Hidup Dengan Al-Quran
Hari ini (Jum'at, 26/7) bertepatan dengan hari perayaan Nuzul al-Quran, peringatan
diturunkannya al-Quran. Berbagai kegiatan digelar untuk memperingatinya
selain dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur atas diturunkannya
al-Quran. Peringatan Nuzul al-Quran itu diadakan setiap tahun, tidak
pernah terlewatkan. Acara peringatan itu bukan hanya diadakan di
masjid-masjid, tapi juga di sekolah-sekolah, majelis taklim, bahkan
perkantoran dan tempat-tempat usaha. Hal itu merupakan hal yang patut
disambut baik. Namun tentu saja tidak boleh sekedar kesemarakan
seremonial. Penting untuk diresapi makna peringatan itu dan
merealisasikannya pada tataran realita kehidupan sehari-hari. Berkaitan
dengan hal itu hendaknya kita renungkan sejauh mana kita telah
berinteraksi dengan al-Quran, sejauh mana kita telah hidup dengan
al-Quran.
Peneguhan Keyakinan
Siapapun yang mau menggunakan akalnya untuk memperhatikan al-Quran
niscaya dia akan mendapatkan keyakinan bahwa al-Quran berasal dari Allah
SWT. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
﴿ أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا﴾
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al
Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan
yang banyak di dalamnya.(TQS an-Nisa’ [4]: 82)
Allah pun menantang siapa pun manusia yang masih ragu terhadap
al-Quran untuk membuat sepuluh surat semisal al-Quran (QS Hud [11]: 13);
bahkan sekedar satu surat saja (QS al-Baqarah [2]: 23 dan Yunus [10]:
38), dan dalam hal itu disuruh untuk meminta bantuan dari siapa saja
selain Allah.
Sebagai kalamullah, al-Quran dijamin oleh Allah SWT tidak mengandung
keraguan di dalamnya (QS. al-Baqarah [2]: 2). Allah juga menjamin bahwa
al-Quran adalah benar dan tidak didatangi apalagi dicampuri dengan
kebatilan sedikitpun. Allah menegaskan:
﴿ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ عَزِيزٌ $ لَّا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ ﴾
Dan sesungguhnya Al Quran itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak
datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Terpuji.(TQS Fushshilat [41]: 41-42)
Allah SWT tegaskan bahwa al-Quran dengan segala isinya adalah datang
dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (QS. Ghafir [40]: 2).
Allah juga menegaskan:
﴿ تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ ﴾
Diturunkan Kitab ini dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS az-Zumar [39]: 1; al-Jatsiyah [45]: 2; al-Ahqaf [46]: 2)
Al-Hakîm (Maha Bijaksana) yakni dalam firman-firman, perbuatan, qadar dan syariah-Nya (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr).
Al-Quran: Petunjuk Hidup dan Solusi Problem Kehidupan
Al-Quran secara bahasa artinya bacaan. Dan membaca al-Quran akan
mendatangkan pahala (Lihat: QS al-Fathir [35]: 29). Namun al-Quran tentu
diturunkan bukan sekadar agar dibaca. Membaca al-Quran harus disertai
dengan upaya untuk memahami dan mentadaburi maknanya serta menjadikannya
petunjuk hidup sehingga kita menjalani hidup dan menjalankan kehidupan
dengan al-Quran. Sebab Allah menegaskan di dalam firman-Nya QS
al-Baqarah [2]: 85 bahwa al-Quran diturunkan memang untuk menjadi
petunjuk, penjelasan dan bukti atas petunjuk serta sebagai pembeda (al-Furqân) untuk membedakan antara kebenaran (al-haq) dan kebatilan (al-bâthil), antara kebaikan (al-khayr) dan keburukan (asy-syarr), antara terpuji (al-hasan) dan tercela (al-qabih), halal dan haram, pahala dan dosa. Dan Allah tegaskan:
﴿ إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي
هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ
الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا ﴾
Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (TQS al-Isra’ [17]: 9)
Sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan, al-Quran memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Allah menegaskan:
﴿ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ ﴾
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri. (TQS an-Nahl [16]: 89)
Imam al-Baghawi menjelaskan, yakni sebagai penjelasan atas segala
sesuatu yang diperlukan berupa perintah dan larangan, halal dan haram
serta hudud dan hukum-hukum (Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl).
Ibn Katsir juga menjelaskan dengan mengutip Ibn Mas’ud ra. yang
mengatakan, “yaitu bahwa sesungguhnya al-Quran meliputi segala
pengetahuan yang bermanfaat berupa berita apa yang telah terdahulu,
pengetahuan apa yang akan datang, dan hukum semua halal dan haram serta
apa yang diperlukan oleh manusia dalam perkara dunia, agama, kehiduan
dan akhirat mereka” (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr). Artinya,
selain memberikan panduan, rambu-rambu, aturan dan sistem, al-Quran juga
memberikan penyelesaian atas setiap problem yang dihadapi manusia di
dalam kehidupan.
Al-Quran yang merupakan petunjuk itu hanya berfungsi sebagai petunjuk
jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan, pedoman dan
petunjuk. Yaitu ketentuan-ketentuannya diikuti. Al-Quran yang menjadi
penjelasan segala sesuatu dan menjadi solusi problem kehidupan itu akan
bisa berperan jika penjelasannya diambil dan solusi-solusi yang
diberikannya dijalankan. Artinya di situ, al-Quran itu akan benar-benar
menjadi petunjuk, penjelasan dan solusi jika kita menjalani hidup dengan
al-Quran dan mengelola kehidupan sesuai al-Quran.
Di sinilah kita harus merenung dan bertanya kepada diri sendiri,
sejauh mana hal itu terealisasi di dalam hidup dan kehidupan kita.
Sejauh mana kita telah memperhatikan al-Quran. Tentu saja kita tidak
ingin terkena pengaduan Rasul saw:
﴿ وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا ﴾
Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan”. (TQS. al-Furqan [25]: 30)
Imam Ibn Katsir mencontohkan sikap hajr al-Qurân (tak
mengacuhkan al-Quran). Di antaranya adalah menolak untuk mengimani dan
membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan mendengarkannya, bahkan
membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar al-Quran
saat dibacakan; tidak mentadaburi dan tidak memahaminya; tidak
mengamalkan dan tidak mematuhi perintah dan larangannya, dan berpaling
darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa syair, ucapan,
nyanyian, permainan, ucapan, atau thariqah yang diambil dari selain al-Quran (Ibn Katsir, Tafsîr al-Qurân al-’Azhîm).
Menjadikan Al-Quran Pedoman Hidup
Kita mengimani bahwa al-Quran tidak mengandung keraguan, tidak
didatangi apalagi dicampuri kebatilan sedikitpun, merupakan petunjuk,
yang berasal dari Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Keimanan kita terhadap al-Quran itu
haruslah kita tujukan kepada al-Quran secara bulat, utuh, dan
menyeluruh. Keimanan terhadap al-Quran secara menyeluruh itu
mengharuskan untuk tidak membeda-bedakan di antara ayat-ayatnya,
perintah dan larangan, hukum dan ketentuan yang terkandung di dalamnya.
Ketika Allah SWT berfirman, “Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm -diwajibkan
atas kalian berpuasa-“ (QS. al-Baqarah [02]: 183), kita segera saja
menerima dan melaksanakannya. Demikian juga semestinya sikap yang kita
tunjukkan terhadap firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum al-qishâsh -diwajibkan atas kalian qishash-“ (QS. al-Baqarah [02]: 178); atau “Kutiba ‘alaykum al-qitâl -diwajibkan
atas kalian perang-“ (QS. al-Baqarah [02]: 216). Tentu semestinya kita
juga menerima dan segera melaksanakannya. Begitulah semestinya kita
dalam mempedomani al-Quran, secara keseluruhan, tidak memilih dan
memilahnya.
Mempedomani al-Quran itu mengharuskan kita untuk mengambil dan
melaksanakan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum yang diberikan oleh
al-Quran dan hadits Nabi saw, baik dalam urusan akidah, ibadah, makanan,
minuman, pakaian, dan akhlak; atau dalam urusan pernikahan, dan
keluarga; atau dalam urusan ekonomi, politik dalam dan luar negeri,
kekuasaan, pemerintahan, pidana dan sanksi. Sebab semua hukum itu
sama-sama merupakan hukum Allah, bersumber dari wahyu Allah. Juga
sama-sama termaktub di dalam al-Quran dan hadits atau digali dari
keduanya.
Semuanya itu harus kita terima, kita ambil, kita pedomani dan
laksanakan. Sebagiannya saat ini sudah dan bisa kita laksanakan pada
tingkat individu dan keluarga. Hanya saja, ada banyak hukum di antara
petunjuk dan hukum al-Quran dan hadits, yakni hukum Islam itu yang hanya
bisa dan sah dilaksanakan oleh imam/khalifah melalui kekuasaan negara,
semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan,
ekonomi, sosial, pendidikan, politik luar negeri, sanksi pidana, dsb.
Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan individu dan hanya sah
dilakukan oleh imam yakni khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.
Karena itu, mempedomani al-Quran itu tidak akan sempurna kecuali
sampai pada penerapan hukum-hukum syariah Islam dalam seluruh aspek
kehidupan secara utuh dan totalitas. Dan itu tidak mungkin kecuali
melalui kekuasaan pemerintahan yang berlandaskan akidah Islam dan
menerapkan syariah yaitu Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Wahai Kaum Muslimin
Begitulah semestinya mempedomani al-Quran. Begitulah semestinya kita
menjalani hidup dan mengelola kehidupan dengan al-Quran. Maka saatnyalah
kita segera menyempurnakan diri dalam mempedomani al-Quran. Tidak lain
adalah dengan segera menerapkan syariah Islam secara total di dalam
Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Al-Islam edisi 667]
Posting Komentar untuk "Hidup Dengan Al-Quran"