Selubung Prostitusi di Tengah Pandemi
Oleh: Nurmilati
Kebijakan perpanjangan PPKM bertujuan untuk membatasi mobilitas masyarakat agar laju penularan Covid-19 bisa menurun. Namun rupanya tidak semua masyarakat memahami program ini, sehingga masih banyak ditemukan sebagian warga yang menabrak aturan tersebut. Hal ini terbukti dengan ditemukannya puluhan pasangan muda-mudi bukan suami istri di sebuah hotel di Jalan RE Martadinata, Tanah Sareal, Kota Bogor yang diduga melakukan praktik prostitusi.
Berdasarkan adanya laporan warga terkait aktivitas mesum tersebut, kemudian ditindaklanjuti dengan penggerebekan yang dilakukan tim gabungan TNI-Polri dan Satpol PP Kota Bogor, barang bukti yang ditemukan berupa alat kontrasepsi dan adanya aplikasi pesan instan Michat dari beberapa telepon seluler milik para pasangan yang diamankan. Kasatpol PP Kota Bogor Agustiansyah mengatakan, mereka dibawa ke Balai Kota Bogor untuk pemeriksaan lebih lanjut guna mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2021 mereka dikenakan sanksi tindak pidana ringan (tipiring). Cnn.Indonesia (12/8/2021).
Sepenggal Sejarah Prostitusi
Hasil studi yang dilakukan Ehsan Rostamzadeh dari Faculty of Law Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan rekan-rekannya, mengatakan bahwa prostitusi telah ada sejak ribuan tahun silam dan mulai tumbuh sekitar 4000 tahun lalu di peradaban Mesir, kemudian menyusul pada peradaban Asyura, Babilonia dan Iberia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lembaran papirus, lukisan, mitologi dan berbagai tulisan. Sedangkan pada praktiknya pelacuran dilakukan untuk kepentingan agama, diceritakan para perempuan yang mengabdi di kuil menawarkan jasa pada pria yang memberikan uang ke kuil mereka.
Seiring berjalannya zaman, tindak asusila menyebar ke berbagai negara dan tujuannya pun bukan lagi demi agama, akan tetapi untuk mendapatkan uang secara cepat dan rerata pelakunya dari masyarakat kelas menengah dan keluarga miskin. Sementara keberadaan PSK tersebut dikelola berdasarkan peraturan pemerintah setempat. https://id.wikipedia.org
Sementara di Tanah Air, dalam sejarahnya pada periode 1970-an, prostitusi di Jakarta makin mengkhawatirkan, sehingga Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mulai menerapkan kebijakan melokalisasi prostitusi dalam satu wilayah agar mudah terpantau, kemudian melalui beberapa surat keputusan, Gubernur menginstruksikan para wali kota untuk memberikan kawasan khusus bagi Pekerja Sek Komersil (PSK) Namun, pada penghujung tahun 1999 lokalisasi yang berdiri di atas tanah negara seluas 11,5 ha ini resmi ditutup oleh pemerintah DKI.
Demokrasi Menyuburkan Prostitusi
Akan tetapi, meski lokalisasi tersebut telah ditutup, namun aktivitas bisnis syahwat tidak lantas terhenti. Alih-alih memberantas pelacuran justru bisnis ini makin menjamur di seluruh negeri baik legal maupun ilegal, adanya kebebasan yang dijamin pemerintah bahkan Undang-undang dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu UU No. 11 Tahun 2008 pun tidak memberikan ancaman pidana atas prostitusi, sementara pasal 27 ayat (1) UU ITE memberlakukan ancaman hanya pada soal mendistribusikan atau memberikan akses informasi elektronik yang melanggar kesusilaan seperti gambar, video, percakapan, animasi dan lainnya. Begitupun tidak ada KUHP yang mengatur delik bahwa pengguna jasa PSK adalah perbuatan melawan hukum, sementara KUHP yang diberlakukan di Indonesia memuat nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut Barat. Selain karena profesinya diakui oleh negara dan adanya permintaan yang tidak pernah surut akan kehadiran mereka, membuat para PSK eksis hingga sekarang sebab dilindungi hukum. Selain itu, dorongan untuk mendapatkan materi secara instan dan berlimpah, menjadi alasan seseorang memilih pekerjaan menjadi kupu-kupu malam.
Maka dengan ketiadaan Undang-undang hukum yang dapat menjerat para pelaku bisnis kotor itu, menyebabkan mereka bebas dan leluasa mencari penghasilan di dunia kelam, andaipun razia yang senantiasa dilakukan berkala oleh pihak berwajib, namun itu hanya sekadar pendalaman kasus dan pendataan, lebih jauh lagi apabila dibawa ke dinas sosial, lagi-lagi hanya penyuluhan, nasihat dan motivasi semata, setelah itu mereka dilepaskan dan dikembalikan kepada keluarganya. Maka wajar jika yang dilakukan penegak hukum terhadap pelaku kemaksiatan tersebut tidak dapat menimbulkan efek jera, walhasil perbuatan serupa terus berulang dan para pekerja seks kembali mencari rupiah di lembah hitam.
Sementara sistem yang digunakan negara saat ini adalah demokrasi yang berpangkal pada Sekularisme. Sekulerisme inilah yang menjadi akar persoalan munculnya berbagai masalah penyakit masyarakat. Sementara demokrasi mengagungkan kebebasan berprilaku sehingga siapapun bebas melakukan perbuatan apapun yang disukainya tanpa memikirkan konsekuensi terlebih dari sisi halal haram. Begitu pula budaya hedonisme yang dilahirkan dari sistem ini, memandang kebahagiaan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila dalam demokrasi kemaksiatan kian merajalela sebab sekulerisme telah menjauhkan mereka dari agama sehingga jalan hidupnya tidak berpijak pada aturan Sang Pencipta, dan jelas tidak memikirkan dosa.
Oleh karena itu, adanya pelacuran lantaran sistem yang mengatur negara saat ini adalah peraturan yang melegalkan perbuatan tersebut. Maka dari itu, harus ada upaya dalam mengatasi maraknya bisnis perzinahan. Pertama penyediaan lapangan kerja, dalam hal ini negara menyediakan lapangan pekerjaan terutama bagi kaum lelaki, sehingga masyarakat mudah mendapatkan pekerjaan yang layak dan perempuan tidak perlu dilibatkan dalam mencari nafkah untuk keluarganya. Kemudian pendidikan berkualitas yang mampu menanamkan akidah kuat pada individu maupun masyarakat agar terbentuk keimanan yang kokoh dan suasana takwa di tengah masyarakat. Selain itu, harus ada sinergi seluruh komponen masyarakat yakni peran ulama, tokoh masyarakat dan aparat setempat untuk mengontrol kerusakan masyarakat dan menumbuhkan rasa peduli dan saling mengingatkan dalam amar makruf nahi mungkar, hal ini menjadi keniscayaan hadirnya suasana keimanan di tengah umat. Ditambah harus ada peran negara dalam memelihara akidah masyarakat dengan cara ------
Prostitusi dalam Perspektif Islam
Sedangkan dalam agama Islam, prostitusi merupakan perbuatan zina dan hukumnya haram. Baik PSK, pengguna maupun orang-orang yang terkait di dalamnya akan diberikan sanksi. Bagi laki-laki atau perempuan yang berzina dan sudah pernah menikah, maka hukumnya rajam (dilempar batu) hingga mati, sedangkan untuk yang belum pernah menikah dicambuk seratus kali kemudian diasingkan selama setahun, begitupun bagi yang terlibat di dalamnya diancam dengan hukuman ta'zir sesuai keputusan pengadilan. Dengan demikian, adanya sanksi tegas yang dikenakan terhadap orang-orang yang ada di lingkaran dunia kelam akan menimbulkan efek jera, sehingga mereka akan berpikir ribuan kali untuk melakukannya kembali.
Islam Solusi Prostitusi
Akan tetapi, upaya tersebut tidak bisa tercapai sempurna apabila tidak didukung oleh seperangkat aturan dari Allah Swt yang bisa merealisasikan tujuan itu, maka harus ada sebuah sistem yang digunakan negara dalam menyelesaikannya, yakni sistem yang mampu memberantas praktik mesum hingga ke akarnya yakni dengan mencabut sistem rusak dan merusak itu dengan menerapkan aturan Islam secara paripurna. Maka dengan demikian, Islam akan menjaga perempuan, sebagai mana seharusnya Islam juga memuliakan dan mengistimewakannya.
Posting Komentar untuk "Selubung Prostitusi di Tengah Pandemi"