Dinamika Dukungan Chechnya terhadap Palestina di Tengah Konflik Israel-Gaza

 



Ketegangan di Timur Tengah kembali menarik perhatian dunia, termasuk dari wilayah-wilayah yang jauh dari pusat konflik. Salah satu yang paling vokal dalam menyuarakan dukungannya terhadap Palestina adalah Chechnya, sebuah republik di Federasi Rusia yang mayoritas penduduknya Muslim. Sejak awal perang Israel-Gaza, para pemimpin dan komandan militer Chechnya secara terbuka menyatakan sikap mereka, bahkan ada yang menyatakan kesiapan untuk bergabung dalam pertempuran.

Zamid Chalaev, komandan Resimen Polisi Khusus ke-2 Akhmat-Khadzhi Kadyrov, baru-baru ini mengunggah sebuah video di saluran Telegram pribadinya yang memperlihatkan seorang penembak jitu Palestina menargetkan tentara Israel. Dalam keterangannya, Chalaev menulis, “Kami akan segera bergabung; ini hanya masalah waktu.” Pernyataannya mengindikasikan dukungan aktif bagi perjuangan Palestina dan keinginan untuk terlibat langsung dalam konflik tersebut.

Ini bukan kali pertama seorang pejabat militer Chechnya menyatakan niat untuk berpartisipasi dalam perang Israel-Gaza. Sebelumnya, perwira militer Chechnya Hussein Mezhidov, yang kini menjabat sebagai komandan Resimen Akhmat Kavkaz, juga menyampaikan pernyataan serupa. Pada November 2023, ia mengunggah gambar tentara Palestina di Instagram dengan pesan, “Saudara-saudara, aku datang [untuk membantu] kalian.”

Dukungan Chechnya terhadap Palestina bukan hanya datang dari lingkaran militer, tetapi juga dari para pejabat pemerintah. Mereka secara konsisten mengecam tindakan Israel di Gaza dan menegaskan perlunya solidaritas dunia Muslim terhadap Palestina.

Pada 9 Oktober 2023, hanya dua hari setelah serangan Hamas ke Israel yang memicu perang saat ini, Kepala Chechnya Ramzan Kadyrov mengeluarkan pernyataan tegas. Ia menyerukan kepada para pemimpin negara-negara Muslim untuk membentuk koalisi demi melindungi warga Palestina dari serangan Israel.

Dalam pernyataannya, Kadyrov menekankan bahwa dunia Muslim tidak boleh diam terhadap situasi yang terjadi. Ia mengimbau agar negara-negara Islam bersatu dan menggunakan pengaruh mereka untuk menekan Barat agar menghentikan serangan terhadap warga sipil di Gaza.

Seiring meningkatnya eskalasi konflik, Kadyrov kembali bersuara pada 17 Oktober 2023. Ia mendesak Israel untuk menghentikan serangan dan memperingatkan bahwa tindakan berlebihan dapat memprovokasi umat Muslim di seluruh dunia untuk melakukan pembalasan.

Kadyrov menegaskan bahwa Palestina tidak sendirian dalam menghadapi agresi Israel. Menurutnya, jika Israel menganggap bisa bertindak sesuka hati terhadap rakyat Palestina tanpa konsekuensi, mereka telah melakukan kesalahan besar.

Pada 20 Oktober 2023, Kadyrov kembali mengecam kebijakan Israel terhadap Gaza. Ia menyebut pertempuran yang berlangsung di wilayah tersebut sebagai bentuk genosida terhadap Muslim Palestina.

Ia menyatakan bahwa dunia telah menyaksikan secara langsung bagaimana penderitaan rakyat Palestina semakin parah setiap harinya. Gambar-gambar yang beredar di media, menurutnya, adalah bukti nyata bahwa kejahatan kemanusiaan sedang berlangsung di depan mata dunia.

Pernyataan Kadyrov semakin tajam pada 29 Oktober 2023. Dalam pernyataan publiknya, ia membandingkan tindakan Israel di Palestina dengan fasisme. Ia bahkan menilai kebrutalan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina tidak kalah dengan kejahatan yang pernah dilakukan oleh Hitler selama Perang Dunia II.

Pada hari yang sama, ketegangan di wilayah Kaukasus Utara meningkat. Di Makhachkala, ibu kota Dagestan, terjadi kerusuhan di bandara setelah muncul kabar tentang kedatangan penerbangan dari Tel Aviv. Ratusan demonstran menyerbu bandara, memeriksa penumpang, dan menuntut agar warga Israel dilarang masuk ke wilayah tersebut.

Kerusuhan tersebut menyebabkan sejumlah bangunan dan kendaraan rusak. Pasukan keamanan yang bertugas di bandara mengalami kesulitan dalam mengendalikan massa, dan butuh waktu sebelum situasi akhirnya dapat dikendalikan.

Pemerintah Dagestan segera mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebut insiden tersebut sebagai provokasi. Komite Investigasi Rusia juga bergerak cepat dengan membuka kasus pidana terkait aksi kerusuhan itu.

Di tengah meningkatnya ketegangan, Menteri Kebijakan Nasional, Hubungan Luar Negeri, Pers, dan Informasi Chechnya, Akhmed Dudaev, menyerukan agar protes anti-Israel di Kaukasus Utara segera dihentikan. Ia mengingatkan bahwa tindakan ekstrem semacam itu dapat memperburuk situasi.

Dudaev juga menegaskan bahwa meskipun pemerintah Chechnya menentang kebijakan Israel, mereka tidak memiliki hak untuk menyamaratakan semua orang Yahudi sebagai bagian dari kebijakan tersebut. Ia mengingatkan agar sentimen politik tidak berubah menjadi kebencian terhadap kelompok tertentu.

Pada Maret 2024, tindakan Kadyrov kembali menjadi sorotan setelah ia menyensor kutipan dari pidato Presiden Rusia Vladimir Putin. Semua penyebutan tentang orang Yahudi dalam pidato tersebut dihapus sebelum dipublikasikan di kanal resmi Kadyrov.

Penyensoran ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana sikap Chechnya terhadap konflik Israel-Palestina akan berkembang. Meski para pejabat Chechnya telah berulang kali menyatakan dukungan terhadap Palestina, sejauh ini belum ada langkah konkret yang diambil untuk benar-benar mengirim pasukan atau bantuan militer ke Gaza.

Banyak pihak yang mempertanyakan apakah pernyataan yang dibuat oleh para pejabat dan komandan militer Chechnya hanya sebatas retorika politik atau akan benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata. Bagaimanapun juga, dinamika konflik Israel-Gaza dan respons dunia Muslim, termasuk Chechnya, masih terus berkembang. [] Sh3


Posting Komentar untuk "Dinamika Dukungan Chechnya terhadap Palestina di Tengah Konflik Israel-Gaza"