Harga Telur Melejit, Rakyat Kian Menjerit
Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummah)
Duhai, permasalahan kenaikan harga di negeri ini tak kunjung usai. Betapa pelik mekanisme pasar yang dikuasai sistem ekonomi kapitalisme. Harga-harga yang tinggi mengepung masyarakat, mulai minyak goreng, tepung-tepungan, dan kini telur kembali melejit. Kenaikan harga-harga di pasar tentu bukan tanpa sebab. Faktor permintaan dan penawaran biasanya menjadi kelaziman dalam memengaruhi naik turunnya harga. Namun, adanya kartel, penimbunan, dan monopoli juga sering mewarnai tingginya harga-harga.
Kali ini, harga telur mencapai 30 ribu rupiah. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, tercatat per 23 Agustus 2022 harga telur ayam ras di tingkat eceran mencapai Rp 31.000 per kilogram atau naik sekitar 2,9 persen dibandingkan seminggu sebelumnya dan naik sekitar 6,1 persen dibandingkan sebulan sebelumnya (kompas.com, 25/8/2022).
Ada beberapa faktor yang dikemukakan oleh Kemendag asalah penyerapan telur untuk bansos. Tingginya penyerapan telur untuk bantuan sosial, khususnya program keluarha harapan (PKH) menyebabkan harga telur babak belur. Mengingat tingginya permintaan, wajar membuat harga telur meninggi tanpa kendali.
Sementara Abdullah Mansuri selaku Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia menyampaikan bahwa harga telur sekarang adalah harga termahal sejak 5 tahun terakhir. Adapun faktor yang membuat harga telur babak belur versi suara.com (24/8/2022), antara lain:
1. Tingginya pakan ternak
Salah satu penyebab harga telur melejit karena harga pakan ayam yang meningkat hingga 27 persen. Sementara harga jagung meningkat 30 persen. Meningkatnya harga jagung ini terlepas harga pupuk yang meningkat 20 persen.
2. Pascapandemi corona
kondisi new normal pasca pandemi Corona sehingga ekonomi belum sepenuhnya pulih. Fenomena ini pun membawa dampak pada harga pangan, termasuk harga telur.
3. Konflik Rusia-Ukraina
Penyebab selanjutnya harga telur meledak yaitu konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak rantai produksi maupun distribusi pangan pada beberapa negara menjadi terhambat, sehingga ini berdampak melonjaknya harga komoditas tertentu. Sebagai informasi, Rusia dan Ukraina ini memang masuk dalam daftar negara produsen komoditas pangan, khususnya gandum dan banyak lagi lainnya.
4. Pengaruh iklim
Penyebab berikutnya yang membuat naiknya harga telur karena adanya perubahan iklim. Perubahan iklim ini secara global membuat tekanan suplai agrikultur menjadi lebih besar. Pasalnya, cuaca ekstrem dapat berpotensi menurunnya yield (imbal hasil) dari komoditas. Deni Friawan selaku Peneliti Departemen Ekonomi CSIS menyampaikan, penerapan kebijakan stimulus moneter maupun fiskal oleh pemerintah serta bank sentral seluruh dunia sekarang condong semakin menekan arah inflasi sehingga berdampak harga menjadi naik.
5. Pengaruh produksi telur
Ditengarai, produksi telur ayam ras semakim berkurang karena faktor pakan ternak yang mahal. Sehingga produksi berkurang di kalangan peternak. Hal ini dibenarkan oleh Doni Wibowo selaku Kepala Pasar Induk Pasirhayam Cianjur. Iwan sebagai pedagang telur di Pasar Induk Pasirhayam Cianjur juga menuturkan bahwa penyebab kenaikan harga telur karena dampak dari pengurangan produksi di tingkat peternak.
Memang banyak faktor yang memengaruhi harga telur babak belur. Dari faktor-faktor di atas, seyogianya negara segara melakukan tindakan untuk menormalkan harga telur dengan melihat akar masalahnya sehingga mampu memecahkan persoalan harga komoditas pangan, termasuk telur, dari hulu hingga hilir.
Sistem ekonomi kapitalisme yang menguasai hampir seluruh pasar di dunia, termasuk negeri ini tak akan memberi celah sedikut pun atas negara untuk segera menormalkan harga demi kesejahteraan rakyat. Komoditas pangan yang seharusnya dijamin oleh negara, tak akan segera diusut dan diselesaikan karena hanya akan dianggap sebagai beban negara. Sehingga, peegerakan distribusi pangan ke tengah masyarakat harus dengan kompensasi yang memberikan keuntungan. Harga telur melejit, maka tak peduli rakyat menjerit atau tidak, yang terpenting negara tidsk terbebani oleh penjaminan kebutuhan rakyat.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan Islam. Dalam sistem ekonomi Islam, segala kebutuhan asasi rakyat harus dijamin oleh negara, baik secara langsung ataupun tak langsung. Negara akan memastikan komoditas pangan tersedia.
Apabila terjadi kenaikan harga komoditas, maka khalifah akan segera menyurvei dan emnelaah apa sebabnya. Tidak ada patokan harga dalam Islam. Mekanisme pasarlah yang menentukan. Apabila terjadi kelangkaan, maka khalifah akan meminta para wali yang wilayahnya surplus oleh komoditas pangan untuk mendistribusikan ke wilayah yang langka agar harga kembali stabil, bahkan bisa jadi didistribusikan langsung ke tengah masyarakat secara gratis.
Islam juga melarang penimbunan dan monopoli. Khalifah akan mengontrol dengan ketat kondisi tiap pasar melalui para qadhi hisbah dan surthoh pasar. Sehingga, berbagai barang komoditas berputar sebagaimana tabiatnya di tengah masyarakat.
Kestabilan dan ketersediaan keberadaan komoditas pangan akan dijamin oleh negara. Apabila ada pelanggaran semisal penimbunan, kecurangan, ataupun monopoli, maka qadhi akan segera memberi sanksi sesuai dengan beratnya pelanggaran.
Islam mewajibkan negara memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat. Apabila musim paceklik atau ada bencana, wajib negara menjamin kebutuhan asasi rakyat secara gratis. Bila dalam kondisi normal, maka negara akan memastikan tiap keluarga ada kepala keluarga, yakni para suami atau laki-laki yang baligh untuk menanggung nafkah keluarganya. Lapangan kerja disediakan oleh negara. Namun, jika dalam keluarga itu tidak ada satu pun yang bisa menanggung nafkah, maka negara secara langsung yang akan menjaminnya.
Demikianlah Islam mengatur dan menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Tak akan dijumpai jeritan dan tangisan rakyat karena kesejahteraan rakyat akan benar-benar diperhatikan. Saatnya kaum muslim kembali pada sistem Islam. Hanya dalam naungan sistem Islam, seluruh manusia akan aman, tenteram, dan sejahtera.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar untuk "Harga Telur Melejit, Rakyat Kian Menjerit"