Minyak Langka, Rakyat Sengsara, Ulah Siapa?
Oleh: Hestiya Latifah (Mahasiswi, Aktivis Dakwah)
Kelangkaan minyak goreng ternyata masih terjadi di tengah masyarakat Indonesia dan belum juga terbenahi.
Dilansir dari idxchannel.com (29/5/2023), beberapa waktu lalu pemerintah mengeluarkan beberapa produk Minyakita untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Pengadaan ini diklaim sebagai program penyediaan minyak goreng curah bersubsidi.
Pada beberapa waktu lalu juga, Minyakita dijual dengan harga Rp. 16.000 per liter di Pasar Tradisional Jakarta. Harga tersebut berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan yaitu senilai Rp. 14.000 per liter.
Selain mahal, Minyakita juga masih dijual bersyarat atau bundling, yaitu pedagang yang ingin membeli Minyakita dari distributor harus membeli produk yang lainnya. Pasalnya, pembelian Minyakita dari distributor masih terbatas.
Kondisi ini jelas memberatkan konsumen di balik persoalan ekonomi yang terbatas. Klaim pemerintah yang menjadikan Minyakita untuk solusi mahalnya minyak bagi rakyat kecil ternyata kurang berhasil. Buktinya, Minyakita masih dijual mahal serta untuk mendapatkannya pun ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Bukankah ini persoalan baru dan merupakan satu kesulitan dari kesulitan yang lain?
Kegagalan ini menunjukkan kesalahan dalam regulasi distribusi dan lemahnya pemerintah dalam konteks mengontrol di dalam berjalannya rantai distribusi.
Harga Minyakita yang digadang dapat mempermudah rakyat kecil untuk bisa membeli, ternyata melambung dari Harga Eceran Tertinggi yang ditetapkan.
Kapitalisme Pembawa Kesengsaraan
Kondisi ini wajar saja terjadi, karena masyarakat sedang diatur dan dikontrol oleh sistem kapitalisme. Di mana ini merupakan ulah tangan para asing dalam mengelola dan mendapatkan hasil semaksimal mungkin berupa kekayaan materi termasuk memeras rakyat sekali pun.
Persoalan ini kian mencekik. Pasalnya, persoalan ekonomi rakyat yang tak kunjung diberi solusi, juga pemerintah dan penguasa yang cuek alias tak menghiraukan persoalan rakyat, tak kunjung menuai hasil. Setidaknya mampu memberikan kebutuhan rakyat tanpa memberikan beban atas apa yang sudah menjadi kebutuhan rakyat. Sedangkan, negara dibuat hanya sebagai regulator di dalam misi para kapitalis untuk menguasai seluruhnya di negeri ini serta meraup keuntungan sebanyak-banyaknya.
Dari persoalan minyak goreng yang sulit terjangkau, disebabkan juga oleh para pemburu-pemburu minyak goreng untuk menimbun minyak-minyak hanya karena memikirkan kebutuhan individu.
Lantas di mana peran negara? Bukankah tugas negara dalam menyejahterakan rakyat termasuk agar distribusi minyak merata ke seluruh rakyat?
Islam Adalah Jawaban Persoalan
Dalam hadits Rasulullah saw, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari)
Bahwa negara saat ini tidak akan bisa berkembang dan sejahtera jika terus menggunakan sistem kapitalisme, justru hanya akan menyengsarakan negara dan rakyat.
Maka sistem Islam adalah solusi satu-satunya. Sistem Islam, yaitu sistem yang mampu dan terbukti mampu mengatur seluruh aspek kehidupan, yakni Daulah Khilafah pada 13 abad yang lalu.
Khilafah dalam persoalan ini, akan mengatur dari mulai pendistribusian minyak goreng sebagai bahan pangan yang mudah diakses dan didapatkan oleh rakyat. Ini merupakan bagian dari tugas Khilafah, yakni mengatur mekanisme pasar dan non pasar.
Dalam aspek non pasar, negara wajib mengatur dan memastikan ketersediaan bahan untuk produksi minyak goreng. Dalam hal ini, negara akan memberikan perhatian kepada petani sawit melalui biro pertanian dari kemaslahatan umat dan juga biro subsidi dari baitulmal. Untuk dapat mencukupinya serta memberikan support agar para petani dapat bekerja maksimal dan mendapatkan hasil yang maksimal. Upaya ini berupa intensifikasi maupun sarana produksi yang lebih canggih agar mempermudah para petani dalam memproduksi minyak goreng. Selain itu, memperluas lahan pertanian agar semakin meningkat potensi produksi sawit.
Adapun dalam aspek pasar, negara wajib mengatur dan mengawasi berjalannya pasar agar sesuai dengan syariat. Khilafah juga akan menghilangkan hal-hal yang mengacaukan berjalannya pasar seperti penimbunan, kenaikan harga, bahkan monopoli dan lain sebagainya. Semua itu menyebabkan kelangkaan barang produksi dan meningkatnya harga-harga sehingga menjadi tidak sesuai.
Khilafah juga memberikan sanksi terhadap siapa saja yang berbuat tidak mengikuti syariat termasuk seperti para pembuat kekacauan mekanisme pasar, yakni para penimbun dan lain-lain.
Abu Umamah al-Bahili berkata, Rasulullah saw pernah bersabda:
"Rasulullah saw melarang penimbunan makanan". (HR al-Hakim dan al-Baihaqi)
Khilafah juga akan memastikan terpenuhinya supply dan demand pasar. Pada saat permintaan belum tercukupi, Khilafah akan memasok barang tersebut sebagai bentuk intervensi pasokan agar kondisi pasar seimbang. Dengan konsep ini, semua akan berjalan dengan baik dan kebutuhan lebih mudah di dapatkan dengan harga yang terjangkau oleh rakyat.
Maka tidak sulit bagi Khilafah untuk menyediakan bahan pangan yang mudah terjangkau oleh rakyatnya. Semua ini akan berjalan asalkan rakyat mau diatur oleh sistem Islam, bukan sistem kapitalisme. Wallahu'alam bishawab. []
Posting Komentar untuk "Minyak Langka, Rakyat Sengsara, Ulah Siapa?"