Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rakyat Miskin Dilarang Sakit



Oleh : Rifda Sakinah

Pemerintah gencar menggalakkan program pengentasan stunting salah satunya dengan mengenalkan pola makan sehat pada balita. Guru Besar pangan dan gizi Institusi Pertanian Bogor (IPB) Prof. Ali Khomsan mengatakan, upaya mencegah stunting bisa dimulai dengan memberikan pola makan sehat dengan gizi seimbang.

“Pola makan sehat itu tidak harus mahal dengan sumber protein hewani saja, tapi juga bisa sumber protein nabati dan juga pemberian ASI ekslusif pada bayi usai enam bulan pertama dalam hidupnya,” ujarnya dikutip dari Tribunnews (5/7).

Keluahan juga disampaikan oleh salah satu wanita bersal dari aceh utara, melalui sosmednya ia berkata “Makanan yang didapat dari posyandu tidak ada nilai gizinya dan tidak dapat mendukung tujuan dari sesuai dari posyandu yaitu pemenuhan gizi, pencegah diare, pencegahan stunting, petumbuhan anak. Justru makanan yang diberi setara dengan makanan Rp.500 yang biasa dijual di warung” (25/8).

Stunting kini menjadi masalah yang cukup serius. Melihat perkembangan data akan stunting yang terjadi di Jawa Timur mencapai 19,2% pada 2022 kemarin. Provinsi ini menduduki peringkat ke-25 dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Indonesia tahun lalu. Penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang (kronis). Kekurangan asupan gizi ini bisa terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Dan itu terjadi karena beberapa faktor yaitu, tinggi dan berat badan ibu hamil tidak ideal, minimnya ketersediaan air bersih, pendidikan parenting rendah, dan kemiskinan.

Yang cukup menjadi penyebab utama stunting di Indonesia adalah kemiskinan. Berawal dari kemiskinan maka ketersediaan pangan nutrisi anak menjadi sulit, orang tua sulit mengenyam pendidikan parenting, air bersih mahal dan masih banyak lagi. Dengan angka stunting yang meningkat kini cukup menjadi maslaah yang serius bagi negara ini.

Pemerintah menggalakkan  “zero stunting” sepertinya jauh panggang dari api. Pasalnya, beredar kabar anggaran penanggulangan stunting hanya 34% yang “masuk mulut” bayi dan ibu hamil. Sisanya justru dipakai untuk anggaran yang katanya nyeleneh. Apa benar demikian?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merasa kecewa atas laporan penggunaan anggaran penanggulangan stunting. Menkeu Sri menyampaikan, dari Rp77 triliun, hanya Rp34 triliun yang “masuk mulut” bayi, bahkan ada anggaran nyeleneh yang dipakai dari dana itu, yakni untuk pembangunan pagar puskesmas. Menurutnya, pemakaian dana terbesar justru pada koordinasi, sebesar Rp240 miliar. (CNN Indonesia, 14-3-2023).

Sebenarnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah sangat jauh dari kata cukup untuk menyelesaikan kasus stunting di Indonesia, apalagi dikabarkan dana itu tidak masuk sepenuhnya ke kepada sang bayi juga ibunya. Dana yang diharapkan bisa merendahkan angka stunting justru sebaliknya, rakyat makin menjerit akan melejitnya bahan pokok yang berimbas pada nutrisi bayi. Yang membuat ibu memilih jalan pintas dengan memberikan pangan pada anak ala kadarnya. Berharap anak kenyang dan berhenti menangis? 

Tak  berhenti sini. Kasus layanan Kesehatan yang diprogramkan oleh pemerintah untuk mempermudah rakyat mendapatkan layanan yang baik juga tidak menyeluruh, SDM yang tidak memadahi juga Fasilitas yang masih dipetakan berdasarkan kelas ekonomi. Tidak sedikit rumah sakit yang menolak pasien lantaran tak membawa kartu Kesehatan Ketika hendak berobat dan berakhir tak tertolong. Pemetaan layanan berdasarkan tingkat ekonomi juga berpengaruh pada proses dan kualitas penyembuhan pasien. Parahnya pada tahun 2013 lalu ada seorang kakek yang diturunkan dari ambulans lantaran tak memiliki biaya pengobatan lalu menghembuskan napas terakhirnya.

BPJS yang diperuntukkan untuk Masyarakat agar bisa merasakan layanan Kesehatan yang layak jutru dengana danya pemetaan layanan Kesehatan membuat warga timpang sebelah. Pemerintah disebut secara bertahap mulai menghapus Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan. Sistem tersebut akan digantikan oleh Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan.Namun, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjelaskan lebih detail tentang perubahan sistem tersebut. Ia mengklarifikasi jika kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan sebenarnya tidak dihapus, tetapi ada penyesuaian standardisasi untuk pelayanan peserta BPJS.

Akankah berjalan dengan semestinya? Kesehatan Masyarakat yang seharusnya dijamin oleh negara kenapa rakyat disuruh iuran perbulannya. Lalu apakah setiap bulan kita sakit? Kemana pergi semua uang iuran tersebut? Apakah layanan Kesehatan yang diberikan oleh BPJS memiliki kualitas yang sama dengan pasien rawat inap kamar VVIP?

Tak lain dan tak bukan, hingga hari ini layanan Kesehatan merupakan ajang bisnis bagi para penguasa. Dana yang harusnya dikucurkan negara untuk rakyat malah rakyat yang tertatih untuk membayar ‘pajak kesehatan’ dan layanan yang didapat masih tidak erkualitas dan tak setara?

Harga bahan pokok melejit, dana tidak tepat sasaran, ribuan karyawan di PHK. Permasalahan yang beruntun. Jangankan untuk memenuhi keutuhan gizi anak, untuk makan pun mereka sulit. Dan jika diselidiki lebih lanjut justru masalah baru akan saling terikat. Dan itu akan terus menerus terjadi jika diselesaikan.Stunting terjadi karna kemiskinan yang menjadi akarnya. Rakyat tidak bisa memenuhi gizi anaknya karena miskin, orang tua tidak mengetahui kebutuha gizi anak karena kurangnya pendidikan parenting, dan kemiskinanlah yang menjadi penyebabnya. 

Cukup kita tahu Indonesia adalah negri dengan beribu jenis kekayaan. Tak terhitung tjumlah kekayaan alamnya, tambang dimana-mana, tanah yang subur, laut yang menyimapan kekayaan alam yang melimpah. Tapi kenapa malah kesejahteraan rakyatnya rendah. Data Numbeo menunjukkan bahwa kekayaan alam Indonesia tidak mampu menyejahterakan warganya. Mengapa demikian? Ini karena kekayaan alam tersebut lari ke luar negeri. Berbagai tambang di Indonesia, seperti tambang emas, perak, tembaga, batu bara, nikel, dsb. dikuasai oleh perusahaan swasta dan hasilnya diusung ke luar negeri, yaitu ke negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China dan Eropa. Itulah sebabnya, negara-negara besar tersebut memiliki indeks kualitas hidup yang tinggi yang merupakan cerminan kesejahteraan yang tinggi pula.

Lalu kita mendapatkan apa? Tanah di negri kita subur, mengapa harga bahan pokok melejit? Minyak gas dan tambang lainnya melimpah, mengapa harga BBM saja naik? Di Papua sana terdapat gunung emas Freeport yang sekarang sudah menjadi lembah, justru rakyat disana banyak yang tidak mengenyam pendidikan?

Dari situ kita dapat menilai bahwa negara belum bisa mensejahterakan rakyatnya secara menyeluruh. Dan rakyat Indonesia membutuhkan sebuah solusi

Yaitu penerapan Sistem Islam yang akan mengembalikan berbagai kekayaan alam seperti tambang kepada pemiliknya, yaitu rakyat. Tambang-tambang tersebut akan diambil dari para kapitalis, baik lokal maupun asing. Adapun perusahaan asing tersebut akan disuruh pulang ke negerinya dan tidak boleh bercokol di sini. Dan semua itu akan dikelola oleh negara dan dikembalikan Kembali pada rakyatnya.

Tambang-tambang tersebut lalu dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk penggratisan layanan publik, seperti layanan pendidikan, kesehatan, transportasi, dll. maupun produk jadi, misalnya BBM dan listrik murah. Dengan solusi Islam ini, rakyat Indonesia akan hidup dengan kualitas yang baik. []

Posting Komentar untuk "Rakyat Miskin Dilarang Sakit"

close