Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jangan Lembek Hadapi Pelaku Kekerasan Seksual



Oleh: Bunda Nita (Aktivis Dakwah, Bandung) 


Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) saat ini tengah menghadapi sorotan masyarakat. Lembaga yang fungsinya mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat terkait penyiaran, memiliki kewenangan seperti menetapkan standar program siaran dan menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran ini tengah dihebohkan oleh peristiwa perundungan dan pelecehan seksual terhadap seorang pria, pegawai KPI Pusat yang dilakukan oleh tujuh pegawai di Kantor KPI Pusat selama periode 2011-2020.

Pengakuan korban itu muncul ke publik lewat siaran tertulis yang diterima oleh sejumlah media nasional di Jakarta. Dalam pengakuan itu, korban mengaku mengalami trauma dan stres akibat pelecehan seksual dan perundungan yang menjatuhkan martabat dan harga diri korban. Sebelumnya ia sempat melapor ke Komnas HAM dan kepolisian. Namun, polisi yang menerima laporan meminta korban menyelesaikan masalah itu di internal kantor. Aduan korban ke kantor hanya berujung pada pemindahan divisi kerja, tidak menghentikan perundungan dari para pelaku dan pelaku tidak mendapat hukuman. 

Pengaduan korban ini baru diproses setelah desakan kuat muncul dari publik. Ketua KPI memberi dukungan untuk penyelidikan lebih lanjut, ia menegaskan pihaknya mendukung kepolisian mengusut kasus ini (Republika, 02/09/2021).

Selain kasus perundungan dan pelecehan seksual yang menimpa pegawai KPI ini, berbagai komponen masyarakat pun menyoroti KPI atas munculnya artis, Saiful Jamil yang baru dibebaskan dari penjara karena melakukan tindakan asusila pencabulan terhadap remaja mendapat sambutan seperti pahlawan di televisi, Sebelumnya, santer dikabarkan sudah banyak job yang menanti penyanyi dangdut tersebut, serta dikabarkan akan kembali ke panggung hiburan Tanah Air. Publik bereaksi dengan terang-terangan mendukung gerakan boikot Saipul Jamil di berbagai TV Nasional.

Kedua peristiwa ini membuktikan bahwa KPI baru bereaksi setelah kuatnya desakan publik. Bukan rahasia lagi, pada sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, telah melahirkan kekebasan pada semua aspek termasuk kebebasan berperilaku. KPI sebagai Lembaga penyiaran tidak berfungsi sebagai media edukasi, hal ini terbukti dari berbagai tayangannya yang hanya berfungsi untuk kepentingan materi semata, untuk menaikkan rating yang akan menguntungkan korporasi penyokong tayangan. Publik disuguhi tayangan-tayangan tidak bermutu yang jauh dari nilai luhur, mereka disuguhi tayangan yang jauh dari tuntunan aqidah Islam yang merupakan landasan dalam kehidupan individu, bermasyarakat dan bernegara. Dikhawatirkan masyarakat akan menjadikan artis yang mengusung jargon kebebasan ini akan meniru tingkah lakunya. Namun upaya untuk menghilangkan tayangan tidak mendidik yang jauh dari sendi aqidah Islam ini tidak akan berhasil. 

Pemerintah yang juga berada dalam jeratan sistem kapitalisme, tidak berdaya untuk mencegah tayangan berbagai media yang dibelakangnya ada berbagai kepentingan korporasi. Pemerintah sendiri sangat bergantung kepada korporasi untuk melanggengkan kekuasannya. Alhasil dalam sistem sekular liberal yang menjerat negeri ini, tidak mungkin berharap bahwa hal-hal kelliru terkait penyiaran akan bisa dicegah. KPI pun baru bereaksi setelah adanya desakan publik yang kuat, karena apabila protes publik ini dibiarkan akan merugikan lembaga penyiaran ini beserta stasiun televisinya.

Walhasil, hanya dalam sistem Islam lah media dapat melakukan edukasi dengan baik, Pemerintah yang berlandaskan syariat Islam akan mengatur aneka tayangan yang akan disaksikan publik. Media akan difungsikan untuk mengedukasi masyarakat, serta dijadikan sarana untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Demikian pula, penerapan syariat Islam di semua aspek akan menimbulkan ketaqwaan individu, sehingga kasus perundungan dan pelecehan seksual sebagaimana yang menimpa pegawai KPI tidak akan terjadi. 

Posting Komentar untuk "Jangan Lembek Hadapi Pelaku Kekerasan Seksual"

close