Mengenaskan,
seorang siswi SMP di Surabaya yang seharusnya sibuk dengan berbagai
pelajaran sekolah, malah menjadi mucikari dan menjual teman-temannya
sendiri. Rasanya hampir tak percaya, tapi ini nyata. Akhir pekan lalu,
petugas kepolisian menahan NA sang mucikari bersama tiga siswi
korbannya saat beroperasi di Jalan Darmokali Surabaya. Petugas juga
menyita beberapa barang bukti, di antaranya uang tunai Rp 3 juta,
Blackberry, ponsel merek SPC warna hitam, dan satu lembar tagihan hotel
tertanggal 8 Juni 2013. NA menawarkan korban-korbannya kepada pria
hidung belang melalui telepon dan pesan elektronik. Harga yang
ditawarkan mulai dari Rp 750.000 hingga Rp 1 juta untuk sekali kencan
jangka pendek. Dari transaksi itu, ia mendapat imbalan sebesar Rp
250.000 (Detiknews, 9/6/ 2013).
NA sendiri awalnya adalah
korban trafficking/perdagangan manusia. Kurang lebih 6 bulan yang lalu
ia lepas dari 2 mucikari yang mempekerjakannya. Ilmu dari dua seniornya
itu diserap dengan sangat cepat. Buktinya, dalam seminggu ia bisa
‘mengacarakan’ (istilah untuk keberhasilan menggaet lelaki hidung
belang) 3-4 kali anak buahnya, demikian kata Iptu Teguh Setiawan,
Kepala Subunit Vice Control (VC), Unit Jatanum Polrestabes Surabaya.
Polisi terus melacak korban prostitusi di bawah umur yang dikendalikan
oleh NA. Dua hari setelah jaringan prostitusi ini dibongkar, polisi
setidaknya sudah menemukan delapan siswa lagi, pelajar SMP yang dijual
NA. Menurut, Iptu Teguh, kedelapan siswa itu berasal dari sekolah yang
sama dengan NA dan sekolah lainnya. “Jaringan tersangka sudah sampai ke
luar sekolahnya sendiri dan sangat rapi,” katanya, saat dikonfirmasi
selasa (11/6/2013).
Akibat Faktor Sistemik
Bagaimana
mungkin gadis belia berusia 15 tahun yang masih duduk di bangku SMP
terjerumus menjadi mucikari? Sebenarnya tidak sulit untuk menelusuri
mengapa ini bisa terjadi. Keterlibatan pelajar dalam bisnis prostitusi,
sangat dipengaruhi lingkungan tempat tinggal mereka. Kondisi
demikian juga tak lepas dari pola hidup masyarakat sekarang yang
berorientasi pada kehidupan hedonis dan kesenangan pada materi.
Sistem pendidikan yang
jauh dari ajaran Islam juga turut andil memunculkan para pelajar dengan
konsep hidup yang salah ini. Dalam kasus NA, pelajar Surabaya yang
menjadi mucikari misalnya, Kepala Dinas Pendidikan Jatim Harun menilai
bahwa kasus ini terjadi karena pihak sekolah kurang jeli dalam
pengawasan anak-anak didiknya (detikSurabaya, 11/6/2013).
Yang
menjadi pertanyaan, apakah kalau pengawasan ditingkatkan maka masalah
akan selesai? Faktanya tidak. Solusi seperti ini sudah sering
disampaikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan sekolah,
tetapi pada kenyataannya prostitusi pelajar kian hari kian marak
terjadi. Sebut saja di Jakarta, Bogor, Bandung, Jogja, Solo, dan
kota-kota besar lainnya. Bahkan juga di daerah seperti Ponorogo, Aceh
yang dikenal dengan sebutan Serambi Mekahnya (dari berbagai sumber).
Tercatat tahun 2012 terjadi 84 kasus prostitusi pelajar; januari-juni
2013 terdapat 14 kasus (Redaksi Pagi, Trans7, 10/6/2013.) Ini artinya,
sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini, tak menjanjikan
perubahan perilaku pelajar. Mereka mungkin berubah, tapi hanya sesaat
kemudian mengulangi lagi perbuatan buruknya tersebut. Mengapa? Karena
mereka berbuat bukan karena kesadaran, tetapi lebih karena ‘pelototan’
guru di sekolah. Inilah yang terjadi ketika solusi yang diberikan
tidak dengan mengubah sistem dan kurikulum pendidikan tapi hanya dengan
memperketat pengawasan.
Yang juga sangat nyata dan berdampak
langsung membangun cara pandang para pelajar adalah tayangan media.
Dalam sistem kapitalis seperti sekarang, keuntungan materi dari sebuah
stasiun televisi sangat ditentukan dari iklan yang masuk. Jadilah
tayangan iklan menjadi tontonan yang mendominasi di hampir seluruh
saluran. Bahkan tayangan adzan magrib pun tak luput dari iklan. Dengan
banyaknya iklan, otomatis banyak pelajar yang tersihir untuk membeli
produk yang terkadang tak terlalu dibutuhkan.
Ditambah lagi
tayangan sinetron remaja, drama korea, dan tayangan lainnya telah
mengajarkan gaya hidup hedonis dan kesenangan akan materi. Mereka yang
tak mampu secara finansialpun terdorong, bahkan memaksakan diri
mengikuti gaya hidup seperti ini. Akhirnya, jalan pintas pun ditempuh.
Cara mudah dan instan untuk mendapatkan uang adalah dengan menjual tubuh
dan kecantikan, tak peduli akan masa depan. Sayangnya, penguasa tidak
berdaya dalam membuat regulasi untuk membendung pengaruh buruk tayangan
media tersebut.
Yang lebih memprihatinkan lagi, lingkungan
terdekat anak, yaitu orang tua (keluarga) ternyata begitu lemah dalam
mengarahkan dan membentengi anak-anak. Kesibukan orang tua bahkan
orientasi hidup yang keliru yaitu hidup untuk mencari materi telah
mengorbankan anak-anak mereka sendiri. Nyatanya, banyak orang tua tak
peduli dengan pergaulan anak-anak mereka. Mereka tak tahu dengan siapa
anaknya bergaul dan pergi dari rumah , bahkan menganggap biasa
tatkala sang anak pulang malam. Pada kasus NA misalnya, orang tua
tersangka pelaku dan orang tua para korban sama sekali tak tahu jika
anak-anak mereka terlibat prostitusi.
Ibunda NA, mengaku
langsung terkejut saat diberitahu jika anaknya terlibat prostitusi.
“Anak saya memang sering pulang malam” ujar ibu NA kepada wartawan,
Senin (10/6/2013). Saat ditanya, anaknya sering menjawab bahwa ia baru
pulang bermain bersama teman-temannya. Sang bunda tak curiga dengan
kelakuan anaknya karena selepas sekolah, anaknya selalu pulang, kemudian
keluar rumah pada sore harinya. Baik ibunda NA maupun orang tua para
korban sangat menyesal atas kejadian yang menimpa anak-anak mereka ini.
Penyesalan memang selalu datang di akhir cerita. Ketika sudah terjadi,
baru orang tua berjanji akan merawat dan memperhatikan anak-anak mereka
dengan lebih baik lagi.
Islam Menyelamatkan Mereka
Islam adalah sistem hidup yang sempurna, hanya Islam yang bisa
menyelamatkan para generasi muda. Di tangan merekalah tongkat estafet
kepemimpinan negeri dan bangsa ini akan diberikan. Islam telah
menetapkan seperangkat aturan yang bisa mencegah dan menyelamatkan
mereka dari prostitusi yaitu dengan: Menetapkan Aturan Pergaulan Laki-laki dan Perempuan
Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk bertakwa kepada Allah
serta menahan pandangan dan menjaga kemaluan (QS.An Nuur:30-31).
Kemudian memerintahkan menjaga kehormatan diri dengan menutup aurat (QS
An Nuur:31 dan QS Al Ahzab : 59).
Islam melarang perempuan
berdandan berlebihan yang menampakkan kecantikannya kepada laki-laki
yang bukan mahram (QS An Nuur : 60), melarang khalwat, yaitu
bersepi-sepinya seorang laki-laki dan perempuan tanpa mahram (HR Bukhari
Muslim) , dan melarang campur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa ada
kepentingan yang dibenarkan oleh syara’, seperti berpesta atau
berkumpul-kumpulnya remaja hanya sekedar bersenang-senang. Islam
melarang untuk mendekati zina (QS.Al Isra : 32), seperti berpegangan
tangan, berpelukan dan berciuman dll. Islam juga mendorong para pemuda
yang sudah mampu menikah untuk segera menikah, dan yang belum mampu
untuk memperbanyak berpuasa.
Dengan berbagai aturan pergaulan
tersebut, Islam telah menutup rapat-rapat pintu menuju zina. Ketika
aturan-aturan tersebut diterapkan secara sempurna baik oleh keluarga,
masyarakat dan Negara maka akan sangat efektif mencegah prostitusi
termasuk yang melibatkan pelajar. Dalam Islam, Negara juga memiliki
tanggung jawab menciptakan suasana masyarakat yang penuh keimanan.
Aturan-aturan pergaulan diterapkan dengan sanksi yang tegas bagi para
pelanggarnya. Negara akan menjaga dan mengokohkan akidah umat dan
sekaligus menerapkan syariat kaaffah bagi seluruh warga negaranya. Ini
yang akan menjauhkan setiap orang dari tindakan maksiat.
Berbagai sanksi berat yang diberikan kepada para pelaku zina akan
memberikan efek jera. Jika pelakunya adalah orang yang sudah menikah,
maka ia akan dirajam hingga sampai meninggal. Adapun jika pelakunya
adalah orang yang belum menikah maka sanksinya adalah dijilid/dicambuk
sebanyak seratus kali. Allah swt berfirman: “Perempuan yang berzina dan
laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan
oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (TQS An-Nuur: 2). Dengan
sanksi seberat ini, maka jelas tak akan ada lagi prostitusi. Mewajibkan Orang Tua Mendidik Anak Dengan Pendidikan Islam
Merupakan suatu keharusan bagi orang tua mendidik anak dengan
pendidikan Islam. Anak adalah amanah. Orang tua akan dimintai
pertanggungjawaban oleh Allah kelak di hari akhir karena perilaku anak
adalah hasil dari pendidikan ke dua orang tuanya. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi
orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau
majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna.
Apakah kau melihatnya buntung?” (HR al Bukhari).
Allah Swt
memerintahkan setiap individu untuk menjaga diri dan keluarganya dari
siksa api neraka. Ini berarti, memerintahkan para orang tua mendidik
anaknya dengan pendidikan Islam sehingga menjadi pribadi yang shalih dan
terjauh dari api neraka. Allah SWT berfirman ”Hai orang-orang yang
beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari siksa api
neraka……” (TQS At Tahrim: 6 ). Mengharuskan Sekolah Menerapkan Kurikulum Pendidikan Berbasis Aqidah Islam
Kurikulum pendidikan berbasis aqidah Islam akan menghasilkan para
pelajar yang berkepribadian Islam yaitu berpola pikir dan berpola sikap
Islam. Materi dan metode pendidikan didesain sedemikian rupa sehingga
para pelajar memahami dan meyakini bahwa eksistensi Allah Swt dengan
segala sifat-sifat uluhiyahnya adalah nyata. Kesadaran ini
dimanivestasikan dengan memandang keridoan Allah Swt sebagai
kebahagiaan tertinggi, dan keterikatan kepada syariat Allah Swt adalah
hal yang mutlak. Kurikulum ini akan membentuk pribadi-pribadi yang
memandang Islam sebagai sistem kehidupan satu-satunya yang layak bagi
manusia. Di atas prinsip-prinsip ini, akhlak mulia benar-benar
menghiasi segenap aktivitas mereka.
Memerintahkan Negara Mengatur Urusan Rakyatnya dengan Sistem Islam
Penerapan syariah Islam kaaffah (totalitas) oleh negara akan
memastikan tidak adanya ruang bagi segala bentuk kemaksiyatan termasuk
prostitusi. Negara juga mengontrol dan mengawasi media sehingga tidak
mengaruskan materialisme dan konsumerisme. Negara akan memastikan hanya
sistem dan kurikulum pendidikan Islam yang diterapkan. Kurikulum
pendidikan seperti ini adalah kurikulum pendidikan khilafah yang sudah
pernah diterapkan selama berabad-abad lamanya. Dan hasilnya, melahirkan
para pelajar yang berkepribadian mulia dan sekaligus memiliki
intelektualitas tinggi dan siap menjadi pakar di berbagai bidang
keahlian dan keilmuan
Adakah Negara yang menerapkan sistem
Kapitalisme saat ini bisa memberikan itu semua? Sama sekali tidak.
Justru sistem Kapitalisme terbukti telah menghinakan generasi muda Islam
dan menjerumuskan mereka ke berbagai perilaku buruk, hina dan
merendahkan. Hanya Islam dan sistem Islam yaitu Khilafah Islamiyah yang
akan menyelamatkan generasi muda bangsa ini. Hanya syariah dan
Khilafah yang bisa memberantas tuntas segala bentuk prostitusi pelajar.
Mari kita renungkan salah satu firman Allah dalam al Qur’anul Kariim
“Apakah hukum Jahiliyah mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al
Maidah : 50). [Wiwing Noeraini (Lajnah Tsaqofiyah DPP MHTI)]
Berbagi :
Posting Komentar
untuk "Siswi SMP Jadi Mucikari, Kok Bisa?"
Posting Komentar untuk "Siswi SMP Jadi Mucikari, Kok Bisa?"