Menelisik Retreat Pejabat, Benarkah Bermanfaat?

 




Oleh: Thaifah Zhahirah (Pendidik dan Pegiat Literasi)


Baru-baru ini, Kabinet Merah Putih (KMP) mengadakan retreat di Akademi Militer (Akmil) Magelang. Acara ini bertujuan untuk memberikan pembekalan, menyatukan visi dan misi, membangun solidaritas tim, serta meningkatkan semangat kerja para pejabat. Usai kegiatan tersebut, Raja Juli Antoni menyatakan bahwa seluruh peserta kembali dengan semangat membara untuk bekerja yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan kemandirian bangsa (tempo.co, 28/10/2024).

Namun, retreat yang terkesan berbau healing ini menuai sorotan. Apakah manfaat yang dihasilkan sebanding dengan sumber daya yang digunakan? Lebih penting lagi, apakah benar tujuan tersebut dapat membawa perubahan nyata bagi rakyat?

Retreat dan Masalah Sistemik

Retreat ini diklaim sebagai langkah untuk membentuk sinergi dan disiplin di antara para pejabat. Namun, rakyat tidak hanya membutuhkan pejabat yang disiplin dan kompak. Yang lebih mendesak adalah munculnya visi baru yang benar-benar membawa perubahan nyata. Selama sistem yang diterapkan masih berlandaskan sekulerisme, demokrasi, dan kapitalisme, keadilan dan kesejahteraan akan sulit tercapai.

Fakta di balik pembentukan Kabinet Merah Putih menguatkan kekhawatiran ini. Sistem politik yang dijalankan lebih terfokus pada pembagian kekuasaan daripada pada integritas dan profesionalitas. Sebagaimana diakui oleh Ketua Umum Partai Golkar yang juga merupakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Kabinet Merah Putih, Bahlil Lahadalia, ada tukar guling jabatan antara partai politik, seperti antara Golkar dan Gerindra, demi mengakomodasi kepentingan masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa spirit yang melandasi lebih condong pada kepentingan politik praktis ketimbang pengabdian kepada rakyat (tirto.id, 24/10/2024).

Solusi dalam Sistem Islam

Islam memberikan pandangan yang berbeda tentang bagaimana pejabat seharusnya dipilih dan bertugas. Dalam sistem Islam, pejabat bukanlah alat untuk mempertahankan kekuasaan, melainkan amanah dari Allah SWT. Mereka dipilih berdasarkan dua kriteria utama: integritas yang tinggi (syakhshiyah Islam) dan kapabilitas dalam bidangnya, bukan karena kepentingan politik atau tawar-menawar kekuasaan.

Selain itu, pejabat dalam sistem Islam bekerja dalam kerangka aturan yang telah ditetapkan Allah. Aturan ini bersifat tetap, mengikat semua pihak, dan tidak memihak. Dengan aturan ini, konflik kepentingan yang sering muncul dalam sistem sekuler dapat dihindari. Sebaliknya, fokus pemerintahan diarahkan untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan rahmat bagi seluruh alam.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Anbiya:107:

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam."

Retreat Tanpa Transformasi Tidak Akan Berarti

Retreat seperti yang dilakukan oleh Kabinet Merah Putih mungkin dapat membangun solidaritas, namun tanpa visi baru yang membawa perubahan mendasar, tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan. Sehingga akan tetap menyisakan tanya, benarkan agenda ini mendatangkan manfaat bagi rakyat atau hanya sekadar formalitas saja. 

Sejatinya perubahan hakiki hanya bisa dicapai jika sistem yang digunakan adalah sistem yang adil dan berorientasi pada kepentingan rakyat. Sistem demokrasi kapitalisme yang sarat dengan konflik kepentingan hanya akan terus melahirkan ketidakadilan dan ketimpangan.

Islam menawarkan solusi yang mendasar dan berorientasi pada kebaikan seluruh umat. Dengan sistem pemerintahan yang berbasis syariat, kehidupan yang sejahtera, adil, dan penuh rahmat dapat terwujud. Selain itu, pejabat tidak hanya menjadi pemimpin administratif tetapi juga pemimpin spiritual yang membawa misi mulia untuk menegakkan keadilan Allah di muka bumi. 

Jika demikian, sudah saatnya kita kembali pada sistem yang benar-benar membawa perubahan hakiki, bukan sekadar tambal sulam yang bersifat sementara.

Posting Komentar untuk "Menelisik Retreat Pejabat, Benarkah Bermanfaat?"