Yang Dibutuhkan Bukan Pawang Hujan, Tapi Pawang Minyak Goreng





Oleh: Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP) 


Gelaran balapan motoGP di Sirkuit Mandalika, NTB, sedianya digelar pada Ahad, 20 Maret 2022. Segala persiapan sudah dimatangkan. Para penonton sudah dijemput dengan kendaraan yang disediakan. Bahkan untuk mengantisipasi cuaca, di datangkanlah seorang pawang hujan.

Memang terkesan aneh. Tapi demikianlah yang terjadi. Pawang hujan yang dikontrak bernama Rara Istiati, atau dikenal dengan Mbak Rara. Kabarnya ia pernah dikontrak saat perhelatan Asian Games 2018. Artinya, Mbak Rara ini adalah pawang yang bisa diandalkan. Gajinya saja untuk menjadi pawang hujan di Mandalika mencapai ratusan juta rupiah.

Niat ingin menghadang hujan atau minimal memindahkan waktu terjadinya hujan, biar balapan motoGP bisa dilakukan sesuai rencana yakni pukul 14 atau 15.00 WITA, akhirnya harus ditunda. Hujan turun dengan derasnya di siang itu. Sementara itu si pawang sudah beraksi.

Kalau kita menengok keadaan bangsa yang penuh kesulitan ini, tentunya pelaksanaan balapan motor bergengsi di Mandalika menjadi sebuah anomali. Dana APBN sebesar Rp 2,48 trilyun dialokasikan untuk balapan di Mandalika ini. Sedangkan ratusan juta rupiah untuk menyewa pawang hujan. Hal demikian tentunya penghamburan dana negara yang notabenenya dari rakyat, tapi alokasinya bukan untuk rakyat. Seharusnya dana APBN digunakan untuk mengurusi kebutuhan dan kesulitan rakyat.

Yang dibutuhkan rakyat bukan event-event penghamburan uang rakyat, apalagi pawang hujan. Yang dibutuhkan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan hidupnya sehingga terwujud kesejahteraan. 

Di saat harga minyak goreng melambung tinggi, maka yang dibutuhkan rakyat adalah Pawang Minyak Goreng. Pawang minyak goreng ini harus beraksi dengan cepat menstabilkan harga minyak goreng sesuai harga pasar bukan harga oligarki. Si Pawang bekerja menghilangkan praktek-praktek kartel dalam komoditas minyak goreng. 

Keberadaan minyak goreng menjadi bagian dari kebutuhan pokok. Maka negara seharusnya mengambil peran dalam menyediakan ketersediaan minyak goreng dengan membuat lahan-lahan kelapa sawit. Kalaupun swasta boleh bergerak di bidang produksi minyak goreng, akan tetapi harga pasar menjadi ukuran dalam penentuan harga komoditas. Jika terjadi perselisihan harga, maka negara harus mendatangkan seorang hubaro', orang yang ahli dalam memutuskan persoalan sengketa harga.

Walhasil negara harus menjadi pawang bagi terpenuhinya kebutuhan rakyatnya. Di sinilah negara harus menerapkan konsepsi ekonomi yang berkeadilan. Konsepsi ekonomi Islam yang menempatkan faktor kepemilikan komoditas, produksi dan distribusinya secara proporsional yang akan mampu mengantarkan bangsa menuju kesejahteraannya. 

Begitu pula faktor politik pemerintahan. Kebijakan ekonomi harus didukung oleh kebijakan politik yang bersih, amanah dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Untuk bisa mewujudkannya adalah dengan mengadopsi kebijakan politik pemerintahan menurut Islam. 

Pendek kata, pawang yang seharusnya disediakan negara adalah yang bisa menjamin terwujudnya kesejahteraan lahir maupun batin. Negara harus membuang asas sekulerisme yang selama ini diterapkan. Asas sekulerisme ini yang menyebabkan negara menghabiskan uang rakyat untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bagi rakyatnya. Sudah seharusnya negara mengambil Islam secara paripurna. Islam telah menempatkan negara sebagai pawang bagi kebutuhan rakyatnya. Dengan demikian keberadaan negara yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum bisa diwujudkan. 


#20 Maret 2022 

Posting Komentar untuk "Yang Dibutuhkan Bukan Pawang Hujan, Tapi Pawang Minyak Goreng"