Bukannya Membebaskan Palestina, Kekuatan Arab Justru Mendukung Pendudukan

Konvoi militer Yordania (Reuters)

Bukannya Membebaskan Palestina dan Menolong Gaza serta Masjid Al-Aqsa, Justru Kekuatan Arab Mendukung Pendudukan dan Mengamankan Entitasnya!

Kepala biro politik gerakan Hamas Palestina, Ismail Haniyeh, ketika berbicara tentang apa yang akan terjadi sehubungan dengan pemerintahan Jalur Gaza setelah berakhirnya perang, mengatakan: “Kami menyambut baik kekuatan Arab atau Islam mana pun jika misinya adalah untuk mendukung rakyat Palestina dan membantu mereka membebaskan diri dari pendudukan (Israel). Jika kekuatan Arab atau internasional datang untuk memberikan perlindungan bagi pendudukan, maka hal itu jelas tidak dapat diterima.” Pernyataan ini dibuat setelah Menteri Tentara Entitas Yahudi, Yoav Galant, dalam kunjungannya ke Washington pada akhir bulan lalu, menyarankan kemungkinan pembentukan kekuatan militer multinasional yang terdiri dari kekuatan negara-negara Arab untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Jalur Gaza, serta ada pembicaraan dari pihak Yahudi tentang kehadiran kekuatan Arab di Gaza untuk jangka waktu antara 6 bulan hingga satu setengah tahun.

Hal ini dibuat dalam banyak skenario yang diusulkan mengenai fase pascaperang di Gaza, termasuk kembalinya Otoritas Palestina untuk memerintah Jalur Gaza dengan amandemennya, atau penyerahan kekuasaan kepada pemerintah teknokratis, atau hingga pengawasan Mesir dengan badan kekuatan perdamaian internasional untuk menjaga keamanan di lapangan, atau penggunaan kekuatan NATO, dan berbagai skenario serta proposal lainnya.

Dengan demikian, pembicaraannya adalah mengenai pengaturan pasca-perang, seolah-olah masalah perang telah selesai dan diselesaikan oleh para penjahat Yahudi dan Amerika. Meskipun mereka berbeda pendapat dalam hal-hal seperti pengungsian dan solusi dua negara, namun mereka sepakat mengenai ketegasan dalam rangka mengakhiri kekuasaan Hamas dan menghilangkan kekuatan militernya agar peristiwa 7 Mei 2023 tidak terulang kembali dan para tahanan dibebaskan. Oleh karena itu, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken meminta Hamas, dalam konferensi persnya di China, untuk menerima proposal “sangat serius” yang diajukan untuk mencapai gencatan senjata di Gaza dan mengembalikan para tahanan ke rumah mereka. Dia menekankan bahwa krisis ini akan berakhir jika gerakan tersebut meletakkan senjatanya, berhenti bersembunyi di belakang warga sipil dan menyerah.

Mengingat bahwa Amerika secara eksplisit menentang orang-orang Yahudi yang mempertahankan Gaza setelah perang atau mencoba mengubah perbatasan, yang pada awalnya hal itu merupakan keinginan Perdana Menteri Yahudi Benjamin Netanyahu dan dewan perangnya, namun mereka segera menyadari ketidakmampuannya untuk mencapainya, dan ketidakmampuannya untuk tetap tinggal dan mempertahankan Gaza setelah perang, karena alasan keamanan yang akan membuat Gaza menjadi luka berdarah di pihak Yahudi, dan karena alasan politik bahwa Amerika yang berada di belakangnya tidak menginginkan hal itu, sehingga Amerika tidak akan memfasilitasi atau mendukungnya … Oleh karena itu, ada pembicaraan mengenai kompromi antara keinginan orang-orang Yahudi dan proyek Amerika, dan masalah ini dipromosikan sebagai masalah sementara sampai semua masalah di lapangan berubah. Jelasnya, bahwa masing-masing penjahat, Yahudi maupun Amerika, ingin mengakhiri perlawanan dan para Mujahid, juga mereka ingin mengubah Gaza menjadi model yang lemah seperti Tepi Barat, sehingga mereka semua bekerja sama dalam menghilangkan perlawanan dan para Mujahid, serta mengejar mereka sampai benteng terakhir mereka, sehingga keamanan bagi mereka dapat dipulihkan dan orang-orang Yahudi dapat hidup aman di tanah Palestina yang diberkati.

Pada awal perang, Netanyahu berpikir bahwa dia sendiri yang mampu menyelesaikan masalah ini dan mengambil tanggung jawab untuk mengatur semua masalah, serta mengejar para Mujahid hingga benteng terakhirnya, namun mimpinya dengan cepat sirna ketika dia melihat ketabahan, keteguhan dan kemampuan para Mujahid untuk terus menyakiti pemerintahannya, serta menimbulkan kerugian material dan moral pada pasukannya yang kalah. Oleh karena itu, penerimaannya terhadap sejumlah proposal lain menjadi semakin dan sangat mungkin, untuk menghindari kegagalan dan kekalahan dalam pertempuran secara keseluruhan.

Benar bahwa Netanyahu tidak menginginkan negara Palestina, baik di Tepi Barat maupun di Gaza, juga tidak menginginkan penyatuan antara dua bagian dari wilayah 67, bahkan ia juga belum menerima solusi dua negara, namun ia ingin memenangkan perang dan keluar dari perang dengan kerugian minimal serta kemampuan untuk terus menjaga keamanan Yahudi dan menghilangkan ancaman keamanan, sehingga hal ini yang memungkinkan pertemuan pada langkah sementara berikutnya asalkan tidak mengarah langsung pada solusi dua negara, apalagi pemerintahan AS telah menunjukkan fleksibilitas yang besar mengenai solusi dua negara, ketika Presiden AS Biden menyatakan bahwa model negara tidak berarti negara sesungguhnya dengan tentara dan kedaulatan, melainkan negara formal dan imajiner.

Di sinilah pembicaraan mengenai kekuatan Arab pascaperang dilakukan, maka pengiriman kekuatan Arab dari Mesir, Uni Emirat Arab, Yordania, atau yang lain adalah hal yang mudah bagi Amerika dan Yahudi jika mereka mau itu, sementara para penguasa Arab dan Muslim dipastikan selalu siap untuk melayani, kapan pun dan di mana pun tuan mereka kaum kafir penjajah menginginkannya, mereka adalah kubah besi bagi entitas Yahudi dan pelindung setiabagi  proyek-proyek penjajahan. Tujuan pengiriman kekuatan ini adalah untuk membantu orang-orang Yahudi dalam membentuk kembali Jalur Gaza guna memenuhi kebutuhan keamanan entitas Yahudi, seperti Proyek Dayton yang bercitra buruk, yang pernah dibekerjakan Amerika di Tepi Barat sebelumnya, sehingga melaluinya dapat menciptakan otoritas serta badan keamanan dan intelijen yang akan bersiaga penuh untuk menjamin keamanan dan kenyamanan orang Yahudi di Tepi Barat.

Memang benar bahwa Otoritas sendiri tidak lagi menjadi subjek perjanjian antara Yahudi dan Amerika. Amerika ingin Otoritas menjadi negara Palestina di masa depan dalam solusi dua negara, namun Yahudi dengan kepemimpinan ekstrim sayap kanan mereka saat ini, yang tidak menginginkan Otoritas dan negara Palestina, mereka hanya ingin perpindahan penduduk Tepi Barat dan Gaza, serta menghapus solusi dua negara, hal ini disadari oleh Amerika dan Otoritas, sebagaimana yang dinyatakan Abbas dalam pengantar yang ia sampaikan di hadapan pertemuan khusus Forum Ekonomi Dunia di ibu kota Saudi, Riyadh, pada tanggal 28 April. “Kami tidak akan menerima, dalam keadaan apa pun, pengungsian warga Palestina, baik dari Gaza atau Tepi Barat dari tanah air mereka. Kami tidak akan membiarkan tragedi tahun 1948 dan 1967 terulang kembali.” Namun, para pemimpin Yahudi untuk sementara waktu menerima distrik-distrik dan kanton-kanton di Tepi Barat dan Gaza yang disebut kegubernuran, yang di dalamnya terdapat para penjaga yang menjaga keamanan Yahudi dan memenuhi ambisi keamanan dan pemerintahan mereka, di mana Otoritas yang ada adalah pemerintahan sipil dan dinas keamanannya adalah penjaga keamanan bagi entitas Yahudi. Di sinilah kekuatan-kekuatan Arab dapat ambil bagian untuk mewujudkan proposal yang diusulkan.

Begitulah Amerika melangkahkan kaki untuk menghilangkan isu Palestina dan memenuhi aspirasi keamanan orang-orang Yahudi dengan menundukkan gerakan Hamas dan mendorongnya untuk menyerah, meletakkan senjatanya, serta menerima proyek Amerika dan solusi dua negara, atau mengabaikannya dan menghilangkan kemampuan militer dan tempurnya, sehingga Jalur Gaza menjadi Tepi Barat baru yang mampu dibentuk sesuai dengan proyek penghapusan, dengan mengambil keuntungan dari kebutuhan orang-orang Yahudi terhadap mereka, bantuan mereka, perlindungan internasional mereka, dan penjagaan mereka terhadapnya di kawasan. Sementara orang-orang Yahudi bergerak menuju apa yang mereka impikan saat ini, yaitu menghilangkan segala bentuk perlawanan dan jihad di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta mengendalikannya dengan kendali urusan keamanan yang mereka butuhkan nantinya, menurut pandangan mereka, dengan melupakan perlunya solusi dua negara, yang kini mereka lihat sebagai bahaya dan hambatan bagi impian alkitabiah dan politik mereka.

Di tengah segala konspirasi, kejahatan, dan kebrutalan ini, kita melihat diamnya para penguasa Muslim dan diamnya tentara umat dari menolong Gaza, Palestina, dan Masjid Al-Aqsa. Sebaliknya, para penguasa Muslim memberikan segala sesuatu yang diminta Amerika atau Yahudi dalam hal layanan keamanan atau kekuatan yang mereka kirim untuk mendukung pendudukan, atau membuka wilayah udara dan jembatan darat untuk memasok kebutuhan entitas Yahudi, dan menutup segala bentuk ancaman keamanan atau formal terhadap entitas Yahudi, seperti yang terjadi dalam sandiwara serangan Iran terhadap entitas Yahudi.

Para penguasa Muslim siap mengirimkan tentara dan kekuatan jika diperlukan, menerbangkan pesawat jet, dan menutup wilayah udara, namun bukan untuk melawan orang-orang Yahudi atau menolong Gaza, melainkan untuk mendukung dan membantu orang-orang Yahudi menghapus Gaza dan Palestina. Adapun, ketika umat menuntut pengiriman tentara, maka Anda melihat para penguasa mengatakan bahwa ada perjanjian antara kami dan orang-orang Yahudi, dan kami tidak boleh membatalkannya, kami tidak boleh memerangi orang-orang Yahudi atau memusuhi Amerika! Sungguh mereka itu adalah musuh, semoga Allah melaknat mereka semua.

Setiap orang yang tulus ikhlas mencintai Islam dan Palestina harus menyadari persamaan yang ada, dan mengetahui bahwa para penguasa Muslim adalah para antek kriminal dan para loyalis Yahudi dan Amerika, mereka adalah tangga dan halaman dalam melakukan kejahatannya terhadap kita. Sehingga tidak ada cara untuk menolong Palestina dan Gaza kecuali dengan menyingkirkan mereka dari tahtanya untuk menggerakkan tentara umat menuju Palestina yang merdeka dan bangga, bukan menjadi jajahan dan pengkhianat. Apa pun bentuk kecenderungan pada para penguasa dan rezimnya adalah bunuh diri, serta kecenderungan para para penindas dan antek-antek yang melampaui batas.

Lebih dari sebelumnya, harapan digantungkan pada orang-orang shalih dari kalangan umat dan tentaranya, ketika mereka menyaksikan pembantaian setiap hari terhadap saudara-saudara mereka, untuk bergerak menolong Palestina, Gaza, dan Masjid Al-Aqsa. Hal ini harus dilakukan dengan menggulingkan takhta para penguasa boneka dan kemudian menyerahkan kepemimpinan kepada Hizbut Tahrir, yang akan mendeklarasikan Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah, mengumumkan mobilisasi umum, mempersatukan umat, dan mengirm tentara. [Bahir Shalih]

Sumber: alraiah.net, 01/05/2024 dari media-umat.info

Posting Komentar untuk "Bukannya Membebaskan Palestina, Kekuatan Arab Justru Mendukung Pendudukan"