Kemerdekaan Hakiki: Bebas Menghamba pada Ilahi



Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Umat)

Kibaran meeah putih berkibar menyapa netra di sepanjang ruas jalan dan gang. Segala pernak-pernik hiasan menemani sang saka merah putih. Ornamen tahunan di bulan kemerdekaan sudah terpasang. Kemerdekaan negeri Khatulistiwa kini telah mencapai usia 76 tahun. Di usia ini seharusnya Indonesia sudah lebih dewasa dan sejahtera.

Sayang berjuta sayang, alih-alih sejahtera dan dewasa, realitasnya justru berbeda. Bangsa ini kian terpuruk dalam cengkraman kapitalisme, baik aspek sosial, pendidikan, ekonomi, politik, maupun aspek hukum. Krisis multidimensi telah menyebar ke penjuru negeri.

Sebut saja ekonomi bangsa ini dalam kendali kapitalisme. Utang selangit iemban negeri ini pada negara raksasa yang mendominasi dunia. Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Mafahim Siyasiyah, kapitalisme sebagai sebuah ideologi akan terus berupaya menyebarkan paham dan pengaruhnya ke seluruh penjuru dunia. Metode atau thoriqoh yang ditempuh adalah dengan penjajahan, yakni pengendalian di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Meski negeri ini telah merdeka, Barat tetap berusaha menjajah dengan gaya dan cara baru. Di bidang ekonomi, penjajahan dilakukan dengan suntikan dana dengan dalih membantu negara-negara berkembang. Mereka meminjamkan uang dalam jumlah besar, dimana sistem pembayarannya harus lengkap dengan bunganya. Kini terbukti, utang justru tidak mampu mengentaskan kemiskinan dan tidak mampu memberikan kesejahteraan.

Di bidang kebudayaan, globalisasi informasi era revolusi 4.0 yang dilahirkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi bak pisau bermata dua, satu sisi mendatangkan keuntungan, sementara di sisi lain membawa petaka bagi kehidupan. Kecanggihan teknologi saat ini akan membawa siapa pun bisa mengakses segala informasi tanpa disaring, mulai berita, sejarah, hingga tayangan tak pantas juga menghiasinya. Lebih dari itu, Barat menguasai media sejagad. Maka, keadaannya semakin parah, gaya hidup bebas sebagai serangan pemikiran dijadikan opini umum bagi penduduk dunia, termasuk pada penduduk muslim di dunia.

Di bidang sosial, arus utama free sex begitu gencar disiarkan lewat media. Tayangan dan ulasan artikel porno banyak menghiasi jagad maya, having fun bagi pemuda saja alasannya. Jika ditelisik secara mendalam, hal itu akan membuat generasi muda tumpul pemikirannya. Mereka hanya akan foya-foya dan hip-hip hura tanpa memikirkan masa depan bangsa. Faktanya kini, banyak terjadi hamil di luar nikah, kekerasan seksual, dan perzinahan. Semua tak lepas dari cengkraman kapitalisme.

Politik dan hukum juga tampak begitu menakutkan. Bagaimana politik dalam kapitalisme menampakkan otoriternya dan hukum yang tidak adil. Perebutan jabatan bisa dibeli dengan uang dan bagi-bagi kursi bagi para pendukung. Sementara hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas semakin marak terjadi.

Narasi kebenaran Islam dipersekusi. Ulama dan pengemban dakwah Islam pun tak luput dari persekusi dan intimidasi. Monsterisasi Islam dengan tuduhan terorisme dan radikalisme terus membahana. Bukankah negara punya kewajiban menjaga agam dan penganutnya seperti tertuang di UUD pasal 29? Lantas di mana letak kemerdekaan yang telah diproklamirkan 76 tahun silam? 

Kemerdekaan Hakiki dalam Islam

Umat Islam di negeri ini memang telah berhasil membebaskan diri dari penjajahan fisik ataupun militer, namun para penjajah berhasil menanamkan benih perpecahan umat. Selain itu, penjajah menyusup lewat penjajahan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya seperti yang telah dijabarkan. Penguasa muslim seakan tampak tunduk dan menghamba pada ideologi kapitalisme. Sehingga, mereka menerapkan aturan ideologi kapitalisme dan derivasinya. Sungguh, kamuflase kemerdekaan semakin kokoh menghiasi kehidupan.

Padahal, Islam memiliki pandangan dan misi untuk menyeru manusia pada tauhid dan kemerdekaan. Pada masa Rasulullah di Makkah, hukum thaghut (berhala-berhala) diterapkan, ideologi materialisme tang meniadakan kedaulatan Allah. Sekarang pun sama, ideoligi yang diemban oleh negeri-negeri muslim di dunia juga menihilkan kedaulatan Allah dalam mengatur kehidupan. 

Kemerdekaan hakiki dalam pandenagan Islam adalah kebebasan menghamba pada Allah Swt. dalam segala aspek kehidupan. Islam adalah seperangkat aturan dalam ranah ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Islam memiliki tatanan baku dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan orang lain, dan hububgan manusia dengan dirinya sendiri. Tatanan syariat Islam ini tak kan sempurna diterapkan jika tidak ada institusi negara, yakni Khilafah Islamiyah.

Selama lebih 13 abad, seluruh manusia, baik muslim atau nonmuslim hidup di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Kehidupan heterogen tak menjadikan manusia terdahulu enggan menerapkan aturan Islam dalam kehidupan. Nonmuslim bebas memeluk agamanya masing-masing, mereka dijamin harta dan jiwanya selama menjadi ahludz dzimmah. Mereka juga diperkenankan seperti makan babi atau minum khamr (hubungan manjsia dengan dirinya sendiri) di wilayah atau perkampungan khusus mereka. Namun, baik muslim atau nonmuslim diatur dengan Islam untuk urusan muamalah (hubungan manusia dengan manusia yang lain). Tinta emas sejarah menorehkan betapa Islam menyatukan umat di bawah kalimat "Laa Ilaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah."

Menjadi kewajiban kaum muslim untuk bertafakkur, bersyukur, bermuhasabah atas realitas kemerdekaan yang ada. Perjuangan untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam wajib hukumnya. Saatnya kaum muslim bersatu menegakkan kalimat Allah di muka bumi dalam bingkai negara agar manusia bebas menghamba pada Allah Swt. Selain itu, Islam rahmatan lil alamin bisa terwujud di muka bumi.


Wallahu a'lam bish shawab. 

Posting Komentar untuk "Kemerdekaan Hakiki: Bebas Menghamba pada Ilahi"