BBM akan Naik, Rakyat Pasti Panik
Oleh: Alfi Ummuarifah (Pegiat Literasi Islam Kota Medan)
Pemerintah berencana untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi pertalite dan solar. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, harga BBM subsidi saat ini telah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berkaitan dengan hal tersebut apakah tepat kebijakan ini? Alasan diatas tidak tepat karena seharusnya BBM itu menjadi salah satu pos yang ditanggung APBN.
Negara berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat agar masyarakat memperoleh BBM dengan mudah dan harga yang murah. Apalagi harga minyak dunia saat ini justru anjlok hingga 2 persen (CNNIndonesia, 1/9/22).
BBM Dalam Pusaran Kapitalis
BBM adalah sesuatu yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Regulasinya harus mudah, tak ribet, dsn ketersediaannya memadai. Negara harus memiliki kemandirian dalam hal menjaga ketersediaannya dan mandiru juga dalam hal harganya yang terjangkau. Bahkan jika dimungkinkan diperoleh secara gratis mengingat bahan mentah BBM di negeri ini melimpah. Andai ingin dikenakan biaya produksi sesungguhnya biayanya sangat murah. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan mantan Menko EKUIN Kwik Kian Gie beberapa tahun yang lalu. Saat itu perhitungannya hanya sekitar 600 rupiah per liternya.
Murah sekali bukan?
Maka, bagaimana peran penguasa di negeri ini sungguh dibutuhkan dalam dua hal ini. Ketersediaannya untuk seluruh masyarakat Indonesia dan harganya yang terjangkau. Caranya dengan mencegah bahan baku minyak mentah dijual ke luar negeri dan juga memproduksi sendiri tanpa campur tangan negara dan pihak lain BBM itu sendiri. Jika masih tersisa boleh, dijual dalam jumlah yang tidak banyak. Mengingat bahan baku ini adalah sumber daya alam keberadaannya butuh waktu yang lama. APBN dibutuhkan untuk memproduksinya.
Maka, kenaikan harga BBM karena alasan subsidi yang dicabut agar tak membebani APBN ini adalah kebijakan yang keliru. Kebijakan yang abai pada masyarakat. Membiarkan masyarakat memperoleh BBM dengan cara yang rumit dan harga yang selangit. Padahal saat ini harga minyak dunia sudah turun. Apakah alasan kenaikan BBM itu masih tepat?
Memang, saat APBN negara kita sedang dalam keadaan defisit. Penguasa akan mencari cara bagaimana agar APBN tidak membengkak. Maka perkaranya terletak pada APBN. Bagaimana membuat APBN itu cukup bahkan defisit agar bisa menanggulangi biaya produksi BBM dan distribusinya.
Negara membutuhkan sistem ekonomi alternatif untuk membuat APBN berada dalam posisi aman bahkan surplus. Sistem alternatif itu harus memiliki konsep mandiri mengelola kekayaan negaranya. Tidak diserahkan pada pihak asing. Dengan begitu baik bahan mentah hingga produksinya menjadi bahan baku diproduksi sendiri secara mandiri. Tidak tergantung pada harga minyak dunia ataupun tingkat inflasi di dunia.
Adapun istilah subsidi telah mengaburkan kewajiban negara yang dipimpin oleh Pemerintah. Subsidi saja tak seharusnya ada. Seharusnya BBM diproduksi sendiri bukan dengan konsep subsidi. Ini ciri pengelolaan negara berdasarkan sistem ekonomi kapitalistik yang diadopsi oleh negara ini. Wajar, saat APBN defisit, subsidi pelan-pelan dikurangi bahkan dicabut.
Marilah kita menilik amanat Pasal 28I ayat (4) UUD 1945, yang berbunyi : "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah".
Pemenuhan hak setiap warganegara Indonesia, merupakan tanggung jawab negara secara mutlak untuk memenuhinya, termasuk terpenuhinya hak atas sumber energi untuk dapat hidup dan mempertahankan kehidupannya. Sehingga, sebagai sebuah tanggung jawab negara yang harus dipikul oleh Pemerintah.
Oleh karena itu tidak pantas jika tanggung jawab itu beralih kata dan makna menjadi subsidi, yang definisinya adalah bantuan. Bukankah, pemerintah berkewajiban untuk turut campur tangan ditengah-tengah kesulitan masyarakat kecil terhadap segala kebutuhan dasarnya, termasuk menyediakan BBM, listrik, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya?
Berikutnya jika BBM jadi dinaikkan, maka kenaikan ini akan memicu kenaikan produk lain sehingga biaya produksi akan ikut naik. Setiap kenaikan harga BBM pasti menjadikan harga bahan utama akan ikut terdongkrak naik. Belum lagi bahan penolong atau pendukung, secara cepat atau lambat pasti akan ikut naik.
Inilah efek domino dari kenaikan BBM itu. Bahaya sedang mengancam negeri ini. Kesulitan hidup akan terbuka lebar. Kesenjangan masyarakat akan semakin lebar. Masyarakat semakin hilang kepercayaan pada penguasanya.
Seharusnya Pemerintah mempertimbangkan lagi rencana kenaikan BBM. Sebab akan langsung berdampak terhadap masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan menjadi taruhannya.
Terlebih lagi jika kita merujuk Putusan MK Perkara No 002/PUU-I/2003 telah ditentukan bahwa ketentuan Harga BBM yang diserahkan kepada mekanisme pasar (persaingan usaha yang sehat dan wajar) dalam pasal 28 ayat (2) dan (3) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Maka jika ingin mengikuti mekanisme pasar, selain bertentangan dengan Perpres No 191 tahun 2014, juga bertentangan dengan Putusan MK yang menyatakan bahwa praktik penyerahan harga BBM kepada pasar tidak sesuai dengan UUD 1945. Padahal harga minyak dunia justru turun saat ini. Jadi kenaikan harga BBM justru tidak punya alasan yang kuat lagi sebagaimana kenaikan sebelumnya yang berpijak pada harga minyak dunia.
Maka, kita nanti akan menyaksikan masyarakat yang terdampak menjadi lebih luas akibat kenaikan BBM ini jika sampai terjadi. Seyogyanya pertimbangan kenaikan BBM ini perlu ditilik ulang. Harus dipertimbangkan secara matang. Agar tidak menjadi taruhan bagi penguasa hari ini berhadapan langsung dengan masyarakat.
Akhirnya, kita membutuhkan sistem alternatif itu. Agar BBM diperoleh dengan mudah di seantero negeri ini. Bukan hanya cukup, harganya juga murah karena merupakan harga atas biaya produksi saja. Jika negara Malaysia dan Bandar seri Begawan bisa menjual BBM dengan harga yang terjangkau, mengapa kita tidak bisa? Semua tergantung pada itikad yang kuat dari punggawa negeri ini untuk melayani. Bukan berjual beli dengan rakyatnya sendiri. Karena jika rakyat sudah tak percaya, rakyat sanggup menurunkan penguasanya karena tak seiring dengan aspirasi mereka. Mari, kita pertimbangkan lagi kenaikan BBM ini dengan penuh pertimbangan dan karena ingin melayani. Saat penguasa menyayangi dan mencintai masyarakat,
Masyarakat pun akan mencintai mereka dan mematuhi mereka dengan ikhlas dan sukarela.
Wallahu a'lam bisshowaab.
Posting Komentar untuk "BBM akan Naik, Rakyat Pasti Panik"