dirasakan rakyat.

Indonesia harus mengeksploitasi sumberdaya alam yang dimiliki, juga menguras cadangan devisanya, untuk membayar beban utang ini. Namun, semua menguap sia-sia. Belum lagi fakta bahwa bantuan dan pinjaman luar negeri kerap digunakan Barat untuk memaksakan kepentingan mereka atas negara-negara yang berutang. Jadi jelas, kemerdekaan yang tiap bulan Agustus ini dirayakan hanyalah kemerdekaan semu saja. Secara hakiki, kita belum merdeka sepenuhnya.

Kemerdekaan hakiki baru bisa diraih kalau kita bisa merdeka bukan saja dari penjajahan fisik, tetapi juga bebas lepas dari penjajahan non fisik. Untuk bisa terbebas dari penjajahan non fisik, maka kita harus mencampakkan sistem Kapitalisme di semua aspek kehidupan, serta berlepas diri dari penguasa yang merupakan kepanjangan tangan negara-negara kapitalis penjajah. Sebagai gantinya, kita harus bersegera menerapkan seluruh aturan Islam dalam kehidupan. Hanya dengan itulah kita bisa melepaskan diri dari aturan penjajah, dan bisa meraih kemerdekaan yang hakiki.

Penjajahan soft power berlangsung justru akibat menerapkan sistem Kapitalisme seperti sekarang inilah negeri ini mengalami keterpurukan dalam semua aspek kehidupan. Berbagai upaya perubahan yang dilakukan selama ini hanya sebatas mengganti orangnya saja; tidak akan berarti apa-apa. Pasalnya, penyebabnya justru akibat kegagalan sistem Kapitalisme yang dianut.

Jika umat ingun mewujudkan kemerdekaan hakiki, sebenarnya Allah SWT sudah memperingatkan kita di dalam al-Quran: Wa man a’radha ‘an dzikrî, fa inna lahu ma’îsyatan dhanka. Artinya, “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, bagi dia penghidupan yang sempit.” (QS Thaha [20]: 124).

Negeri ini sekarang berada dalam keterpurukan. Ini adalah akibat kita berpaling dari peringatan Allah, meninggalkan hukum-hukum Allah yang diturunkan melalui Rasul-Nya. Sebaliknya, kita malah mengambil sistem Kapitalisme untuk mengatur kehidupan. Hasilnya adalah keterbelakangan, ketertinggalan, kemiskinan, dan berada dalam penindasan penjajah. Jadi, kalau kita mau meraih kemerdekaan hakiki, tidak ada jalan lain kecuali harus kembali pada peringatan Allah, yaitu dengan jalan menerapkan seluruh aturan Islam. Hanya dengan syariah Islam itulah kita bisa meraih kemerdekaan hakiki.

Kanya syariah Islam yang diterapkan oleh Khilafah yang akan menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Dengan penerapan syariah kaffah, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana cita-cita kemerdekaan juga akan mudah diraih. Hanya Islam pula yang akan mampu membebaskan negeri-negeri Muslim dari cengkeraman dan dominasi asing penjajah. 

Posting Komentar untuk "Ingin Merdeka Tanpa Tapi"

close