Problematika Papua


Oleh : Naura Zahra Rasyidah
(Aktivis Remaja) 

Papua sebuah provinsi di Indonesia di mana tanahnya super kaya namun penduduknya begitu sulit mengenal kata bahagia. Banyak gunung emas dan berbagai mineral ikutannya, belum lagi potensi kekayaan hayati yang begitu luar biasa,  namun tidak bisa dinikmati oleh penghuninya.

Sejatinya Papua memang sangat kaya raya, tapi dari dulu hampir setiap bulan Papua selalu meningkat dengan kejadian yang disertai darah, dan masalah yang tak berujung.

Tercatat dalam sejarah, Papua sesungguhnya memang bagian dari kekuasaan kesultanan Tidore, setelah itu jatuh ke tangan penjajah Spanyol dan Belanda. Pada tahun 1961 di saat Indonesia sudah merdeka, Belanda yang serakah ingin merebut kembali dari Indonesia. Maka, jadilah tanah Papua sebagai medan konflik berkepanjangan. Baik sejak era administratif sementara PBB (1962-1969), hingga saat rakyat Papua memutuskan tetap bersama Indonesia melalui referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) lalu berganti nama dengan IRIAN JAYA. 

Namun sejak kembali dalam genggaman Republik Indonesia pun, eskalasi politik Papua tetap memanas. Pada masa orde baru nyaris terjadi tragedi berdarah setiap tahun. Begitu pun era reformasi hingga sekarang, tragedi kekerasan dan pembunuhan terus menerus berulang.

Dilansir dari Kompas.id, 05/03/2022 Bahwa mengubah pendekatan operasi keamanan menjadi kesejahteraan, ternyata belum mampu mengakhiri kekerasan di sana. Hal itu menunjukkan Papua membutuhkan solusi utuh untuk menjawab persoalan disana.

Permasalahan Papua memang rumit luar biasa. Selain kesejahteraan dan ketidakadilan terdapat kepentingan asing yang berseliweran di sana. Yang kemudian dalam perkembangannya, problem Papua bermetamorfosis menjadi kian menguatnya belenggu oligarki kekuasaan politik, ekonomi, dan sosial di sana. Papua menjadi ladang bancakan proyek para oknum politikus pusat dan daerah yang bekerjasama dengan para kapitalis yang hendak menarik untung dari Papua.

Ketidak adilan pemerintah terutama pada rezim saat ini, di mana para penguasa tidak menghiraukan jeritan rakyat. Kepentingan pemerintah hanyalah uang, sementara rakyat Papua sendiri di terlantarkan. 

Sesungguhnya permasalahan Papua merupakan buah dari kesalahan sistemik. Selama  sistem demokrasi sekuler diterapkan maka tanah Papua yang kaya raya hanya akan menjadi tanah bancakan hasil kerjasama penguasa negeri dengan kapitalis asing. Sementara rakyat Papua tidak akan mendapatkan hasil apapun dari kekayaan alamnya.

Maka jika Papua ingin sejahtera maka solusi yang efektif bukanlah memisahkan diri dari Indonesia, solusi itu tidak akan membuahkan hasil, karena hanya berpindah dari satu penguasa ke penguasa yang lain tanpa menyentuh akar permasalahan Papua sesungguhnya, yang berupa  permasalahan sistemik.

Solusi yang paling efektif dan fundamental adalah tiada lain kecuali mengganti sistem yang menjadi permasalahan utamanya.  Papua sesunggunya membutuhkan kepemimpinan Islam. Kepemimpinan dalam syariat Islam menuntun para penguasa menempatkan dirinya sebagai pelayan rakyatnya. Bukan sebagai alat partai, apalagi kacung kapitalis, dan antek asing. 

Syariah Islam menetapkan loyalitas hanya kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum muslimin saja. Seraya mengharamkan segala bentuk intervensi asing atau intervensi pihak manapun yang berkonsekuensi munculnya kezaliman. Syariah Islam juga mengatur soal kepemilikan. Seperti mengharamkan kepemilikan sumber daya alam yang melimpah, oleh individu, kelompok, apalagi negara asing. Syariah Islam menetapkan sumber daya alam sebagai milik umat yang wajib dikelola negara dan dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kemaslahatan rakyat. Wallahu a'lam!. [vm]

Posting Komentar untuk " Problematika Papua "