Sistem Islam Bukanlah Welfare State
Berita:
Keluarga Inggris akan menanggung krisis biaya hidup terburuk selama 30 tahun, dan dibiarkan menunggu siapa pun yang akan berkuasa untuk mendapatkan perhatian… Bagi banyak orang, uang yang keluar akan keluar jauh lebih banyak, menyebabkan uang masuk menyusut secara nyata. Inflasi naik menjadi 5,4% bulan lalu, didorong oleh harga makanan dan pakaian yang lebih mahal. Tarif energi meningkat dan tagihan pajak juga akan naik. Pada saat yang sama, peningkatan kredit universal £20 telah dipotong dan tunjangan pengangguran akan mencapai nilai riil terendah dalam lebih dari tiga dekade, suatu tingkat yang oleh para ahli disebut sebagai “hanya sedikit di atas kemiskinan”. Para menteri dapat mengklaim bahwa pekerjaan adalah sebuah solusi tetapi itu adalah pekerjaan yang baik, bukan sekedar pekerjaan apa saja, yang merupakan penangguhan hukuman; mayoritas orang yang hidup dalam kemiskinan di Inggris tahun lalu berada di rumah tangga kelompok pekerja. Pernyataan resmi pemerintah mungkin mengatakan bahwa pandemi sudah berakhir, tetapi hal ini juga masih memukul keuangan pribadi – tanyakan saja pada para pensiunan yang rentan secara klinis yang berada di rumah yang dingin. Hasil dari semua ini cukup jelas: sekadar bertahan hidup semakin lama semakin menjadi suatu kemewahan…
Komentar :
Sungguh memalukan bahwa di salah satu negara terkaya di dunia yang memiliki ekonomi terbesar ke-5 secara global, terdapat tingkat kesulitan keuangan yang begitu tinggi di antara penduduknya, jutaan di antaranya bahkan tidak mampu memberi makan diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Banyak yang mengaitkan skala kemiskinan dan kekurangan yang mengerikan ini dengan pemotongan untuk penghematan secara brutal, perubahan dalam sistem kesejahteraan, upah yang rendah dan energi yang mahal, makanan, perumahan, dan biaya-biaya penting lainnya. Namun, apa yang tidak diperhatikan oleh sebagian besar para politisi atau media adalah kenyataan bahwa sistem dan model ekonomi kapitalis (yang menjadi dasar Inggris dan sebagian besar negara bagian saat ini) merupakan dasar dari gejala di atas. Sistem ini harus disalahkan atas ketidaksetaraan keuangan yang parah dan tingkat kemiskinan yang melumpuhkan yang mengganggu kehidupan banyak orang di negara-negara mereka.
Dalam sistem Islam adalah suatu kewajiban bagi individu untuk bekerja dan menyediakan kebutuhan dirinya sendiri dan tanggungannya. Jika dia tidak mampu, maka kerabatnya perlu membantunya. Dan jika kerabatnya tidak mampu, maka masyarakat harus membantunya. Nabi Muhammad (Saw) bersabda:
«مَا يُؤْمِنُ مَنْ بَاتَ شَبْعَانَ وَجَارُهُ جَائِعٌ إلَى جَنْبِهِ»
“Bukanlah seorang mukmin yang perutnya kenyang sedangkan tetangga masih kelaparan.” (Hadits Sahih)
Islam sangat mementingkan hak-hak komunal, menumbuhkan jiwa kolektivis sebagai kebalikan dari yang jiwa individualistis.
Hanya jika cara-cara di atas gagal, barulah negara masuk dan berhak memberikan tiga hak dasar yaitu pangan, sandang dan papan. Artinya negara memiliki beban kesejahteraan yang sangat rendah dan juga berarti adanya dorongan yang sangat kuat bagi individu untuk bekerja. Dengan pajak yang minimal, masyarakat dapat lebih menikmati hasil usahanya. Singkatnya, Anda tidak lebih baik menerima sedekah daripada bekerja.
Peran negara adalah untuk mendukung ekonomi melalui aturan ekonomi Islam dan memastikan kekayaan didistribusikan dengan benar melalui sarana Zakat. Bantuan Daulah Islam dengan demikian sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkannya.
Dalam sistem kesejahteraan berdasarkan pada target bukan pada pelayanan, rakyat jelata menanggung beban finansial. Di bawah sistem Islam – sebuah sistem yang memprioritaskan untuk mengurus urusan rakyat – makanan, pakaian dan tempat tinggal adalah hak-hak dasar semua warga negara.
Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh Yahya Nisbet
Sumber: hizb-ut-tahrir.info
Posting Komentar untuk "Sistem Islam Bukanlah Welfare State"