Meski Terjadi Gencatan Senjata Gaza, Dukungan Terhadap Netanyahu Berkurang
Gencatan senjata telah disepakati pada hari Selasa antara Israel dan faksi-faksi Palestina yang akan mengakhiri pertempuran di Gaza baru-baru ini tetapi tidak mengakhiri perang.
Jika berlaku, perjanjian gencatan ini akan mengakhiri
pertempuran selama tujuh minggu yang menewaskan sekitar 2.142 warga
Palestina dan 69 warga Israel, dimana Israel tidak mendapatkan
keuntungan yang jelas. Dan sementara kesepakatan itu menjanjikan
dibukanya blokade atas Gaza, seperti yang dituntut oleh Hamas, gencatan
senjata itu tidak membahas permintaan pengaturan yang lebih luas untuk
mengakhiri pengepungan wilayah itu dalam jangka panjang. Selain itu,
kesepakatan itu bahkan tidak mengatasi konflik Israel-Palestina yang
mendasar. Dan kegigihan bahwa konflik dengan runtuhnya prospek
penyelesaian melalui proses perdamaian yang dipimpin AS hanyalah salah
satu alasan mengapa gencatan senjata yang baru terjadi ini tidak mungkin
menjadi terakhir.
Pihak-pihak yang berperang telah sepakat untuk menghentikan
serangan satu sama lain dan Israel setuju untuk membuka penyebrangan
Gaza untuk membantu para korban dan masuknya bahan bangunan.
Penyeberangan dan rekonstruksi Gaza akan berada di bawah pengawasan
Otoritas Palestina (PA) bukan dari Hamas.
Wilayah perairan dimana pukat nelayan Palestina diizinkan untuk menangkap ikan akan diperluas. Tuntutan Palestina untuk pembangunan pelabuhan udara dan laut dan tuntutan Israel atas pelucutan senjata Gaza ditangguhkan untuk putaran pembicaraan lain yang akan dimulai di Kairo bulan depan.
Meskipun tidak ada pemenang yang jelas dengan hasil yang
tidak meyakinkan, Hamas tampaknya telah bernasib lebih baik secara
politik.
“Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terlihat jauh
lebih gemetar pada saat ini dibanding 50 hari yang lalu, “kata mantan
perunding Israel Daniel Levy, yang sekarang berada di Dewan Hubungan
Luar Negeri Eropa. “Hamas terlihat lebih kuat pada hari ini daripada 50
hari lalu. Hamas mungkin secara fisik lebih terpukul, namun Israel
secara strategis telah terpukul keras. ”
Ironisnya, meskipun Hamas menderita kerugian dengan kehilangan beberapa komandan dan para pejuang dan sebagian besar wilayah Gaza yang sekali lagi menjadi puing-puing, Operation Protective Edge Israel mungkin telah memperbaiki posisi politik Hamas sementara melemahkan posisi politik Netanyahu.
Sebelum terjadinya pertempuran, Hamas telah melemah secara politik karena penggulingan sekutunya di Mesir,
Presiden Mohamed Morsi, dalam kudeta musim panas lalu, dan mengakibatkan kesulitan keuangan yang dialami Gaza dari kebijakan Presiden Sisi hingga memaksa gerakan itu untuk menerima syarat yang tidak menguntungkan untuk melakukan rekonsiliasi dengan Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas – terutama dipulihkannya peran Otoritas Palestina di Gaza dan kembalinya pasukan keamanannya, yang ditolak oleh para pejuang Hamas pada tahun 2007, untuk mengoperasikan penyeberangan ke wilayah itu. Perang tujuh minggu ini telah menjadikan Hamas pusat perhatian politik Palestina sehingga dapat mengartikulasikan tuntutan utama atas pengepungan yang mendapat dukungan bahkan dari para lawan Hamas.
Membiarkan Abbas berperan dalam negosiasi gencatan senjata
meskipun tidak ambil bagian dalam konflik Gaza juga membantu
mengembalikan keberuntungan politik Hamas.
Perang Gaza tidak hanya memaksa Netanyahu untuk
bernegosiasi dengan kelompok-kelompok yang hanya beberapa hari yang lalu
ia cap sama dengan ISIS, hal ini secara efektif mengakhiri upaya
Israel untuk menuntut Abbas agar meninggalkan perjanjian rekonsiliasi
Palestina antara partai Fatah dengan Hamas. Kesepakatan gencatan senjata
ini memperkuat Hamas dan Jihad Islam dalam posisi utama pemerintahan
Palestina dan sebagai negosiator dengan Israel.
Kesepakatan ini telah menghancurkan mimpi Benjamin
Netanyahu dalam kampanye pemilihan lima tahun lalu, setelah Operasi Cast
Lead, dengan misi yang belum selesai, bahwa pemerintahan Hamas harus
dihancurkan dan bahwa dialah satu-satunya yang bisa melakukannya.
Israel tidak mencapai keuntungan strategis dalam operasi
itu namun menderita kerusakan besar dalam posisi diplomatik dan rasa
tenang dan keamanan bagi penduduknya.
Sehari sebelum gencatan senjata, sebuah jajak pendapat
opini publik di Channel 2 Israel menunjukkan bahwa tingkat persetujuan
terhadap Netanyahu hanya berada pada 38 persen, dibandingkan dengan 82
persen di awal operasi militer. Dan sebelumnya dia harus menghadapi
gempuran kritik sayap kanan dari dalam kabinetnya sendiri atas hasil
perang.
Tingkat keuntungan Palestina atas kesepakatan gencatan
senjata ini, tentu saja akan sangat tergantung pada apakah dan
bagaimanakah hal itu diimplementasikan.
“Pada tahun 2012 kami mendapatkan kesepakatan yang
tampaknya dalam beberapa hal menguntungkan Palestina di Gaza, tapi
kemudian tidak pernah benar-benar diterapkan dan ditindaklanjuti, “kata
Yousef Munayyer, Direktur Eksekutif Palestine Center di Washington, DC. [america.aljazeera.com, 27/8/2014]
Posting Komentar untuk "Meski Terjadi Gencatan Senjata Gaza, Dukungan Terhadap Netanyahu Berkurang"