Ramadan Tanpa Junnah Maksiat Tetap Jalan?

 




Oleh : Imas Rahayu, S.Pd (Aktivis dan Praktisi pendidikan)


Ramadan, bulan suci yang seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan menjauhi kemaksiatan, justru diwarnai dengan kebijakan-kebijakan yang seolah membiarkan praktik kemaksiatan tetap berjalan. Fakta terbaru menunjukkan bahwa sejumlah daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, memberlakukan pembatasan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan, namun tidak menutupnya secara total. Bahkan, ada daerah seperti Banda Aceh yang sebelumnya dikenal ketat dalam menerapkan syariat Islam, kini memilih untuk tidak lagi melarang tempat hiburan beroperasi selama bulan puasa. Ini adalah potret nyata bagaimana sistem kapitalisme sekuler mengatur kehidupan, termasuk dalam hal hiburan, tanpa mempertimbangkan ketentuan syariat Islam.

Berdasarkan pemberitaan dari berbagai sumber, Pemerintah Provinsi Jakarta membatasi jam operasional tempat hiburan malam, seperti karaoke dan biliar, selama Ramadan. Tempat-tempat tersebut diperbolehkan beroperasi hingga pukul 23.00 WIB. Kebijakan ini diatur dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pembatasan Jam Operasional Tempat Hiburan Malam selama Ramadan. Menurut Suara.com (6-3-2025) menyebutkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menghormati bulan suci Ramadan, namun tetap memberikan ruang bagi industri hiburan untuk beroperasi. Sementara itu, di Banda Aceh, yang sebelumnya dikenal sebagai daerah yang ketat dalam menerapkan syariat Islam, kini memilih untuk tidak lagi melarang tempat hiburan beroperasi selama Ramadan. Kebijakan ini dianggap sebagai bentuk fleksibilitas agar tidak terlalu kaku dalam menerapkan aturan. Menurut Republika.com (6-3-2025), sejumlah diskotek di Jakarta juga diperbolehkan beroperasi selama Ramadan dengan pembatasan jam tertentu. Selain itu, Viva.co.id (6-3-2025) melaporkan bahwa Banda Aceh tidak lagi melarang tempat hiburan buka saat puasa karena dianggap terlalu kaku.

Namun, kebijakan ini justru menimbulkan pertanyaan: Apakah pembatasan jam operasional cukup untuk mencegah kemaksiatan? Atau justru ini adalah bentuk kompromi terhadap sistem kapitalisme yang mengutamakan kemanfaatan ekonomi di atas nilai-nilai agama?

Apa Penyebabnya?

Kebijakan yang membiarkan tempat hiburan tetap beroperasi selama Ramadan adalah bukti nyata dari sekularisasi, yaitu pemisahan antara agama dan kehidupan. Dalam sistem kapitalisme sekuler, paradigma yang digunakan adalah asas kemanfaatan, di mana segala sesuatu diukur berdasarkan manfaat materiil, meskipun bertentangan dengan ketentuan syariat. Hal ini terlihat jelas dalam kebijakan pengaturan tempat hiburan selama Ramadan. Alih-alih memberantas kemaksiatan, pemerintah justru memilih untuk membatasi jam operasionalnya, seolah-olah kemaksiatan bisa diatur dengan waktu.

Selain itu, sistem pendidikan sekuler juga turut berkontribusi dalam melanggengkan praktik kemaksiatan. Sistem pendidikan yang tidak berbasis akidah Islam gagal membentuk individu yang bertakwa dan memiliki kesadaran untuk menjauhi kemaksiatan. Akibatnya, masyarakat cenderung memilih hiburan yang bersifat duniawi dan melalaikan, bahkan di bulan suci Ramadan sekalipun.

Solusi dalam Islam

Kemaksiatan tidak akan pernah bisa diberantas tuntas selama sistem yang digunakan adalah sistem sekuler kapitalistik. Solusi yang tepat adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah. Dalam Islam, kemaksiatan bukan sekadar pelanggaran moral, melainkan pelanggaran hukum syarak yang memiliki sanksi tegas. Dengan penerapan syariat Islam, semua aspek kehidupan, termasuk hiburan dan pariwisata, akan diatur berdasarkan akidah Islam, bukan asas kemanfaatan.

Dalam sistem Islam, semua bentuk hiburan yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang. Tempat-tempat hiburan yang merusak moral dan akhlak masyarakat tidak akan diberi ruang untuk beroperasi, apalagi di bulan suci Ramadan. Selain itu, sanksi tegas akan diterapkan kepada pelaku kemaksiatan sebagai bentuk pencegahan (zawajir) dan penjeraan.

Sistem pendidikan Islam juga memegang peranan penting dalam membentuk individu yang bertakwa. Pendidikan yang berbasis akidah Islam akan menghasilkan generasi yang memahami dan mengamalkan syariat Islam dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam memilih hiburan dan membuka usaha. Dengan demikian, masyarakat akan memiliki kesadaran untuk memilih hiburan yang halal dan bermanfaat, serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan.

Kebijakan yang membiarkan tempat hiburan tetap beroperasi selama Ramadan adalah bukti nyata dari kegagalan sistem sekuler kapitalistik dalam memberantas kemaksiatan. Solusi yang tepat adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah, di mana semua aspek kehidupan diatur berdasarkan akidah Islam. Selain itu, sistem pendidikan Islam juga harus diterapkan untuk membentuk individu yang bertakwa dan memiliki kesadaran untuk menjauhi kemaksiatan. Hanya dengan cara inilah kemaksiatan dapat diberantas tuntas, dan Ramadan dapat benar-benar menjadi bulan suci yang penuh berkah dan ketakwaan.

Posting Komentar untuk "Ramadan Tanpa Junnah Maksiat Tetap Jalan?"