Pemilu dan Perubahan

Pesta demokrasi lima tahun sekali ini memperebutkan sebanyak 19.699 kursi oleh 200.000 lebih caleg secara nasional. Dengan kata lain, diasumsikan hanya 10% saja caleg yang lolos dan pasti ada 180.000 caleg gagal yang berpotensi stress sampai gila. Bahkan dr. Teddy Hidayat, psikiater yang juga Ketua Penanggulangan Narkoba RS Hasan Sadikin Bandung, meramalkan jumlah caleh yang strestahun 2014 akan mencapai 30%, baik yang terpilih maupun gagal akan mengalami stres. (gatra.com)

Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD yang digelar ketiga kalinya ini juga berbiaya mahal. Komisi Pemilihan Umum (KPU) setidaknya menganggarkan RP. 14.484.550.665.000 atau Rp14 triliun untuk tahapan pileg dan pilpres 2014. Belum termasuk tambahan 1,7 Triliun untuk honor satlinmas dan biaya pengamanan pilpres Rp. 2,2 triliun. Pesta demokrasi menggerakkan pula “bisnis politik” untuk membayar biaya pendaftaran parpol, konsultan politik, media iklan, dan bisnis penggalangan suara (tim sukses).

Mengutip Pramono Anung, untuk kampanye saja caleg butuh dana dari Rp 200 juta sampai Rp 6 miliar. Wajar bila BI melansir uang yang beredar di masyarakat jelang Pemilu di bulan Januari 2014 saja mencapai sekitar 500 Triliun. Meski demikian, data laporan dana kampanye 12 parpol peserta pemilu ke KPU hanya 1,9 triliun.

Gonjang ganjing politik beberapa tahun terakhir menunjukkan pula fenomena negeri ini makin menuju corporate state atau bentuk negara korporasi. Eksisnya para korporat di atas panggung politik tanah air membantahkan teori partai sebagai wadah kaderisasi untuk melahirkan kader-kader unggul.Tersisa beberapa partai saja yang tidak mengikuti gaya di atas, meskipun tidak dapat di pungkiri pula pelbagai partai tersebut pada faktanya tidak steril dari campur tangan pengusaha karena memang ada simbiosis yang kuat antara keduanya.

Pengamat politik, Airlangga Pribadi mengatakan, “Pemilu 2014 mendatang diprediksi tidak akan menghasilkan perubahan yang mendasar bagi perbaikan negeri ini. Hal tersebut disebabkan sistem politik Indonesia masih didominasi kepentingan politik oligarki politik yang masih bercokol di partai-partai besar.” (gresnews.com: 27/11/2013). Belum lagi parpol-parpol yang mengikuti pemilu 2014 mendatang, semuanya sama-sama telah memiliki catatan-catatan hitam, pasalnya tidak ada satu parpol pun yang tidak terlibat tindakan korupsi, bahkan dari tahun ke tahun pun penyakit korupsi semakin memburuk di negeri ini. Melihat dua kenyataan ini, lagi-lagi rakyat hanya menelan buah pahit. Harapan rakyat kembali terputus di tengah jalan hanya dibalas dengan pesta demokrasi yang mesti dibayar mahal oleh rakyat.

Sayang, umumnya umat memahami bahwa jalan perjuangan guna meraih tujuan politik, termasuk tujuan politik Islam, hanya satu, yakni melalui Pemilu. Lewat Pemilu, partai politik akan memperebutkan kursi di parlemen dan jabatan-jabatan publik. Dari sana diteorikan akan bisa dilahirkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang Islami. Oleh karena itu, penting buat partai politik Islam menjadi peserta Pemilu dan memenangkan pertarungan dalam Pemilu itu.

Orang banyak lupa, perubahan politik terjadi tidak melulu melalui Pemilu. Bahkan bisa dibilang semua perubahan politik besar justru terjadi bukan melalui jalan pemilu. Lihatlah bagaimana pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru, juga berakhirnya rezim Orde Baru oleh gerakan reformasi. Semua terjadi bukan melalui Pemilu. Perubahan besar di Timur Tengah juga terjadi bukan melalui Pemilu.

Pemilu sejatinya adalah instrumen, hukumnya bergatung apakah digunakan untuk melegalisasi hukum buatan manusia atau menegakkan hukum-hukum Allah SWT. Umat butuh partai yang berjuang di tengah-tengah umat dan menggunakan kekuatan umat dalam perjuangannya tetap konsisten menawarkan Islam sebagai solusi. Esensinya adalah perubahan dan bukan kekuasaan. Politik demokrasi terbukti berujung pada sikap pragmatisme sebagaimana kapitalisme yang juga berujung pada kesengsaraan. Harus ada solusi alternatif dan tidak ada alternatif lain kecuali jalan Islam yang jika di rangkai akan menjadi dua kata yakni “syariah” dan “khilafah”. syariah akan mengganti kapitalisme dan khilafah menggantikan sistem demokrasi. Wallahu ‘alam [Bahrul Ulum Ilham (Aktivis HTI Sulsel)]

Posting Komentar untuk "Pemilu dan Perubahan"