Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Turbulensi Konflik Kawasan Laut China Timur (LCT)


Oleh : Umar Syarifudin – Syabab HTI 
(Pengamat Politik Internasional)

China berulangkali mengklaim sebagai pemilik sah wilayah Laut China Selatan dan Timur. Dan Amerika memberikan keputusan tegas untuk melindungi wilayahnya dari dua sisi, samudera Atlantik dan samudera Pasifik yang mengelilinginya. Oleh karena itu, Amerika saat ini memberi perhatian ke kawasan lain yaitu samudera Pasifik dan samudera Hindia yang berikutnya laut Arab, kawasan Teluk dan Bab el-Mandab. Amerika sangat memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan perubahan yang akan datang pada tahun-tahun mendatang dan pada dekade ke depan, termasuk munculnya kekuatan Islami besar di dunia islami, Khilafah Islamiyah. 

Mencermati tensi konflik di Kawasan Laut China Timur yang kembali tegang, Jepang memperingatkan China bahwa memburuknya hubungan kedua negara terlihat nyata terkait sengketa pulau di Laut China Timur. Namun, Dubes China di Tokyo menegaskan sikap Beijing jika pulau di LCT adalah wilayahnya dan menyerukan dilakukannya pembicaraan untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Laporan yang diturunkan koran terlaris Jepang Yomiuri Shimbun, media tersebut memberitakan bahwa Tokyo berencana untuk menyebarkan rudal, yang dikabarkan akan memiliki jangkauan 300 km, di pulau-pulau terpencil di Selatan. 

Dalam laporannya, Yomiuri menyatakan jangkauan tersebut akan mencakup gugusan pulau yang disengketakan sembari menambahkan bahwa penyebaran rudal itu diharapkan selesai pada 2023. "Mengingat tindakan China yang berulang kali memprovokasi sekitar kepulauan Senkaku, Jepang berencana untuk meningkatkan pencegahan dengan mengembangkan kemampuan serangan jarak jauh," laporan media itu seperti disitat dari The Guardian, Minggu (14/8/2016). Awal Tahun ini, Jepang melipatgandakan jumlah pesawat jet tempur F-15 hingga 40 pesawat unit di pangkalan Naha, pulau selatan Okinawa, dekat dengan kepulauan sengketa di Laut Tiongkok Timur. 

Amerika Serikat berjanji untuk membantu sekutunya, Jepang, yang tengah bersitegang dengan China soal pulau-pulau di Laut China Timur. Pejabat senior AS mengecam tindakan China menetapkan zona pertahanan udara secara sepihak sebagai perilaku yang meresahkan tetangga.

China berupaya menanamkan kontrolnya atas kawasan Laut China Timur sebab kawasan ini dianggap sebagai kawasannya secara historis dan geografis, selain kepentingan strategis dan ekonomisnya bagi China.  China adalah negara besar secara regional.  China berupaya agar menjadi negara berpengaruh di kawasan ini.  Akan tetapi China belum mampu menancapkan kontrolnya atas kawasan ini.

Secara regional, China memiliki tiga jenis konflik dengan beberapa negara di kawasan Asia Pasifik. Konflik pertama adalah perebutan sebuah pulau tak berpenghuni yang oleh Jepang disebut Senkaku, sementara China menyebutnya Diaoyu. Kendati pulau itu hanya memiliki luas 7 kilometer persegi, namun telah diklaim lebih dulu sebagai wilayah China yang berada di bawah kekuasaan Provinsi Taiwan.

Menurut , Lee Seokwoo, penulis buku Territorial Disputes among Japan, China and Taiwan concerning the Senkaku Islands, Kepulauan yang menjadi sengketa itu memiliki ladang minyak bumi berlimpah tahun 1970 silam. Konflik kedua, menyangkut China, Taiwan dan beberapa negara ASEAN soal kawasan laut dan darat yaitu Pulau Paracel dan Spratly. Menurut kantor berita BBC, 15 Mei 2013,  China sebagai salah satu negara yang ikut berkonflik, mengklaim teritori yang paling luas. Bahkan mengakui daerah tersebut sudah menjadi wilayahnya sejak 2000 silam. Untuk mempertegas itu, mereka secara resmi mengeluarkan sebuah peta di tahun 1947 yang menjelaskan klaim lahan versi mereka.

Konflik ketiga menyangkut perluasan zona udara (ADIZ) yang dilakukan secara sepihak oleh China tanggal 27 November lalu. Jepang memprotes kebijakan kontroversial China itu lantaran mencakup wilayah udara Jepang di atas pulau sengketa, Senkaku.

Beberapa negara maritim di Asia telah menyatakan Zona Identifikasi Pertahanan Udara. Negara-negara itu termasuk India, China, Jepang, Rusia, Korea Selatan, Korea Utara, dan Taiwan. Sebuah ADIZ merupakan daerah yang teridentifikasi dari wilayah udara yang meliputi luar batas wilayah nasional di mana pesawat sipil diharuskan untuk mengidentifikasi diri mereka dan pesawat itu dapat dicegat untuk keamanan nasional suatu negara itu. Tidak ada perjanjian internasional atau hukum yang mengatur penggunaan ADIZ: itu adalah zona yang dibangun oleh masing-masing negara untuk keselamatan dan keamanan mereka sendiri. Amerika Serikat pertama kali membangun ADIS tidak lama setelah Perang Dunia II. Meskipun ADIZ secara umum meningkatkan transparansi dan mengurangi resiko kecelakaan, beberapa negara di Asia Timur memiliki ADIZ yang tumpang tindih.

Kontrol dan hegemoni Amerika tetap menjadi yang terbesar dan yang paling kuat pengaruhnya. Amerika sangat memandang penting kawasan ini pada masa perang dingin karena adanya ancaman ke Amerika dari Uni Soviet pada waktu itu.  Rusia memiliki perbatasan laut di utara samudera Pasifik.  Amerika pada masa itu memiliki lebih dari 600 kapal perang.  Ketika perang dingin berakhir dengan jatuhnya komunisme, tercerai-berainya Uni Soviet dan hilangnya bahayanya, Amerika menurunkan jumlah kapal perangnya hingga kurang dari setengahnya yakni tinggal 279 kapal perang dan akhirnya jumlah kapal perang Amerika stabil pada tahun 2008 pada angka 285 kepal perang. Amerika mencukupkan dengan jumlah itu karena Amerika tidak lagi memiliki pesaing dan yang mengancam eksistensinya di kawasan ini.

Sedangkan kerja sama militer antara dua sekutu AS (Jepang-Filiphina) di Asia menunjukkan penguatan ikatan kerja sama militer. Sebab, Jepang memaknainya sebagai pembukaan bagi masuknya bantuan militer lebih besar Tokyo terhadap Manila. Jepang berkomitmen untuk mengirimkan lima jet tempur dan sejumlah alutsista lainnya ke Filipina. Tokyo ingin menunjukkan kepada Manila mengenai perannya dalam konflik di perairan Laut Cina Selatan sebelum jatuhnya vonis Mahkamah Internasional terhadap masalah tersebut.

 Para analis politik menilai kerja sama militer antara Manila dan Filipina sebagai bagian dari koalisi regional menghadapi Beijing. Pada Maret 2016 lalu, ditandatangani sebuah kontrak militer antara Jepang dan Filipina. Berdasarkan kesepakatan tersebut, Jepang akan memenuhi kebutuhan militer dan pertahanan serta logistik Filipina. Oleh karena itu, statemen para pejabat Jepang dan Filipina yang mengklaim kerja sama militer kedua negara adalah hal biasa saja tidak bisa jadi pijakan.

Jepang berkomitmen untuk mendukung kebutuhan alutsista negara-negara dunia ketiga. Para analis politik menilai penandatanganan kontrak kerja sama militer antara Jepang dan Filipina sebagai bagian terpenting dari seluruh kerja sama Tokyo dengan negara Asia Tenggara dalam menghadapi Cina.

Amerika paham bahwa China bukan negara besar secara global dan China tidak berusaha mendongkel Amerika dari posisinya sebagai negara adidaya di dunia.  Meski demikian, akan tetapi China merupakan negara besar secara regional, yaitu di kawasan Asia/Pasifik yang dianggap oleh China sebagai kawasannya dan menjadi kawasan yang penting bagi China secara ekonomi dan strategis.  China berusaha menjadi pemilik kedaulatan di laut China Timur.  Jika China berhasil dalam hal itu, maka akan membuat Jepang dan Korea Selatan berada di bawah belas kasihannya atau di bawah kontrolnya, disamping Korea Utara yang di situ China memiliki pengaruh terhadapnya. 

Adapun strategi militer Amerika di kawasan Asia/Pasifik yang diumumkan oleh mantan Menhan AS Leon Paneta sebagai bagian dari strategi militer baru Amerika yang sudah diumumkan oleh presiden Obama pada tanggal 6 Januari 2012.  Strategi militer baru itu fokus pada tiga poros utama: pertama, penurunan jumlah militer Amerika di Eropa. Kedua, pemotongan anggaran belanja pertahanan dengan tetap mempertahankan keunggulan kualitatif.  Ketiga, fokus pada kawasan Pasifik untuk mencegah pertumbuhan kekuatan China seraya memberikan nilai penting untuk kawasan Timur Tengah dan Asia. 

Melalui konstruksi alur fakta ini, nampak jelas bahwa Laut China Timur selain merupakan Arena Proxy War antara Cina versus Jepang – Amerika di abad ke-21, pada perkembangannya telah menciptakan hubungan konflik antara Amerika Serikat bersama Jepang melawan kebangkitan China. [VM]

Posting Komentar untuk "Turbulensi Konflik Kawasan Laut China Timur (LCT)"

close