Pemilu Demokratis Satu-Satunya Cara Untuk Melegitimasi Serangan Imperialis
Semua media yang bekerja untuk kepentingan Barat, tanpa mengenal
lelah dan bosan, terus menerus mempromosikan dan mengatakan bahwa
“masyarakat pada hari ini 16/Hamal (5 April) akan memilih calon terbaik
mereka yang akan memerintah Afghanistan untuk jangka waktu lima tahun.
Dikatakan bahwa presiden baru akan dipilih berdasarkan suara mayoritas
melalui proses yang adil dan transparan, dan Afghanistan akan melangkah
ke arah yang diinginkan oleh rakyat Afghanistan.”
*** *** ***
Hukum asal pemilu adalah mubah (diperbolehkan), namun yang membuatnya
haram adalah tujuannya. Pemilu demokratis yang didasarkan pada suara
mayoritas (50 +1) sebenarnya adalah sebuah kebohongan, dan dilarang
(haram) dalam hukum Islam, sebab dengan itu mereka memberikan kedaulatan
kepada manusia, dan dengan suara mayoritas itu mereka memberikan hak
legislasi (membuat undang-undang). Selain itu, jika kita melihat konsep
“pemilihan umum yang bebas”, kami tidak akan merasa sulit untuk
menyimpulkan bahwa tidak mungkin untuk melakukan pemilihan umum yang
bebas dan adil di bawah bayang-bayang pasukan AS dan pasukan NATO di
Afghanistan. Namun penjajah menggunakan proses ini sebenarnya untuk
memberikan semacam legitimasi bagi kehadiran mereka di negeri ini,
seperti halnya yang terjadi di banyak negara Muslim lainnya. Jadi tujuan
sebenarlah adalah untuk menciptakan para penguasa boneka, bukan untuk
melindungi rakyat, melainkan untuk melindungi kepentingan tuannya. Salah
satu contoh yang paling jelas yang membuktikan kebenaran pandangan kami
ini adalah referendum yang diadakan baru-baru ini di Krimea, pemilu
Afghanistan, dan persaingan internal antara Erdogan dan Ghul di Turki.
Sungguh, jumlah partisipasi pemilih dalam pemilu Afghanistan
sebelumnya sangatlah rendah, sehingga hal ini membuat eksistensi seluruh
rezim dan proses demokrasi benar-benar dipertanyakan dan diragukan.
Dimana dalam pemilu itu hanya 4 juta saja dari 30 juta orang yang
memberikan hak suaranya, dan sebagian besar suara adalah direkayasa.
Hamid Karzai memenangkan dua juta suara saja dari empat juta suara itu.
Dan kalau diperiksa lebih jauh dari dua juta suara itu, niscaya terbukti
bahwa mayoritas suara adalah hasil rekayasa, sehingga jumlah suaranya
bisa berkurang dan diperkirakan hanya memperoleh kurang dari satu juta
suara. Inilah sebabnya mengapa badan-badan intelijen Barat, melalui
organisasi bonekanya, perusahaan-perusahaan keamanan dan perlindungan
swasta, melancarkan kampanye pemboman yang membuat panik, melakukan
wawancara dan mengadakan pertemuan dengan mereka yang disebut para
ulama, wartawan, pejabat publik dan perwakilan organisasi masyarakat
sipil, agar bergabung bersama dan mendedikasikan semua upaya mereka
untuk membangun opini publik yang mendukung pemilihan, dan
menampilkannya sebagai satu-satunya kesempatan bagi rakyat untuk
mengubah masa depan mereka, dan bahkan mereka tidak akan pernah bisa
mengekang pengaruh “kelompok teroris dan ekstrimis” kecuali melalui
pemungutan suara dalam pemilihan. Namun kenyataan dan faktanya, bahwa
rakyat dengan kampanye negatif ini hanya dijadikan obyek bukan subyek,
dan mereka disesatkan dengan ilusi bahwa dengan memberikan suaranya,
maka mereka akan mengalahkan orang-orang yang membuat kekacauan di
Afghanistan.
Namun masalahnya, bahwa 60 persen dari rakyat di provinsi-provinsi
selatan dan timur tidak mau berpartisipasi dalam pemilu, karena semua
provinsi itu selain pusat-pusat kota berada di luar kendali pemerintah
provinsi. Juga tidak sedikit jumlah rakyat Afghanistan di pusat, utara
dan barat laut yang telah mengetahui haramnya pemilu demokratis dalam
Islam, sehingga mereka tidak akan pernah berpartisipasi di dalamnya.
Namun, instansi-instansi pemerintah yang rusak dan korup, menempatkan
suara yang telah direkayasa dalam kotak suara, yang kemudian dibawa ke
pusat penghitungan pemilu untuk menunjukkan bahwa pemilu berjalan dengan
sukses.
Selain itu, jika kita melihat proses pemilihan dan jumlah orang yang
akan memilih dalam pemilihan, maka kita menemukan bahwa hanya sebagian
kecil orang saja yang akan ikut memilih, namun kemudian dipublikasikan
bahwa itu adalah prestasi besar demokrasi di Afghanistan. Ini yang
membuat rakyat melalui penggunaan proses yang direkayasa ini, hingga
mereka merasa seolah-olah suara mereka akan mengarah pada pemilihan
orang yang akan memenuhi aspirasi mereka.
Sesungguhnya sangat jelas dan terang benderang bahwa rakyat
Afghanistan hanya menginginkan Islam, dan inilah yang menyebabkan mereka
berkobar untuk melawan Inggris dan Uni Soviet, dan sekarang yang
membuat mereka berperang melawan Amerika dan NATO. Selain itu, rakyat
Afghanistan telah hidup lama dengan asam garamnya sistem demokrasi
sekuler yang penuh dengan kelicikan, penipuan dan korupsinya. Dalam
sistem demokrasi ini, kaum Muslim tak berdosa dibantai setiap hari,
kehormatan rumah mereka dilanggar, dan agama mereka lecehkan. Apalagi,
rakyat Afghanistan tidak pernah melihat dari anggota parlemen yang
terpilih secara demokratis ini selain kemiskinan, perilaku tak bermoral,
dan penerapan hukum kufur. [Saifullah Mustanir – Kabul, Afghanistan]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 8/4/2014.
Posting Komentar untuk "Pemilu Demokratis Satu-Satunya Cara Untuk Melegitimasi Serangan Imperialis"