Krisis Ukraina, Bagaimana Umat Islam Seharusnya?
Oleh : L. Nur Salamah, S.Pd (Kontributor Media)
Bicara masalah konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, keduanya merupakan negara pecahan Uni Soviet. Rusia sebagai negara terkuat memiliki ambisi besar untuk mengokohkan pengaruhnya. Rusia berusaha menarik Ukraina ke dalam tubuhnya, mengingat posisi Ukraina adalah teras untuk menghadapi Uni Eropa sekaligus sebagai pemasok sumber daya alam yang melimpah.
Sayang, seribu kali sayang Rusia harus menelan pil pahit, kenyataan jauh api dari panggang. Harapan jauh dari kenyataan. Ukraina lebih memilih merapat kepada Uni Eropa dan NATO. Jelas Rusia tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Akhirnya Rusia bersekutu dengan Cina, sedangkan Ukraina menggandeng Amerika dan Uni Eropa. Di samping itu Amerika pun berusaha sekuat tenaga untuk membendung pengaruh Rusia di kawasan tersebut dengan memberikan dukungan finansial.
Serangan Rusia terhadap Ukraina yang membabi buta telah mendapatkan kritik dari berbagai belahan dunia. Yang menjadi pertanyaan, lantas bagaimana sikap Umat Islam seharusnya? Memihak ke Rusia kah? Atau ke Ukraina? Atau tidak kedua-duanya? Atau seperti apa?
Ketika kita membicarakan masalah umat Islam, diakui ataupun tidak, disadari atau atau tidak kondisi umat Islam sangatlah lemah, nyaris tidak ada pengaruhnya dalam konstelasi politik internasional.
Mengutip dari pernyataan Ustadz Ismail Yusanto bahwa umat Islam saat ini dalam konteks global tidak memiliki power, keberadaannya tidak pernah diperhitungkan, ia hanya menjadi pelengkap objek atau pelengkap subjek penderitaan.
Memang dalam krisis Ukraina, umat Islam tidak terlibat langsung dengan kata lain tidak langsung menjadi objek penderitaan. Namun kita ketahui di belahan bumi yang lain umat Islam selalu menjadi objek penderitaan.
Kondisi semacam itu akan terus berlangsung sepanjang umat Islam tidak memiliki kekuatan. Lantas pertanyaannya kapan umat Islam memiliki kekuatan? Kekuatan umat Islam akan didapatkan ketika umat Islam bersatu.
Adapun dua unsur penting yang dapat menyatukan umat Islam adalah adanya institusi politik yang berdiri untuk menyatukan umat Islam yang disebut dengan khilafah. Selanjutnya adalah kepemimpinan Islam yang menjadi pemimpin seluruh umat Islam, dialah seorang khalifah.
Mungkinkah hal itu diwujudkan? Ini yang menjadi sebuah PR besar bagi umat Islam. Hal itu seolah mustahil dan sebagian besar orang menganggap utopis.
Sebagai orang yang beriman, maka sudah seharusnya mengimani apa-apa yang telah Allah janjikan dan Rasulullah SAW kabarkan.
Khilafah adalah keniscayaan, karena merupakan janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah. Seperti apapun hambatan dan rintangan, maka tak akan ada zat yang mampu menghalangi.
Laksana terbitnya fajar, tak akan ada yang mampu mencegahnya walaupun orang-orang kafir membenci. Meskipun demikian, tegaknya khilafah tidak lepas dari sebuah hukum kausalitas. Bukan tiba-tiba tegak. Namun harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh dan yakin serta Ikhlas.
Di samping itu juga harus merujuk pada metode Rasulullah dalam menegakkan daulah di Madinah. Adapun tahapan-tahapan yang ditempuh pertama melalui pembinaan atau pengkaderan, lalu tumbuhlah orang-orang yang memiliki kepribadian Islam. Hal itu dilakukan secara terus-menerus hingga makin hari jumlah mereka semakin bertambah. Setelah itu bergerak di tengah-tengah umat, menyadarkan dan mencerdaskan umat dengan pemikiran Islam.
Hingga hal itu terbaca oleh Barat hingga muncul sebuah perkiraan global atau yang disebut dengan global maping. Dengan begitu mereka berusaha sekuat tenaga untuk berusaha menepis dan menghambat perkembangan Islam.
Karena Barat atau musuh-musuh Islam tidak menginginkan adanya Islam militan tumbuh dan mengancam eksistensi mereka. Sehingga mereka tidak berhenti untuk terus mewujudkan Islam yang yang ramah terhadap Barat, Islam yang tidak memiliki agenda politik dengan mengusung ide Islam moderat atau moderasi agama.
Allahu'alam Bishowwab.
Posting Komentar untuk "Krisis Ukraina, Bagaimana Umat Islam Seharusnya?"