Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hanya Reshuffle Kabinet atau Merombak Sistem?


Oleh : Sutinah Syahidah (Kediri)

Harus diakui, reshuffle kabinet sering hanya untuk kepentingan elit, yakni sarana bagi-bagi kekuasaan, sara untuk melakukan tawar-menawar, bahkan saran untuk saling menyandera para elit politik yang memang menjadi ciri khas di negara yang menganut sistem demokrasi, sebagaimana di negeri ini. Kita tahu, demokrasi selalu meniscayakankadanya proses ‘dagang sapi’. Artinya, kalaupun terjadi perubahan susunan kabinet, bisa dipastikan itu tidak lepas dari lobi-lobi antar elit kekuasaan.

Dalam kepemimpinan Presiden Jokowi-JK perombakan kabinet sudah dua kali dilakukan. Apakah itu untuk memperbaiki kinerja mereka dalam rangka untuk menyejahterakan rakyat atau sebaliknya, mereka melakukan perombakan – perombakan ini untuk kepentingan yang lain. Fatanya pemerintah Jokowi sangat memperhatikan kepentingan Cina terutama dalam 2 bidang yaitu infrastruktur dan perdagangan. Proyek infrastruktur yang dibiayai dengan utang dari Cina banyak yang dikerjakan oleh BUMN seperti BRI dan BNI. Mereka juga mendatangkan pekerja (buruh) dari Cina. Dan pemerintah (menteri tenaga kerja) tidak mengakui hal tersebut. Sedangkan Komisi IX DPR ketika melakukan kunjungan ke Bali pada Jumat (22/7) menemukan 157 pekerja Cina illegal. Kehadiran mereka adalah bagian dari perjanjian investasi yang disepakati kata Saleh Partaonan Dauly. Disektor perdagangan sendiri kita semua mengetahui bahwa produk Cina telah membanjiri pasar-pasar dengan harga yang lebih murah. 

Sebagai masyarakat kita hanya bias menilai mengapa itu bisa terjadi?. Mengapa pemerintah lebih mengutamakan rakyat Negara lain daripana Negara sendiri?. Sebagai seorang presiden Pak Jokowi tidak memilih menuntaskan pengangguran yang angkanya mencapai 7.02 juta jiwa (Menurut BPS pada Februari 2016) atau 5,5 % kenaikan tiap tahunya. Dan lebih memilih mendatangka tenaga kerja dari luar.

Hal ini dikarenakan tekana defisit APBN makin besar. Pertengahan tahun ini, deficit anggaran telah menapai 1.83 % dari PBD atau 276,6 triliun. Untuk menutupi deficit tersebut, pemerintah harus mengenjot penerimaan Negara sebesar 35,5 % dari APBN 2016. Dan kedepan rencana penghapusan subsidi solar mungkin akan dihapuskan. Begitu juga subsidi 3 kg juga terancam untuk dikurangi bahkan mungkin dihapus, karena subsidi listrik sudah habis per Juni 2016 lalu. Kalau subsidi untuk masyarakat saja perlahan-lahan akan dihapus sedangkan  tarif pajak semakin tinggi , “Apakah mungkin kebijaksanaan pemerintah tersebut benar, untuk kesejahteraan rakyat atau untuk yang lain ?”

Perubahan susunan kabinet (reshuffle) bukanlah hal mendasar dalam konteks perbaikan negeri ini. Faktanya, reshuffle kabinet tidak banyak memberikan dampak positif bagi perbaikan kondisi bangsa dan negara ini. Pasalnya, dalam konteks pemerintahan, problem mendasar negara ini sebetulnya ada dua: problem personal dan problem sistemik. Terkait problem personal, adanya pergantian sebagian anggota kabinet oleh orang-orang yang dianggap lebih kredibel mungkin sedikit akan bisa menghasilkan perbaikan. Namun, jangan lupa, problem sistemik berupa penerapan sistem Kapitalisme sekular yang mengarah pada neroliberalisme saat ini, itulah yang menjadi pangkal mendasar persoalan bangsa ini. Misal, apa artinya Menteri ESDM dan Menteri BUMN diganti, misalnya, semnetara UU SDA, UU Migas, UU Minerba, atau UU Penanaman Modal—yang nyata-nyata memberikan keluasaan pihak asing untuk menguasai sumber-sumberdaya alam milik rakyat—tidak segera dicabut. Padahal keberadaan UU tersebutlah yang menjadikan negeri ini kehilangan banyak sumberdaya alam. Walhasil, selama UU berbau neoliberal ini tidak segera dicabut dan digantikan dengan UU yang bisa mengembalikan semua sumberdaya alam milik rakyat ke pemiliknya, maka tak mungkin terjadi perbaikan di negeri ini meski beberapa kali terjadi resuffle.

Sebenarnya reshuffle kabinet ini bukan untuk kesejahteraan rakyat. Tetapi lebih kepada kepentingan kapitalis, penguasa, dan golongan. Tapi permasalahan ini semua tidak akan terjadi kalau Negara tidak menggunakan system kapitalis. Yang ternyata tidak membuat Negara Indonesia semakin makmur, tetapi justru membuat Negara Indonesia terpuruk. Agar Negara Indonesia dapat keluar dari masalah ini hendaknya pemerintah tidak lagi menggunakan sistem kapitalis (karena system ini hanya buatan manusia), dan segera menggantinya dengan sistem Islam. Karena hanya dengan penerapan syariah secara kaffah seluruh umat manusia akan sejahtera termasuk rakyat Indonesia. [VM]

Posting Komentar untuk "Hanya Reshuffle Kabinet atau Merombak Sistem?"

close