Tuntutan Jerman dan Prancis di Suriah Cerminkan Arogansi Barat
Peristiwa dalam Sorotan:
Peristiwa:
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, menyerukan pemusnahan senjata kimia Suriah dan menemukan solusi politik dengan pihak Kurdi agar mereka dapat dilibatkan dalam proses politik. Barrot juga menyatakan kesiapan Prancis untuk membantu menyusun konstitusi baru.
Adapun permintaannya untuk tidak membentuk pemerintahan Islami sebagai pengganti rezim lama, ini sudah diperkirakan dari negara-negara Eropa yang secara terang-terangan menunjukkan permusuhannya terhadap Islam. Namun, menjadikan pencabutan sanksi sebagai alat tawar-menawar demi proses politik yang sesuai dengan kepentingan Eropa, Amerika, dan NATO adalah bentuk kemerosotan moral dan kemanusiaan dari sistem Barat. Hal ini hanya akan membawa dampak buruk bagi Eropa dan Amerika Serikat sendiri.
Sementara itu, pernyataan paling menonjol dari Menteri Luar Negeri Prancis adalah tawarannya untuk membantu menyusun konstitusi baru bagi Suriah. Hal ini mencerminkan mentalitas arogan Eropa terhadap sebuah bangsa besar yang mampu mendirikan sistem dan negara mereka sendiri berdasarkan nilai-nilai dan peradaban mereka, jauh dari nilai-nilai yang melawan kemanusiaan dan moralitas yang diikuti oleh sistem Prancis. Negara dengan sejarah kolonial berdarah ini berusaha memaksakan nilai-nilai busuknya, seperti penindasan terhadap jilbab perempuan Muslim, promosi kemaksiatan, dan lainnya, bahkan kepada masyarakat Prancis sendiri.
Mereka ingin menyusun konstitusi untuk kami yang memastikan dominasi mereka secara intelektual, budaya, politik, ekonomi, dan sosial. Namun, mereka tidak menyadari bahwa rakyat kami telah merdeka dan cukup sadar untuk tidak membiarkan siapa pun menentukan nasib mereka atau membelenggu mereka kembali.
Negara-negara Barat berusaha memengaruhi dan menekan pengelolaan situasi ini untuk menghapus Islam dari kesadaran umat dan menjauhkannya dari kehidupan politik di negeri kami. Mereka memaksakan sistem Barat melalui pendekatan “carrot and stick” (janji imbalan dan ancaman), dengan ancaman sanksi dan blokade. Namun, mereka belum menyadari bahwa era dominasi telah berakhir. Kita kini hidup di masa kebangkitan Islam dan perubahan peradaban.
Namun, para politisi Prancis dan Barat masih berada dalam mentalitas era pra-Perang Dunia II, yaitu masa penjajahan dan dominasi atas bangsa-bangsa. Sementara itu, zaman tersebut tidak lagi relevan, karena intimidasi dan ancaman kekuatan material tidak akan lagi berhasil. Rakyat kami telah membayar harga kebebasan dengan darah yang melimpah dan tidak akan kembali ke masa lalu atau menyerahkan keputusan mereka kepada kekuatan kolonial Barat.
Sebaliknya, umat ini tengah bersiap untuk bangkit melalui pendirian negara Islamnya, melanjutkan misi globalnya, dan kembali ke panggung internasional dengan cara yang baru dan berbeda dari apa yang direncanakan oleh kekuatan besar untuk kawasan ini.
Posting Komentar untuk "Tuntutan Jerman dan Prancis di Suriah Cerminkan Arogansi Barat"