BBM Naik, Rakyat Miskin pun Naik
Fakta kependudukan di Indonesia, ternyata jumlah penduduk hampir miskin di Indonesia sangat besar.
Pemerintah akhirnya tak tahan juga untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri, Presiden RI, Joko Widodo mengumumkan sendiri keputusan tak populer ini.
ilustrasi |
Dengan ‘sejuta’ alasan, pada 18 November lalu, BBM subsidi untuk jenis Premium naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500/liter. Sedangkan solar naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 7.500/liter.
Alasan yang kerap pemerintah lontarkan adalah selama ini subsidi BBM tak pernah tepat sasaran dan tidak produktif. Karena itu subsidi BBM dialihkan untuk kegiatan yang lebih produktif. Di antaranya bantuan langsung untuk rakyat miskin melalui dana kompensasi kenaikan BBM dan perbaikan infrastruktur.
Jika melihat fakta di lapangan, imbas kenaikan BBM subsidi ini bukan sekadar naiknya biaya transportasi. Tapi ibarat karambol. Berbagai kebutuhan masyarakat, terutama pangan juga ikut terkerek naik.
Artinya jika harga BBM, jenis premium naik hingga 30 persen, maka masyarakat akan menerima dampak kenaikan lebih dari angka tersebut, bahkan bisa lebih dari 100 persen. Pada akhirnya daya beli masyarakat pun akan makin melorot. Padahal bagi rakyat miskin pengeluaran terbesar adalah untuk bahan pangan, terutama beras. Selain itu kontribusi beras terhadap pembentukan garis kemiskinan yang BPS tetapkan sangat dominan.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai, kenaikan BBM subsidi ini akan menekan daya konsumsi masyarakat.
Dampak kenaikan BBM setidaknya akan sangat berpengaruh terhadap konsumsi hingga triwulan II tahun depan.
Dampak lainnya menurut Enny, pertumbuhan tidak bisa terasa signifikan, meski pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla bertekad merelokasi anggaran dari sektor konsumtif ke produktif. Sebab, pembangunan infrastruktur yang menjadi salah satu prioritas, membutuhkan proses.
“Akibat semua itu pertumbuhan ekonomi Tahun 2015 saya perkirakan hanya 5,3 hingga 5,6 persen. Perkiraan ini di bawah ekspektasi pemerintah yang menargetkan pertumbuhan sebesar 5,8 persen,” tuturnya.
Masuk Jurang Kemiskinan
Kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM ini diprediksi bakal mendongkrak jumlah penduduk miskin di Indonesia. Data Badan Pusat Statistika (BPS), hingga Maret 2014 jumlah penduduk miskin sebanyak 28,28 juta jiwa. Dengan garis kemiskinan rata-rata (kota dan desa) Rp 302.375/kapita/bulan.
Jumlah penduduk miskin tersebut belum termasuk masyarakat hampir miskin yang jumlahnya juga sangat besar. Dengan penurunan daya beli masyarakat tersebut, diperkirakan jumlah penduduk hampir miskin terdegradasi menjadi penduduk miskin.
Apalagi jika pendapatan masyarakat tidak mampu mengimbangi laju kenaikan nilai garis kemiskinan yang digerakkan oleh inflasi.
Fakta kependudukan di Indonesia, ternyata jumlah penduduk hampir miskin di Indonesia sangat besar. BPS mengkategorikan, penduduk hampir miskin adalah mereka yang nilai pengeluarannya tidak lebih dari 20 persen di atas garis kemiskinan.
Padahal dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan daya beli penduduk hampir miskin ini tak beda jauh dengan penduduk miskin. Karena itu, mereka sangat rentan untuk jatuh menjadi miskin apabila terjadi gejolak ekonomi yang memukul telak daya beli. Padahal di sisi lain, penduduk hampir miskin ini tidak mendapat kompensasi seperti penduduk yang masuk kategori miskin.
Bangsa Indonesia ternyata tak pernah belajar dari pengalaman. Kenaikan BBM pada Tahun 2005 telah memukul telak daya beli penduduk miskin dan hampir miskin yang berujung pada lonjakan penduduk miskin pada tahun 2006. Saat itu penduduk miskin naik dari 35,10 juta jiwa (2005) menjadi 39,30 juta jiwa (2006).
Tapi mengapa pemerintah mengulangi lagi? Inikah pemerintahan pro rakyat? [Joe lian]
Sumber : mediaummat 140
Posting Komentar untuk "BBM Naik, Rakyat Miskin pun Naik"