Ironi Pandemi: Rakyat Kian Sengsara, Penguasa Bersuka Ria




Oleh: Khusnul Khatimah, S.Pd (Sahabat Visi Muslim Media)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sebanyak 70,3 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama setahun terakhir atau di masa pandemi Covid-19. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, laporan kenaikan itu tercatat setelah pihaknya melakukan analisis terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada periode 2019-2020. Kenaikan paling banyak terlihat pada harta kekayaan pejabat di instansi kementerian dan DPR yang angkanya mencapai lebih dari Rp1 miliar. Sedangkan, di tingkat legislatif dan eksekutif daerah, penambahannya masih di bawah Rp1 miliar. (CNN, 07/09/2021)

Selanjutnya, harta Presiden RI dilaporkan naik Rp 88 miliar setahun terakhir. Menko Maritim dan Investasi tak ketinggalan, hartanya naik menjadi Rp745,1 miliar. Lalu menteri yang pernah bangga menjadi Macan Asia, saat berkolaborasi dalam Kabinet Indonesia maju, maju pula kekayaannya meningkat Rp23 miliar selama setahun terakhir ini. Satu lagi, menteri agama yang mengklaim sebagai menteri semua agama, kekayaannya melonjak tajam dari Rp10,2 miliar menjadi Rp11,1 miliar. (wartaekonomi.co.id, 12/9/2021).

Inilah potret negeri kita Indonesia. Pandemi menjadikan para pejabat mengambil peluang menumpuk harta kekayaan, bukan fokus mengurusi rakyat. Kehidupan mereka yang sudah bergelimang harta dengan beragam fasilitas negara seperti ruang kerja mewah, rumah, mobil dan beragam tunjangan lainnya masih tidak menjadikan mereka puas. Pantas, jika rakyat mulai bersuara dengan adegan protes yang mereka bisa. 

Sejumlah ahli keuangan mengatakan pertambahan harta kekayaan para pejabat di masa pandemi ini disebabkan karena hibah. Sebab, bila seorang pejabat secara rutin menerima hibah, maka harta kekayaannya patut dipertanyakan sebagaimana dilansir laman media CNN (07/09/2021). Pengamat politik, Ray Rangkuti mengungkapkan bahwa meningkatnya kekayaan para pejabat dilatarbelakangi oleh sedikitnya pengeluaran saat pandemi. Seperti dilansir dari laman Tribunnews.com (13/09/2021) bahwa perihal yang mengakibatkan kekayaan para pejabat meningkat, salah satunya adalah karena pengeluaran mereka berkurang, dan pemasukan tetap stabil.

Kondisi suka ria yang dialami pejabat negeri ini berbanding terbalik dengan rakyat yang mereka pimpin. Pandemi nyata telah menghantam perekonomian rakyat Indonesia dengan begitu hebat. Kebijakan pembatasan kegiatan sosial untuk menekan angka pertambahan covid-19 tanpa diikuti dengan upaya pemenuhan kebutuhan rakyat secara layak menyebabkan sektor ekonomi terus merosot. Tak sedikit para pekerja yang harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebagaimana dilaporkan oleh organisasi buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bahwa tercatat hampir 50.000 buruh mengalami PHK pada tahun ini akibat pandemi Covid-19.

Begitu pula yang terjadi pada para pelaku usaha. Sebagaimana catatan Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) bahwa pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi yang paling terdampak selama pandemi Covid-19. Padahal, pangsa pasarnya lebih dari 99 persen dari total pelaku usaha di Indonesia. Peneliti LIPI, Soekarni mengatakan bahwa berdasarkan survei yang dilakukan, Covid-19 berdampak pada penjualan dan keuntungan UMKM. Kondisi usaha dan mata pekerjaan yang sulit, menyebabkan kondisi ekonomi keluarga kian terpuruk. Sebagaimana telah terlaporkan bahwa 70 persen ekonomi keluarga di Indonesia terpuruk selama pandemi. 

Fenomena ketimpangan antara para pejabat dan mayoritas rakyat ini harus kita fahami bukan semata kelalaian dari personal pejabat. Kondisi ini adalah fenomena sistemik yang diakibatkan penerapan sistem kapitalisme sekuler di dalam kehidupan negara. Sebuah tatanan kehidupan yang terpisah dari nilai-nilai agama dan menjadikan yang kuat modal leluasa menerapkan kebijakan yang lebih menguntungkan mereka. Aturan kehidupan disandarkan pada kepentingan dan hawa nafsu saja, yang mengakibatkan manusia rakus kekuasaan, hilang empati dan minus nurani. Mereka akan melakukan apa saja, menghalalkan segala cara demi mempertahankan jati diri. 

Sistem inilah yang menjadikan negeri yang kaya ini, tak berkutik di bawah para pemodal asing. Menjual sumber daya alam ke tangan orang-orang berduit, tanpa memperhatikan nasib rakyat. Padahal seharusnya kekayaan yang berlimpah tersebut bisa untuk mensejahterakan masyarakat. Wabah Pandemi saat ini semakin membuktikan bertambah buruknya penerapan kapitalisme sekular. Para penguasa dan elit pengusaha semakin asyik bersuka ria meraup setiap keuntungan, sedangkan rakyat kian sengsara berjuang memenuhi hidup mereka.

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna telah menetapkan aturan dalam bernegara. Islam menjadikan pejabat negara merupakan pelayan rakyat. Mereka diangkat untuk bisa mengurusi seluruh urusan ummat. Sebuah bentuk kedholiman jika mereka sibuk memperkaya diri sedang rakyat dalam kondisi melarat. Sabda Nabi saw, “Tidaklah seorang pemimpin mengurusi rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu (mengkhianati) rakyat, kecuali Allah mengharamkan baginya surga” (HR. Bukhari).

Keagungan penerapan Islam dalam bernegara terbukti saat para kholifah memimpin sebuah pemerintahan berlandaskan aqidah Islam. Khalifah Umar merupakan salah satu contoh diantara ratusan kholifah yang mencerminkan ketaqwaan individu dan masyarakat dalam urusan bernegara. Di masa kepemimpinannya negara Islam pernah mengalami paceklik panjang. Beliau mengelola bantuan dengan baik. Ketika ada bantuan yang datang di Madinah, Umar lalu menunjuk beberapa orang tepercaya untuk melakukan distribusi, beliau sendiri pun ikut turun membagikan makanan bagi penduduk Madinah. Umar telah menetapkan disiplin diri sangat keras pada dirinya sepanjang musim paceklik. Ia menurunkan taraf hidupnya ke tingkat hidup orang-orang fakir miskin yang hanya makan seadanya. Umar duduk bersama ribuan orang yang kelaparan, makan bersama mereka dan tidak mau mengistimewakan diri.

Keagungan Islam yang telah ditetapkan Allah sebagai pencipta dan pengatur alam semesta membuktikan bahwa tidak ada lagi harapan untuk mengakhiri segala kerusakan kecuali kita kembali kepada aturanNya. Mari umat Islam terkhusus di Indonesia dan dunia melangitkan doa dan menyempurnakan ketakwaan agar keberkahan bisa didapatkan. Sesungguhnya hanya dengan diterapkan secara totalitas, Islam akan terlihat secara nyata wujud Rahmatan lil ‘alamin.

 Wallahu a'lam bi showab.



Posting Komentar untuk "Ironi Pandemi: Rakyat Kian Sengsara, Penguasa Bersuka Ria"