Mitigasi Negara Lemah: Rakyat Sering Tertimpa Musibah

 




Oleh: Nur Saleha, S.Pd. (Pendidik dan Pemerhati Remaja)

Banjir bandang, longsor, hingga kerusakan lingkungan yang terus berulang di berbagai daerah di Indonesia telah menjadi catatan kelam yang seolah tak berujung. Baru-baru ini, banjir bandang melanda Morowali Utara dan menewaskan satu warga (CNN Indonesia.com, 04-01-2025). Tak hanya itu, wilayah Sumatera, Jawa, hingga NTB juga dikepung banjir besar akibat curah hujan tinggi dan buruknya tata kelola lingkungan (CNN Indonesia.com, 11-01 2025). Kasus serupa juga terjadi di Bondowoso, Jawa Timur, di mana banjir bandang merusak 12 rumah warga. Fakta ini menunjukkan betapa lemahnya mitigasi bencana di negeri ini.  

Mengapa Musibah Terus Terulang?

Musibah yang terjadi tak bisa sepenuhnya disalahkan pada fenomena alam. Banyak di antaranya adalah buah dari kebijakan yang mengabaikan keselamatan lingkungan. Sistem kapitalisme yang menjadi dasar pengelolaan negara cenderung menjadikan pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator bagi kepentingan para pemilik modal. Akibatnya, pembangunan sering kali hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, bukan keselamatan rakyat.  

Sebagai contoh, pembukaan lahan untuk perkebunan sawit sering kali dilakukan dengan mengabaikan peringatan para ahli tentang dampak deforestasi. Meski presiden menyatakan bahwa pembukaan lahan sawit tidak membahayakan, kenyataannya kerusakan hutan memperparah risiko banjir dan perubahan iklim. Kebijakan seperti ini membuka jalan bagi oligarki untuk mengubah lahan serapan air menjadi area bisnis tanpa memikirkan dampaknya terhadap masyarakat.  

Dalam kondisi ini, negara gagal berfungsi sebagai pelindung rakyat (raa’in). Pemerintah seharusnya berperan sebagai garda terdepan dalam memastikan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya mengejar keuntungan bagi segelintir kelompok.  

Mitigasi di Masa Khilafah

Sejarah mencatat bagaimana Islam melalui sistem Khilafah memberikan perhatian besar terhadap mitigasi bencana dan perlindungan rakyat. Salah satu contohnya adalah kebijakan Khalifah Umar bin Khattab saat menghadapi musim paceklik. Beliau memimpin langsung proses distribusi makanan dan logistik untuk rakyat, memastikan tak ada satu pun yang kelaparan.  

Di masa Khilafah Abbasiyah, pembangunan kota seperti Baghdad dirancang dengan perencanaan matang. Saluran air, irigasi, dan tata ruang kota diperhatikan secara serius untuk menghindari risiko banjir. Islam juga melarang pengrusakan lingkungan, termasuk pembabatan hutan yang merusak ekosistem. Rasulullah saw. bersabda:  

“Barang siapa yang menebang pohon sidr (tanpa alasan yang benar), Allah akan menenggelamkannya ke dalam neraka.” (HR. Abu Dawud). 

Ini menunjukkan bahwa konservasi alam adalah bagian tak terpisahkan dari syariat Islam, dengan tujuan melindungi kehidupan manusia dan lingkungan.  

Islam memiliki panduan komprehensif dalam mengelola negara, termasuk mitigasi bencana. Negara Islam bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya dan akan menjalankan kebijakan berbasis kemaslahatan. Berikut adalah beberapa solusi:  

1. Perencanaan Kota Berbasis Mitigasi Bencana

Negara dalam Islam tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga mengutamakan aspek keselamatan. Kota-kota akan dibangun dengan mempertimbangkan zona resapan air, daerah rawan bencana, dan jalur evakuasi.  

2. Konservasi Alam dan Larangan Eksploitasi Berlebihan

Islam mengatur pemanfaatan sumber daya alam dengan bijak. Penggunaan lahan harus seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan, sehingga tidak memicu bencana seperti banjir atau longsor.  

3. Kesejahteraan Rakyat sebagai Prioritas

Dalam sistem Islam, pemimpin (khalifah) bertanggung jawab memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi, termasuk perlindungan dari bencana. Hal ini dilakukan melalui pengelolaan zakat, baitul mal, dan kebijakan yang berpihak pada masyarakat luas.  

4. Pendidikan Kesadaran Lingkungan 

Islam mendorong masyarakat untuk menjaga lingkungan sebagai bagian dari ibadah. Ini ditanamkan melalui pendidikan dan dakwah, sehingga setiap individu memiliki tanggung jawab kolektif terhadap alam.  

Kebutuhan Akan Perubahan Sistem

Realitas saat ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme gagal melindungi rakyat dan lingkungan. Kebijakan yang diambil sering kali bertolak belakang dengan kebutuhan rakyat, lebih mengutamakan keuntungan ekonomi jangka pendek.  

Sebaliknya, Islam menawarkan solusi yang berorientasi pada kesejahteraan seluruh rakyat dan keberlanjutan lingkungan. Sistem ini memastikan negara berperan aktif sebagai pelindung rakyat, menjalankan tugasnya sebagai raa’in dan junnah (pelindung).  

Musibah yang terus terjadi seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua untuk memperbaiki sistem yang ada. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, mitigasi bencana dapat dilakukan secara menyeluruh, menghindarkan masyarakat dari kerugian dan penderitaan.  

Sebagaimana firman Allah Swt.:  

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi." (QS. Al-A’raf: 96).

Dengan kembali pada aturan Allah, kita tidak hanya akan meraih keberkahan, tetapi juga memastikan kehidupan yang lebih aman, adil, dan sejahtera bagi seluruh umat manusia. Allahua'lam bishawab

Posting Komentar untuk "Mitigasi Negara Lemah: Rakyat Sering Tertimpa Musibah"