101 Tahun Tanpa Khilafah, Pengamat: Ekonomi Karut-Marut Akibat Kapitalisme
Surabaya, Visi Muslim- Menanggapi 101 tahun tanpa khilafah, Pengamat Ekonomi Tjahjo Baskoro mengungkap fakta bahwa masalah ekonomi yang karut-marut membelit satu negeri ini karena diterapkannya sistem kapitalis yang rusak.
“Masalah ekonomi yang karut-marut membelit satu negeri ini karena diterapkannya sistem kapitalis yang rusak,” tuturnya dalam acara Talkshow Rajab 1443 H Sidoarjo Jawa Timur: 101 Tahun Tanpa Khilafah, Kapitalisme dalam Sorotan dan Urgensitas Penerapan Islam, Ahad (13/2/2022) via daring.
Tjahjo, rusaknya sistem kapitalisme berawal dari ide dasar penunjang terbentuknya sistem kapitalis yakni pemikiran individualisme, sehingga sistem ini tidak bisa membawa kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat, tapi sebagian kecil para pemilik modal dan oligarki.
Menurutnya, ini tampak dalam konsep kepemilikan yang hanya mengenal kepemilikan individu dan negara dengan porsi kepemilikan terbesar pada individu. “Artinya, individu mempunyai hak untuk memiliki kekayaan sebesar-besarnya yang dia mampu kuasai. Sementara, negara bebas menjual semua aset meskipun itu sangat vital bagi rakyat kepada individu sebagai pemilik modal yang mampu membelinya,” ujarnya.
Dalam sistem ini, kata Tjahjo, tidak dikenal kepemilikan umum. Inilah yang menjadi salah satu penyebab bahwa sistem kapitalis adalah sistem ekonomi yang buruk yang tidak akan bisa menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya.
“Akibat mengagung-agungkan kepemilikan individu, negara tidak mau ikut campur tangan untuk mengurusi masalah ekonomi rakyatnya, kecuali jika ada konflik kepentingan di antara individu. Negara hanya menjadi mediator, bukan pengambil keputusan untuk menyeselesaikan masalah ekonomi agar rakyat hidup sejahtera,” terangnya.
“Ketimpangan semakin melebar karena yang kaya bisa melipatgandakan kekayaan sebesar-besarnya sesuai yang diinginkan. Sebaliknya rakyat miskin semakin tidak berdaya hidup terasa sulit dalam sistem kapitalis,” tambahnya.
Lebih parah lagi, katanya, negara bebas menjual aset yang merupakan hak rakyat. Yang kaya semakin kaya karena bisa membeli apa saja meskipun itu adalah aset yang memiliki arti penting bagi rakyat banyak. “Sebuah fakta bahwa dalam sistem kapitalis 10% penduduk suatu negeri bisa menguasai 75% kekayaan. Sementara, 25% kekayaan diperebutkan oleh 90% penduduk,” ungkapnya.
Dampak lainnya, menurutnya, ketika aset negara banyak dibeli oleh kapital pemodal besar, aset negara untuk mendukung APBN semakin kecil bahkan menghilang. Ketika sumber APBN tidak ada, maka pajak dijadikan sumber utama untuk memenuhi anggaran belanja negara.
Ia mengajak umat Islam untuk berfikir tentang kondisi rakyat miskin yang semakin sulit, karena rakyat juga harus menanggung besaran pajak yang mencekik rakyat untuk menopang APBN. Negara tidak lagi memiliki sumber APBN, karena aset negara yang vital telah dikuasai oleh individu.
“Fakta bahwa untuk menurunkan angka kemiskinan, sistem kapitalis memainkan data statistik dengan menurunkan standar angka kemiskinan. Rakyat miskin bertambah, namun dengan menurunkan penghasilan sebagai standar kemiskinan, seolah angka kemiskinan bisa diturunkan. Kapitalisme tidak menyelesaikan akar masalah dengan menghilangkan kemiskinan dan menjamin kesejahteraan rakyat, tapi lebih pada pencitraan dengan mengolah data statistik yang seolah-olah angka kemiskinan turun. Faktanya, yang kaya semakin kaya dengan kemampuannya untuk memiliki apa saja yang diinginkan, sementara yang miskin semakin tidak berdaya hidup sulit dalam sistem kapitalisme,” bebernya.
Menurutnya, sistem ekonomi kapitalis adalah sistem buruk yang tidak bisa menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya. “Hanya Islam solusi tepat dan menjadi sistem ekonomi terbaik karena dibangun dari ide dasarnya yakni ketakwaan. Sistem ekonomi terbaik pasti berasal dari Sang Pemilik Hidup yang bersumber dari hukum Islam yang mana kepemilikan umum tidak boleh dimiliki individu. Bahkan negara tidak berhak untuk menjual ke individu, tapi kekayaan milik rakyat dikelola dan digunakan sebesar-besarnya untuk menjamin kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Dengan pengelolaan yang baik, katanya, aset milik rakyat bisa digunakan sebagai sumber pendapatan negara untuk mensejahterakan rakyat dengan terjaminnya kebutuhan dasar rakyat, kesehatan dan pendidikan serta kebutuhan lain yang bisa membawa pada kesejahteraan seluruh rakyat, bukan segelintir orang yang menguasai sebagai besar kekayaan negeri.
“Hanya sistem Islam yang akan mampu menyelesaikan masalah ekonomi yang semakin sulit dan rumit ditengah Pandemi. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat bisa diwujudkan dengan diterapkannya sistem Islam secara kaffah, bukan sistem kapitalis,” pungkasnya.[] Moch. Efendi
Posting Komentar untuk "101 Tahun Tanpa Khilafah, Pengamat: Ekonomi Karut-Marut Akibat Kapitalisme"