Mahasiswa Inggris Desak Universitas Hentikan Investasi di Perusahaan Pro-Pendudukan Israel
Sebuah laporan terbaru yang dirilis Palestine Solidarity Campaign (PSC) mengungkapkan bahwa 87 universitas di Inggris telah menanamkan dana investasi sebesar £456 juta (sekitar Rp9,2 triliun) ke perusahaan-perusahaan yang dituding terlibat dalam pendudukan Israel atas Palestina serta serangan militer di Jalur Gaza.
Laporan tersebut memicu gelombang protes di kalangan mahasiswa, menyusul temuan bahwa investasi tersebut mencakup perusahaan-perusahaan seperti BAE Systems, Siemens, dan Barclays—yang masing-masing terlibat dalam industri pertahanan, infrastruktur, dan pembiayaan perusahaan senjata yang digunakan Israel.
Universitas-universitas besar seperti University of Essex, Kingston University, Queen Mary University of London, dan University of Warwick tercatat sebagai bagian dari lembaga yang memiliki keterikatan finansial dengan perusahaan-perusahaan kontroversial tersebut.
Data diperoleh melalui permintaan informasi publik yang diajukan PSC, mengungkap betapa besarnya keterlibatan institusi pendidikan tinggi dalam pendanaan terhadap perusahaan-perusahaan yang dianggap mendukung sistem apartheid dan kekerasan Israel terhadap warga sipil Palestina.
“Ini memperkuat urgensi kampanye divestasi yang telah lama digaungkan mahasiswa dan akademisi,” tulis PSC dalam pernyataan resminya. “Sudah ada sejumlah universitas yang mulai bergerak menuju kerangka investasi etis.”
Sejak agresi militer Israel terbaru di Gaza pada akhir 2023 yang menghancurkan sekolah, universitas, dan rumah sakit, aktivisme mahasiswa Inggris meningkat tajam. Ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan tenaga pendidik, menjadi korban serangan tersebut.
Gerakan Boycott, Divestment and Sanctions (BDS) pun mendapat dukungan luas di kampus-kampus Inggris. Mahasiswa mendesak agar lembaga tempat mereka belajar segera menghentikan keterlibatan keuangan dengan perusahaan yang disebut-sebut sebagai bagian dari mesin perang Israel.
Menurut PSC, sepanjang tahun akademik 2023–2024, aksi protes mahasiswa terjadi di lebih dari 35 kampus. Bentuk aksinya beragam, mulai dari aksi duduk, pendirian tenda protes, hingga demonstrasi di depan gedung rektorat.
Sebagian universitas disebut telah merespons tuntutan mahasiswa dengan menyatakan komitmen terhadap tinjauan ulang kebijakan investasi mereka, serta mulai membuka data finansial mereka kepada publik.
“Setelah melihat kehancuran total fasilitas pendidikan di Gaza, dukungan terhadap divestasi menjadi arus utama di banyak kampus,” tambah PSC. “Ini bukan sekadar isu politik, tetapi juga soal prinsip moral dan kemanusiaan.”
Stella Swain, pejabat PSC untuk bidang pemuda dan mahasiswa, menyebut bahwa keterlibatan universitas dalam pendanaan perusahaan-perusahaan tersebut sebagai bentuk "komplikasi dalam kejahatan terhadap kemanusiaan."
“Memalukan jika institusi pendidikan yang seharusnya menjunjung nilai etika justru mendanai perusahaan yang berperan dalam genosida,” tegasnya. “Tapi mahasiswa bangkit, mereka menolak jadi bagian dari sistem ini.”
Swain menambahkan, gerakan mahasiswa hari ini melanjutkan tradisi panjang perlawanan terhadap kolonialisme dan apartheid. “Ini adalah perjuangan global untuk keadilan,” ujarnya.
PSC optimistis, dengan tekanan mahasiswa yang terus meluas, lebih banyak universitas akan dipaksa meninjau ulang keterlibatan finansial mereka dan mengambil langkah nyata menuju pemutusan hubungan dengan perusahaan yang terlibat dalam konflik berdarah tersebut.
Gerakan divestasi kini menjadi salah satu wujud nyata solidaritas internasional terhadap rakyat Palestina. Mahasiswa di Inggris pun menegaskan, mereka tidak akan diam saat lembaga pendidikan mereka turut menopang pendudukan dan penindasan. [] N1l
Posting Komentar untuk "Mahasiswa Inggris Desak Universitas Hentikan Investasi di Perusahaan Pro-Pendudukan Israel"