Masih Adakah Partai Islam?
Partai merupakan sarana sosialisasi politik dan edukasi politik. Oleh
karenanya partai Islam saat melakukan sosialisasi melalui kampanye
misalnya haruslah mensosialisasikan pentingnya syariah Islam sebagai
solusi atas persoalan yang menimpa umat di negeri ini. Demikian juga
masyarakat harus dididik dan dipahamkan akan hukum-hukum Islam dan
pentingnya negara yang menerapkan ideologi Islam.
Namun sayang, dalam pemilu legislatif yang baru saja berlalu tak
satupun partai yang mengklaim partai Islam melakukan kedua hal tersebut
di atas. Pola kampanye pun sama persis dengan yang dilakukan oleh
partai-partai sekuler; gelaran musik dangdut yang seronok, suap menyuap,
dan money politik yang semuanya justru melanggar hukum-hukum Islam.
Pesta demokrasi tak ubahnya lapak perjudian. Yang kalah kecewa dan
stres. Perilaku partai Islam dan para calegnya tidak beda dengan partai
sekuler. Sehingga wajar, umat yang masih memiliki kesadaran politik
Islam mempertanyakan masih adakah partai Islam? Umat pun menganggap
tiada bedanya antara partai yang mengaku Islam dengan partai yang
terang-terangan mengaku nasionalis dan sekuler.
Walhasil, umat tidak lagi menganggap penting memilih partai Islam
atau bukan Islam. “Yang penting pilih orangnya bukan partainya, pilih
partai sama saja!” itu sebagian ungkapan yang sering kita dengar.
Kegagalan Partai Islam
Kegagalan partai Islam selama ini disebabkan setidaknya oleh empat faktor.
Pertama, partai berdiri di atas konsep Islam yang tidak
jelas, terlalu umum, samar dan bercampur antara ide Islam dan bukan dari
Islam. Partai tidak mampu merinci Islam sebagai ideologi dan sistem.
Tidak jarang kita dengar partai Islam bertekad untuk mempertahankan
pluralisme, melanjutkan demokratisasi bahkan berkoalisi dengan partai
sekuler. Padahal faktanya semua konsep tersebut sangat kontradiksi
dengan akidah dan hukum Islam.
Tak satupun partai Islam peserta pemilu mampu menjelaskan bagaimana
Islam menyelesaikan persoalan persoalan yang yang kini dialami umat.
Misal solusi Islam atas kekayaan negara yang hari ini telah jatuh ke
tangan para kapitalis asing.
Kedua, partai tidak mengetahui metode menerapkan konsep.
Maksudnya bagaimana menyatukan umat dengan ide partai. Umat hanya
dihampiri sekali dalam lima tahun dengan iming-iming janji palsu. Hingga
umat tidak pernah tercerahkan dengan pemikiran politik Islam.
Kesadaran politik Islam dari pemilu ke pemilu tidak pernah beranjak
naik tapi terus mengalami kemunduran dan degradasi. Bahkan umat
cenderung apatis terhadap partai Islam karena perilaku para elite partai
yang tidak mencerminkan Islam.
Ketiga, para aktivis partai belum memiliki kesadaran yang
benar. Mereka masuk ke dalam partai hanya berbekal keinginan dan
semangat belaka. Fakta ini bisa kita lihat betapa banyak para caleg yang
sangat awam terhadap Islam. Bahkan mereka mengalami stres karena kalah
suara dalam pemilihan.
Keempat, ikatan yang mengikat para anggota partai bukan
ikatan ideologi. Yang mengikat mereka hanya sekedar ikatan struktur dan
slogan-slogan kosong. Partai melakukan rekrutmen asal-asalan. Para
aktivis partai berjuang bukan untuk kepentingan ideologi Islam namun
sebaliknya, kepentingan pribadi lebih mendominasi.
Para caleg dari partai yang sama bersaing satu sama lain. Bahkan yang
lebih aneh lagi partai Islam membuka diri untuk para caleg dari
kalangan orang kafir. Lalu bagaimana orang kafir ini akan berjuang untuk
Islam?
Kembali ke Khiththah
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى
الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]:104)
Menurut Abu Jafar ayat ini merupakan perintah Allah SWT untuk
membentuk jamaah/kelompok yang mengajak kepada melaksanakan syariah
Islam, memerintahkan manusia kepada yang ma’ruf dan mencegah manusia
dari yang munkar. (Tafsir at Thabari).
Oleh karena itu partai umat Islam setidaknya melakukan empat hal. Pertama, berdiri
diatas akidah Islam, bukan berdiri atas dasar kesukuan, kebangsaan,
nasionalisme dan asas lainnya selain akidah Islam. Akidah ini sekaligus
menjadi pengikat para anggotanya.
Kedua, harus secara terbuka mengajak umat pada pelaksanaan
syariah Islam yang kaffah bukan parsial. Dengan demikian partai harus
memiliki konsep Islam yang jernih khususnya terkait pengaturan negara.
Partai Islam wajib memiliki konsep negara Islam, ekonomi, peradilan,
pendidikan, politik dalam dan luar negeri termasuk konsep membangun
militer yang tangguh. Konsep-konsep tersebut wajib dipahami oleh para
anggotanya.
Adopsi mereka terhadap konsep partai menjadi jaminan keberadaan
mereka di dalam partai. lalu konsep-konsep tersebut diajarkan dan
dikampanyekan kepada umat agar umat menyatu dengan ide partai.
Upaya penyatuan dilakukan dengan cara (1) menjelaskan kepada umat
kekeliruan konsep-konsep dan pemikiran yang salah dan sesat lalu
menjelaskan konsep pemikiran Islam diatas konsep-konsep kufur tersebut,
(2) memberikan penjelasan kepada umat tentang solusi Islam saat terjadi
perampasan hak-hak umat oleh negara, (3) berani membongkar konspirasi
musuh-musuh Islam yang selalu menghalangi Islam berdaulat dalam negara,
(4) mengkonsolidasikan simpul-simpul tokoh umat dan pemilik kekuatan ril
agar mendukung partai mengambil kekuasaan untuk menerapkan ideologi
partai.
Ketiga, keanggotaan partai harus dibatasi pada orang Islam saja. Partai tidak boleh menerima anggota dari kalangan orang kafir.
Keempat, partai tidak boleh menempuh cara-cara yang
bertentangan dengan Islam seperti jalan demokrasi, suap menyuap dan
obral janji palsu apalagi berkoalisi dengan partai yang berbeda
ideologi. Termasuk menjauhi kerjasama dalam bentuk apapun dengan
pihak-pihak asing kafir penjajah.
Demikianlah khiththah partai Islam seharusnya. Wallahu alam bi ashshowab.[Roni Ruslan (Alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo)]
]
Posting Komentar untuk "Masih Adakah Partai Islam?"