Lonceng Kematian Berbunyi, Harga BBM Kian Meninggi




Oleh: Afiyah Rasyad (Aktivis Peduli Ummat)


Syahdan, lonceng kematian sedang menggema di seantero negeri gemah ripah lohjinawi. Berbagai subsidi dikurangi dan bahkan dihapus sama sekali. Skema dana pensiun diwacanakan akan diganti. Pungutan pajak sana-sini terus terjadi. Kini, hipokrisi kebijakan penyesuaian harga juga mewarnai negeri, harga BBM justru melonjak sangat tinggi.

Sumber Daya Alam dalam Cengkeraman Eksploitasi Sistem Kapitalisme

Sabtu (3/9/2022), lonceng kematian berbunyi. Pengumuman kenaikan BBM disiarkan secara resmi. Meski berbagai kalangan menolak wacana kenaikan harga BBM, tetapi penolakan itu laksana angin lalu semata. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite hingga Pertamax naik. Keputusan pemerintah itu ramai-ramai dikritik oleh partai oposisi hingga kalangan buruh (detik.com, 2/9/2022)

Presiden memandang bahwasanya kenaikan ini sudah jalan terakhir. Sebab, sebelumnya subsidi BBM telah meningkat 3 kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Hal ini dipandang akan terus meningkat sehingga harus ada kenaikan harga.

Beberapa waktu lalu Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan harga minyak mentah akan terus naik hingga mencapai US$105/barel pada akhir tahun (CNBC Indonesia, 29/08/2022). Padahal, asumsi makro pada Perpres 98/2022 hanya US$100/barel. Akibat kenaikan ini, kuota subsidi energi yang dianggarkan pemerintah sebesar Rp502,4 triliun akan segera habis September ini.

Selain faktor kenaikan harga minyak mentah, nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS juga menjadi sebab naiknya BBM. Saat ini 1 dolar AS setara Rp14.700, lebih tinggi dari asumsi sebesar Rp14.450.

Namun demikian, sudah menjadi rahasia umum, negeri ini berada di bawah kendali sistem kapitalisme. Berbagai sumber kekayaan alam hayati dan mineral dikuasai para investor swasta, lokal dan juga asing. Hampir setiap kekayaan alam, terutama tambang dikuasai swata dari hulu hingga hilir.

Dalam urusan migas, banyak label perusahaan asing yang ikut bermain dalam industri BBM. Apalagi sejak Sejak disahkannya UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), swastanisasi dan liberalisasi migas di Indonesia berjalan makin masif dari hulu hingga hilir. UU ini mengundang swasta lokal dan asing untuk masuk dalam pengelolaan migas, termasuk penjualan BBM kepada rakyat. Jika, BUMN menjual dengan harga rendah atau tetap ada subsidi BBM, tentu saja investor asing akan hengkang dari negeri ini. Sementara titah kapitalisme adalah negara tak boleh ikut campur dalam urusan pelayanan rakyat. Maka, menaikkan harga agar persaingan harga BBM kondusif bagi investor asing pun dilakukan.

Selain itu, negara yang mengadopsi sistem kapitalisme akan terus melepas ikatan demi ikatan pelayanan urusan umat dan pelayanan jaminan terhadap kebutuhan rakyat. Hubungan antara rakyat dan negara laksana produsen dan konsumen saja. Otomatis, asas manfaat alias perhitungan untung rugi dijalankan dalam hubungan tersebut.

Meski ada wacana bantuan langsung tunai (BLT) BBM senilai Rp150 ribu per bulan bagi sejumlah keluarga, namun angka itu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan satu keluarga dalam sebulan. Hipokrisi kebijakan begitu tampak. Walhasil, negeri ini mengorbankan kesejahteraan rakyatnya sendiri. Sungguh lonceng kematian telah berbunyi.

Kembali pada Kehidupan Lebih Baik

Sungguh, kondisi kehidupan saat ini amat memprihatinkan. Kenaikan BBM sudah pasti akan diikuti oleh kenaikaan komoditas kebutuhan pokok rakyat. Kehidupan yang menyengsarakan rakyat ini tak boleh diperpanjang, umat dan penguasa muslim harus sadar untuk kembali pada kehiduoan yang lebih baik. Jika hendak meraih kehidupan yang baik, maka harus kembali pada Zat Yang Mahabaik, yakni sistem Islam.

Islam adalah agama sempurna yang aturannya mencakup segala lini kehidupan, termasuk urusan ekonomi, wabil khusus masalah BBM. Islam memosisikan BBM sebagai sumber daya milik rakyat, harta kepemilikan umum. Islam melarang pengelolaannya diserahkan pada individu ataupun swasta, terlebih diserahkan pada korporasi asing.

Islam mewajibkan negara mengelola sumber energi. Sementara hasilnya akan didistribusikan kepada seluruh rakyat dengan harga sangat terjangkau untuk mengganti biaya pengelolaan bahkan gratis.

Khalifah akan amanah, memelihara urusan rakyat dengan ikhlas dan penuh ketundukan pada Allah Swt. Khaligah dan para penguasa muslim akaan berhati-hati dalam melayani rakyat. Sebab, Rasulullah saw. pernah mengingatkan dalam sabdanya:

“Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkan umat, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia.” (HR Muslim)

Juga sabda beliau saw., “Setiap hamba yang Allah (takdirkan) melayani masyarakatnya, (lalu) mati di suatu hari dan ia zalim (selama memimpin) kepada rakyatnya, maka Allah haramkan baginya surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Maka, untuk meraih kehidupan lebih baik, umat tak boleh berhenti menyuarakan Islam. Umat Islam harus bersatu mengoreksi kebijakan zalim yang menimpa. Umat Islam harus terus istikamah dalam berjuang untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.


Wallahu a'lam. 

Posting Komentar untuk "Lonceng Kematian Berbunyi, Harga BBM Kian Meninggi"