Pandangan Hizbut Tahrir Tentang Khawarij
Soal: Siapakah sebenarnya kaum Khawarij? Benarkah Hizbut Tahrir
termasuk Khawarij? Apakah perjuangan yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir
sama dengan apa yang telah dilakukan oleh kaum Khawarij?
Jawab:Khawarij mempunyai beberapa sebutan. Kadang disebut Haruriyyah
karena mereka keluar di suatu tempat yang bernama Harura’. Mereka juga
disebut warga Nahrawan, karena Imam Ali memerangi mereka di sana. Di
antara kelompok Khawarij ada yang beraliran Abadhiyyah, yaitu para
pengikut Abdullah bin Abadh; ada juga yang beraliran Azariqah, yaitu
para pengikut Nafi’ bin al-Azraq, dan aliran an-Najadat, yaitu para
pengikut Najdah al-Haruri.
Merekalah kelompok yang pertama kali mengkafirkan kaum Muslim karena
sejumlah dosa. Karenanya, mereka juga telah menghalalkan darah kaum
Muslim.
Mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib ra., Utsman bin Affan ra., dan
siapa saja yang loyal kepada keduanya. Mereka telah membunuh Ali bin
Abi Thalib ra. setelah menyatakan bahwa beliau halal untuk dibunuh.
Secara umum mereka berpandangan bahwa status orang hanya ada dua,
Mukmin atau kafir. Mukmin adalah siapa saja yang telah melakukan semua
kewajiban dan meninggalkan keharaman. Siapa saja yang tidak seperti itu
berarti kafir, ia kekal di dalam neraka. Mereka pun kemudian memvonis
kafir siapa saja yang berbeda dengan pandangan mereka.
Mereka menyatakan bahwa Utsman dan Ali telah berhukum pada selain
hukum yang diturunkan oleh Allah dan zalim. Karena itu, mereka
kafir.[1] Bahkan, sekte an-Najadat tegas menolak kewajiban mengangkat
imam atau khalifah.[2]
Berdasarkan fakta-fakta di atas, jelas sekali perbedaan Khawarij dengan Hizbut Tahrir, antara lain:
Pertama, dalam masalah iman dan kufur, Hizbut Tahrir berpegang pada
prinsip pembuktian yang qath‘i (al-burhân al-qâthi‘). Karena itu, Hizbut
Tahrir tidak dengan mudah memvonis orang Islam dengan vonis
kafir.[3] Kedua, Hizbut Tahrir juga berkeyakinan bahwa umat Islam saat
ini masih memeluk akidah Islam, betapapun kotor dan rapuhnya akidah
tersebut. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir tidak pernah menganggap umat
ini tidak lagi berakidah Islam, karena anggapan seperti justru sangat
berbahaya, dan membahayakan.[4] Karena itu, Hizbut Tahrir tidak pernah
menghalalkan darah kaum Muslim sehingga boleh dibunuh. Bahkan, tumpahnya
darah seorang Muslim dianggap masih jauh lebih berharga ketimbang dunia
dan seisinya, sebagaimana sabda Nabi saw. :
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ.
Sesungguhnya hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang terbunuhnya seorang Muslim. (HR at-Tirmidzi).
Ketiga, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa semua Sahabat adalah adil (kullu ash-Shahâbah ‘udul).
Meski seorang Sahabat bisa saja berbuat salah, hal itu tetap tidak akan
menghilangkan status keadilannya.[5] Apatah lagi, memvonis Sahabat dan
para pengikutnya dengan vonis kafir. Na‘ûdzu billâh.
Keempat, Hizbut Tahrir juga menyatakan bahwa Utsman dan Ali sebagai
kepala negara Islam tetap berhukum pada hukum yang diturunkan oleh
Allah. Adapun kasus tahkîm yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, yang
masing-masing mengangkat Abu Musa al-Asy‘ari dan Amr bin al-Ash, justru
untuk menjalankan perintah Allah dalam masalah tahkîm, bukan sebaliknya.
Kelima, dalam konteks pengangkatan imam dan khalifah, termasuk di
dalamnya kewajiban menegakkan Khilafah,[6] jelas Hizbut Tahrir sangat
berbeda dengan sekte an-Najadat, yang dengan tegas menolak kewajiban
tersebut.
Tinggal satu masalah, apakah tindakan Hizbut Tahrir menasihati
penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka sama dengan
tindakan kaum Khawarij? Tentu tidak. Kaum Khawarij, sebagaimana namanya,
adalah mereka yang melawan para penguasa (Khalifah) yang nyata-nyata
menjalankan hukum Allah, bukan para penguasa yang tidak menjalankan
hukum Allah. Sebaliknya, Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan
mengkritik kebijakan mereka secara terbuka justru karena mereka tidak
mau tunduk dan patuh pada hukum Allah. Umumnya, mereka adalah para
penguasa boneka dan kaki tangan negara penjajah, pengkhianat Allah dan
Rasul-Nya, serta seluruh kaum Muslim.
Dalam melakukan misinya, kaum Khawarij menggunakan cara-cara fisik
dan kekerasan, bahkan sampai membunuh lawannya, sebagaimana yang mereka
lakukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, Hizbut Tahrir, sebagai
entitas intelektual, tidak pernah menggunakan cara-cara tersebut.
Sekalipun para anggotanya banyak yang telah dianiaya, dizalimi dan
dibunuh di dalam penjara-penjara para penguasa despot, Hizbut Tahrir
tetap hanya menjalankan aktivitas intelektual dan politik; tanpa
sedikitpun menggunakan cara-cara kekerasan, apalagi anarkis. Semua itu
dilakukan bukan karena tidak berani atau tidak mampu, tetapi semata-mta
karena Hizbut Tahrir berpegang teguh pada garis perjuangan Nabi saw. dan
tidak ingin menyimpang sedikitpun, meski hanya seutas rambut.
Lalu, dari mana Hizbut Tahrir dan aktivitasnya disamakan
dengan Khawarij, padahal keduanya berbeda sama sekali? Ataukah mereka
yang membuat tuduhan itu memang tidak paham tentang Khawarij dan juga
Hizbut Tahrir? Atau mungkin mereka paham, tetapi sengaja melakukan
penyesatan, karena ada pesanan, sehingga bisa membuat analogi yang sama
sekali keliru, yang bahkan membuktikan rendahnya kadar intelektualitas
mereka? Wallâhu a‘lam. [KH. Hafidz Abdurrahman]
[1] Lihat, Ibn Taymiyyah, Majmu’ al-Fatawa, juz VII, bab Akidah.
[2] Lihat, Ibn Hazm, al-Fashl fi al-Milal wa an-Nihal, juz IV, hal.
87; as-Syahrastani, Nihayat al-Iqdam, hal. 482; Ibn
Khaldun, Muqaddimah, juz II, hal. 133; al-Iji, al-Mawaqif, juz VIII,
hal. 345; al-Amidi, Ghayat al-Maram, hal. 364; ar-Razi, al-Mahshal, hal.
181; dan as-Syaukani, Nail al-Authar, juz VIII, hal. 265.
[3] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I, bab al-’Aqidah wa al-Hukm as-Syar’i.
[4] Hizbut Tahrir, Nida’ al-Harr, Min Mansyurat Hizb at-Tahrir, t.t., hal.
[5] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I,
[6] Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, cet. V, edisi Mu’tamadah, 2003, juz II, hal. 13.
1 komentar untuk "Pandangan Hizbut Tahrir Tentang Khawarij"